Jawa Tengah Menuju Darurat Pangan, Nasib Petani Pundenrejo di Ujung Tanduk

Sumber foto : LBH Semarang

Semarang, KPonline – Wabah Covid-19 membuat Jawa Tengah menuju darurat pangan. Meskipun krisis darurat pangan belum mencapai puncaknya, namun ketersediaan pangan mulai langka dan harga melambung tinggi, naik 30 sampai 50 %. Dalam keadaan demikian, maka perlu adanya ketahanan pangan yaitu dengan adanya ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya.

Namun, hal itu mungkin saja tidak akan terwujud. Dikarenakan sudah 10 hari,  mulai dari hari Senin (16/3/2020) sampai dengan Kamis (26/3/2020). Tanaman di tanah yang telah dikelola petani Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati sejak tahun 2000 mengalami kerusakan yang diduga dilakukan oleh para pekerja dari PT. Lajur Perdana Indah (LPI) seperti yang disampaikan oleh Nico Wauran dari LBH Semarang dalam keterangan persnya.

Bacaan Lainnya

“Sejak 16 Maret 2020 sampai hari ini 26 Maret 2020. PT. Lajur Perdana Indah (LPI) melalui pekerjanya yang berjumlah lebih dari 30 orang terus melakukan perampasan dan perusakan tanaman di tanah yang telah dikelola petani Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati sejak tahun 2000,” ujarnya.

“Bahkan rencananya PT. LPI akan tetap melakukan pengrusakan sampai seluruh tanaman pertanian warga habis,” lanjutnya kemudian.

Seperti yang pernah disampaikan pada pemberitaan sebelumnya, pada saat pengerusakan pertama, warga sudah melakukan penolakan. Karena jumlah petugas PT. LPI bersama oknum aparat keamanan yang cukup banyak, warga terpaksa harus mundur. Warga yang menolak pengrusakan tersebut justru mendapatkan intimidasi dan ancaman akan dilaporkan ke Polisi apabila tetap melakukan penolakan. Saat ini pun Pemerintah Kabupaten dan Provinsi sudah mengetahui pengrusakan pertanian warga tersebut, namun belum melakukan tindakan apapun untuk melindungi warga.

PT. LPI yang merupakan pabrik gula terletak di Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati mengaku mempunyai Hak Guna Bangunan (HGB) dan berlaku sampai tahun 2024. Sedangkan petani Pundenrejo yang berjumlah 85 KK sudah mengelola dan menggarap tanah tersebut sejak tahun 2000 dikarenakan tanah tersebut merupakan tanah terlantar yang seharusnya dikembalikan ke Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Perusakan tanaman yang dilakukan oleh PT. LPI terhadap tanaman petani Pundenrejo. PT. LPI telah melangar Pasal 406 (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP yang jelas mengatakan bahwa: Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,” ujar pria yang akrab dipanggil Nico tersebut.

Krisis pangan seharusnya memberikan kesadaran kepada Pemerintah untuk melindungi petani dan menjamin hak-hak petani dipenuhi. Pengrusakan tanaman pertanian warga akan memparah krisis pangan di Jawa Tengah yang mungkin saja akan terjadi. Oleh karena itu dalam Press release tertanggal 26 Maret 2020, YLBHI-LBH Semarang bersama dengan Petani Pundenrejo menuntut:
1. PT. LPI segera menghentikan tindakan perampasan dan perusakan tanaman warga dan mengganti kerugian akibat pengrusakan tanaman kepada petani pundenrejo;
2. Gubernur Jawa Tengah, Bupati dan DPRD kabupaten Pati untuk melakukan tindakan menghentikan perampasan dan perusakan yang dilakukan PT. LPI di tanah yang dikelola Petani dan Mendesak PT. LPI untuk membayar kerugian akibat pengrusakan kepada Petani Pundenrejo.
(sup)

Pos terkait