Joko, Kembalikan Waktu 3 Menitku

Bogor, KPonline – Entah sudah berapa lama Joko dan Gendis tidak sempat meluangkan waktu berduaan. Entah bercumbu atau sekedar mengumbar gombal dan rayu.

Waktu untuk berduaan bagi mereka seakan-akan semakin sulit untuk dijadwalkan. Kesibukan mereka berdualah yang menjadi faktor penyebab sering tidak berjumpa dan bertatap muka.

Hanya kecanggihan teknologi yang menjadi pelampiasan hasrat mereka. Video Call dari salah satu aplikasi ternama berbasis internet, menjadi penyambung rindu bagi kedua insan yang jatuh bangun dalam kisah percintaan.

Menjadi anggota dewan yang terhormat di legislatif adalah cita-cita luhur Joko, sejak ia memegang megaphone secara tidak sengaja disaat aksi-aksi mahasiswa-mahasiswi di kala senja kejatuhan Orde Baru.

Ada semacam gairah yang memuncak, adrenalin yang mengalir di urat nadi, mengalahkan lonjakan libido Joko ketika menatap Gendis, lebih jauh kedepan, menikah atau semacamnya. Pekerjaan yang serabutan dan usaha sampingan yang entah menjanjikan atau tidak, meskipun tidak semanis janji-janji para anggota dewan, setidaknya Joko punya kegigihan dalam meraih cita-cita luhurnya tersebut. Menjadi Wakil Rakyat yang terhormat.

Sedangkan Gendis, gadis pinggiran kota yang biasa-biasa saja. Menjadi buruh pabrik, sebenarnya tak pantas dilakoninya.

Dengan wajah manis, tinggi badan kurang lebih 170 cm, kulit putih bersih dan bodi yang sintal dan menggairahkan, sebenarnya Gendis lebih cocok sebagai foto model atau minimal brand ambassador dari merk-merk terkenal. Tapi sayang, nasib dan garis tangan tidak berpihak kepada Gendis.

Nasib memaksa Gendis harus bergumul dengan debu pabrik dan aroma menyengat dari bahan kimia sintetis bahan pewarna kain. Pabrik dia bekerja memproduksi berbagai pakaian dalam wanita dan sebagainya. Sebagai aktivis buruh perempuan, dia lebih bangga mengaku seperti itu.

Dan tanpa disengaja, Joko dan Gendis seperti mempunyai naluri dan insting yang klop dan nyambung. “Chemistry” keduanya sudah tidak diragukan lagi. Bagaikan langit dan bumi, saling menopang dan menaungi. Laksana lingga dan yoni, saling melengkapi.

Dan suatu ketika, mereka pun bertemu disela-sela waktu istirahat mingguan mereka. Sabtu sore yang mendung redup redam, mereka memutuskan untuk menonton film di sebuah bioskop kelas menengah.

Sebuah kelas yang Gendis anggap “ngehek”, karena kelas pekerja kaum menengah selama ini dianggap kaum penitip nasib dalam hal upah. Meski enggan, Gendis akhirnya luluh juga karena rayuan maut nan gombal Joko yang selalu berpenampilan “perlente”.

“Kamu mau pop corn atau minuman bersoda, sayang?” tanya Joko dengan senyum manis yang selalu diumbar kepada setiap lawan bicaranya.

Tebar pesona dan “jaim” adalah kelebihan Joko yang lainnya. Selain itu, masih banyak lagi kelebihannya.

“Dua-duanya dong Mas, masa salah satu. Kamu jangan pelit deh,” kata Gendis sambil merangkul Joko dengan manjanya.

“Hidup itu pilihan, sayang. Kamu harus pilih salah satu” sambil mengedipkan sebelah matanya, Joko mulai memasang kuda-kuda untuk merayu gombal.

Tanpa Joko bicara pun, Gendis sudah tahu dan sangat paham. Bakal calon anggota legislatif kere macam Joko ini, jangankan menyejahterakan rakyat, membahagiakan pacarnya pun sudah hampir dipastikan akan sangat sulit, tidak mampu terlalu kasar

“Nih uangnya” dengan agak setengah “ngambek”, Gendis menyerahkan 2 lembar uang kertas berwarna merah kepada Joko.

” 2 popcorn, 2 soda, 2 tiket, jangan pake lama,” bibir tipis Gendis mulai mengerucut kedepan, kesal dan geram mulai ia rasakan.

Tak berapa lama, mereka berdua sudah duduk di kursi bioskop berwarna merah nan empuk. Kursi empuk ala kelas menengah, tak apalah mungkin Gendis bergumam. Sekali-kali merasakan enaknya menjadi kelas “ngehek”.

Lampu-lampu didalam bioskop pun mulai redup, lalu hanyalah gelap gulita yang menyelimuti. Dan tiba-tiba, Joko berbisik ditelinga Gendis, ” Aku punya kejutan buat kamu, sayang”. Gendis tak menjawab sepatah kata pun, ia hanya bergumam.

Lampu proyektor yang sedari tadi menyorot layar putih dihadapan semua penonton, pun akhirnya muncul gambar. Dan.. Gendis pun tersentak, dahinya mengernyit, kerongkongannya yang basah karena minuman bersoda pun tiba-tiba kering seketika.

Nampak, video Joko dan beberapa orang sedang bekerja bakti membersihkan gunungan sampah. Lalu muncul Joko sedang berdialog dengan beberapa orang. Petani. Gendis menoleh ke arah wajah Joko yang sejak video tersebut mulai, ia senyam-senyum sendiri. Bangga.

Pikiran Gendis kalut, carut marut pikirannya menyaksikan tayangan film yang sedang ia saksikan. Tangan mengepal, kesal dan geram. Darimana Joko sang kekasih punya uang sebanyak itu. Membuat film, yang lebih mirip dengan iklan layanan masyarakat. Sedangkan tadi, dimintai untuk membeli popcorn dan minuman bersoda saja harus memilih diantaranya.

Tiba-tiba Gendis berdiri, “Kamu tuh ya, buat pacar sendiri saja pelitnya minta ampun. Tapi kamu mampu buat bikin film yang lebih mirip iklan kayak begitu”. Sontak saja seluruh penonton yang ada didalam bioskop, menolehkan pandangan mereka ke arah Gendis dan Joko.

Gendis mengangkat tangan, lalu ia berkata keseluruh orang-orang yang ada didalam bioskop, ” Saudara-saudara, apakah kalian terganggu dengan iklan itu, maksud saya film yang seperti iklan itu?” sambil menunjuk layar putih yang menampilkan Joko sedang membagi-bagikan hadiah dengan cara dilempar dari sepeda motor yang ia kendarai.

Gambar berganti, Joko sedang membagi-bagikan kue berbentuk sepeda. Lalu muncul adegan, Joko sedang berenang di tepian sungai yang tercemar. Gendis menggeleng-gelengkan kepala dengan wajah tirusnya yang putih, dan mulai memerah.

“Saudara-saudara, apakah kalian terganggu dengan iklan itu, maksudnya film yang mirip dengan iklan itu?”

Gendis kembali bertanya kepada seluruh penonton bioskop. Dan, satu persatu penonton mulai menyuarakan pendapatnya. Ada yang menjawab, “Iklan nggak bermutu”, banyak yang menjawab iya tapi ada juga yang tidak peduli dengan situasi dan kondisi didalam bioskop dan mulai berdiri lalu pergi.

” Pokoknya, aku tidak mau tahu. Kembalikan waktuku yang tadi. Waktu yang sudab kusia-siakan hanya untuk menonton kepongahan dan kejumawaan dirimu. Kembalikan juga waktu mereka, para penonton yang sudah membeli tiket, yang ingin menonton film bukan menonton dirimu,” setengah berteriak Gendis mulai yang kalap.

“Untuk diriku, kamu memberikan pilihan. Harus salah satu. Itu pun aku juga yang harus mengeluarkan uang. Pacar macam apa kamu ini? Gendis mulai menarik kerah jas setengah mahal milik Joko.

“Kembalikan 3 menitku yang terbuang percuma. Kembalikan juga waktu mereka, para penonton yang ada didalam bioskop kelas menengah ngehek ini,” dan beberapa orang ada yang tersinggung dan menoleh ke arah Gendis.

“Kembalikan waktuku dan waktu mereka, Joko!” dan seperti biasa, Joko hanya bisa senyam-senyum dan cengar-cengir tanpa mampu berkata-kata.

Cerpen, created by Rinto Dwi Wahana