Hujan Dan Buruh Kontrak

Kali ini Anton kembali menangis sambil bertakbir, aku yang duduk di sampingnya juga tak kuasa menahan buliran air mata ini, maka ku biarkan saja buliran ini luruh, seperti derasnya hujan di sepanjang perjalanan kami, untung saja hujan bersedia mengaburkan pandangan orang-orang yang kami lintasi.

-*-

Bacaan Lainnya

Pagi ini sepertinya langit benar-benar murka, entah berapa lama lagi hujan yang akan di tumpahkan kepada penduduk bumi yang sudah kedinginan sejak kemarin.

Ketika dalam perjalanan menuju Mukakuning tadi, di beberapa titik nampak genangan air sudah meluber ke segala jalan, beberapa mobil sedan nampak ragu-ragu untuk melintasi genangan. Jalan raya kini lebih terlihat seperti laut, beberapa ranting pohon gugur dan mengalir.

Angin berputar-putar di langit, mengempaskan air ke sana-kemari. Pikiranku sudah tak karuan membayangkan nasib para buruh kontrak di tenda yang kami bangun di depan pabrik itu, mereka pasti sudah kedinginan, apalagi tenda yang kami pinjam sudah bolong di sana sini.

Hari ini sudah masuk hari ke lima sejak kami memutuskan untuk menggelar aksi mogok kerja. Menuntut kejelasan nasib karyawan kontrak yang tidak jelas.
Hal ini sebagai akibat dari sikap perusahaan yang tidak mau mengangkat kami menjadi karyawan tetap, mereka terus terusan mengontrak kerjakan kami yang bekerja di sini. Bahkan ada beberapa karyawan yang sudah bekerja selama empat tahun lebih akan tetapi masih berstatus sebagai karyawan kontrak.

Manajemen memilih untuk melempar kami dari subcon satu ke subcon lainnya, seperti barang mainan. Kami sudah jenuh dan bosan dengan perlakuan ini. Maka lahirlah bayi yang masih premature itu.

Berbekal keberanian dan nekat, kami segerombolan karyawan kontrak yang sudah jenuh dan dengan sedikit dukungan oleh karyawan yang sudah berstatus sebagai karyawan tetap mendeklarasikan diri bahwa kami telah mendirikan serikat pekerja.

Bak petir menyambar di siang bolong, keputusan kami untuk mendeklarasikan diri tersebut di sambut genderang perang oleh perusahaan, ketua serikat yang statusnya masih sebagai karyawan kontrak akhirnya dengan mudah tanpa perlawanan dapat di singkirkan dengan di pecat

Kamipun kembali menyusun strategi dan ancang-ancang untuk menuju perubahan nasib, kami harus bergerak. Maka di susunlah rencana itu. Kami hanya berontak menuntut kejelasan nasib kami dan masa depan kami .

Jelek-jelek begini kami juga memberikan kontribusi dan sumangsih tenaga dan pikiran kami demi kemajuan dan keberlangsungan hidup perusahaan.

Banyak di antara kami sebenarnya yang berpikiran untung masih punya pekerjaan daripada menganggur. Kondisi inilah yang mendorong sebagian dari kami untuk secara sukarela manandatangani surat perjanjian kerja kontrak yang disodorkan secara berulang-ulang.

Tidak ada pilihan lain selain menerima kenyataan pahit ini, peluang kerja yang semakin langka dan semakin membengkahnya pengangguran kadang menyiutkan nyali kami untuk memberontak.

Bagi pengusaha sikap pesimis dari kami tadi, mungkin adalah jalan untuk memperpanjang secara terus menerus kontraknya dengan alasan bahwa telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.

–**–

Motor butut yang ku kendarai sepertinya baik-baik saja ketika ku pacu di tengah hujan lebat. Perjalanan yang biasanya bisa ku tempuh dalam waktu setengah jam, setidaknya hari ini aku sudah terlambat hampir setengah jam menuju lokasi.

Beruntung ketika hampir tiba di lokasi hujan sudah mulai reda. Hujan kini hanya menyisakan rintik dan dedaunan yang nampak terkulai lemas, tak kuasa menahan beratnya massa hujan.

Segera ku hampiri kerumunan belasan orang di bawah tenda, Mereka nampak kedinginan dan hanya duduk-duduk di atas papan pallet di bawah tenda. Ku hampiri mereka dan dengan sigap mereka mulai berebutan bungkusan hitam yang ku keluarkan dari dalam tasku.

Beberapa potong tahu isi dan goreng pisang yang masih hangat dengan cepat sudah pindah ke mulut mereka. Tak tega dengan kondisi mereka segera ku tuang kopi ke beberapa gelas plastik yang sengaja ku bawa dari rumah .

Belasan orang buruh inilah yang tadi malam berjaga di tenda yang kami buat di depan pabrik. Sementara buruh perempuan hanya melakukan aksi pada siang hari saja.

Sejak hari pertama aksi mogok kerja, pihak manajemen melarang kami untuk masuk pintu gerbang dan menutup rapat rapat pintu tersebut. Mereka juga tidak mengijinkan kami untuk memakai toilet dan mushola yang berada di balik gerbang tersebut.

Mereka berdalih bahwa aksi yang kami lakukan adalah ilegal dan tidak sah, mereka juga mengancam akan memPHK semua karyawan yang ikut aksi mogok jika dalam waktu tiga hari kami masih tetap tidak mau masuk kerja seperti biasa.

Dan kami tidak takut!!

Kami sudah terbiasa menerima ancaman dari manajemen sejak hari pertama kami mendirikan serikat pekerja, banyak buruh kontrak yang di ancam akan di putus kontraknya jika ikut menjadi anggota serikat.

Yang menjadi penguruspun berbagai intimidasi dan diskriminasi tak luput dari mereka, termasuk diriku sendiri. Untuk memecah kekuatan serikat, merekapun melakukan tindakan mutasi atau pemindahan kerja secara sepihak oleh perusahaan kepada pengurus ataupun anggota serikat.

Tujuannya jelas, selain untuk melemahkan serikat juga untuk menghancurkan mental buruh. Kamipun sudah menyadari akan resiko ini dan kami tidak gentar, kami tahu kasus semacam ini umumnya dilakukan oleh mereka ketika serikat baru terbentuk atau sedang memperjuangkan hak-hak buruh.

Setiap kali bertemu dan berpapasan dengan mereka, mereka selalu membuang mukanya seakan jijik melihat kami.

-*-
Menjelang siang hari tenda sudah kembali penuh oleh puluhan buruh yang mulai berdatangan, para buruh perempuan seperti biasa membawa berbagai jenis makanan dari rumah.

Dari serikat pekerja perusahaan lain juga mulai berdatangan untuk bersolidaritas dengan membawa makanan atau sekedar datang untuk mengetahui sejauh mana perkembangan aksi yang kami lakukan selama ini.

Anton, salah satu pengurus serikat pekerja sejak dari tadi sibuk meladeni mereka yang terus berdatangan, sekedar mengucapkan terima kasih atas solidaritas dan bantuan yang telah mereka berikan atau menerima masukan dari mereka yang juga pernah mengalami hal yang sama, dan diskusi-diskusi inilah yang terus terang telah membuat kami merasa kuat dan berani.

Tanpa itu semua mustahil kami serikat pekerja yang baru lahir ini mampu berdiri dan melakukan pemberontakan ini. Inilah indahnya berserikat.

Mereka saling berbagi dan saling menolong baik suka maupun duka. Solidaritas mereka sangat tinggi sesama buruh, rasa kebersamaan yang sebelumnya belum pernah aku rasakan sebesar ini, rasa empati, sebagai salah satu anggota dari kelas yang sama, kelas buruh yang sering di anggap sebagai warga negara kelas dua.

Sementara tak jauh dari tenda kami, nampak tiga orang polisi duduk-duduk mengawasi, selama seminggu aksi mogok, mereka sengaja di tugaskan untuk mengawal aksi ini.

Beberapa kali mobil patroli security juga berhenti di depan tenda sambil sesekali memberikan salam pada kami. Mereka sepertinya juga pernah merasakan apa yang tengah kami rasakan, Aku pernah berbincang dan merekapun pernah merasakan menjadi buruh outsourcing, bagaimana rasanya tidak memiliki masa depan, gaji dan nasib yang tidak jelas.

-*-
Dan hari ini adalah hari yang paling kami tunggu-tunggu, apakah aksi kami akan menemukan kemenangan atau sebaliknya, yang semuanya akan di tentukan oleh selembar kertas surat anjuran dari disnaker yang sebentar lagi akan aku ambil bersama Anton. Setidaknya kami telah berjuang, apapun hasilnya kami akan terima.

Sementara puluhan teman kami berkumpul di depan pabrik, aku dan Anton segera pamit menuju kantor disnaker dan meminta mereka tetap tenang sambil berdoa untuk keberhasilan kami semua.

Andi sang ketua serikat hari ini tidak bisa hadir karena anaknya sedang masuk rumah sakit. Sejak kemarin laki-laki yang sebaya denganku itu di telepon istrinya yang mengabarkan sang buah hati sedang sakit.

Sesekali melalui telepon ia menanyakan kami dan teman-teman di lokasi. Aku tahu bagaimana perasaannya sekarang, karenanya aku minta dia untuk lebih fokus dulu menjaga anaknya.Bagaimanapun keluarga harus di prioritaskan.

Berlahan mobil kami meninggalkan mereka di tenda, dan hujan mulai turun lagi. Suara hujan semakin menyelimuti kebisuan diantara kami berdua di dalam mobil.

“Ngga menyangka langkah kita akan sejauh ini?”, akhirnya Antonpun memecahkan kesunyian.
“Ya begitulah,” jawabku sembari menghela nafas berat.

“Semoga Allah memberi yang terbaik untuk perjuangan kita kali ini,” Aku pun tersenyum, merasa sangat lelah dan kedinginan.

Sejak kemarin malam kehujanan dan tidak bisa tidur. Seluruh badanku bemtol-bentol karena alergi dingin.

“Mudah-mudahan demikian adanya!” kali ini ucapannya begitu penuh harap.
“Aku tidak tahu apalagi yang akan kita lakukan seandainya kita gagal!!” sekali ini aku juga berharap hal yang sama.

-*-

Anton sepertinya sudah tak sabaran ingin membuka amplop coklat yang di berikan oleh pegawai disnaker tadi. Di dalamnya berisi sebuah jawaban yang sudah kami tunggu selama seminggu ini. Jawaban yang akan menentukan hasil perjuangan kami selama seminggu yang rela di bakar oleh terik matahari dan hujan yang lebat sepanjang hari.

Sebelumnya memang kami telah mengatur sedemikian rupa sehingga perjuangan ini adalah titik akhirnya, kami ingin mengakhiri semua ini dengan segera, karenanya di dalam risalah perundingan yang kami buat dengan pihak manajemen perusahaan kami telah mengikatkan diri bahwa masing-masing pihak akan melaksanakan apapun yang ada di dalam amplop coklat tersebut dan berjanji tidak akan saling menggugat di kemudian hari.

Satu persatu kalimat di kertas kami teliti dengan cermat sambil berharap ada keajaiban yang menghampiri. Beralih ke lembar kedua dan membuat degub jantung ini semakin berdebar ketika membaca lembar kedua.

Dan seketika Anton langsung tersungkur untuk bersujud, beberapa kali ia bertakbir dan berteriak tidak bisa mengendalikan diri.

Aku hanya bisa terdiam sambil membayangkan perjuangan kami selama satu minggu ini dan hasil yang kami peroleh pasti akan di sambut gembira oleh mereka yang sedang menunggu di tenda perjuangan.

Seakan tak percaya, aku kembali membaca lagi surat dari disnaker tersebut, di lembar surat anjuran yang di keluarkan oleh disnaker menyebutkan bahwa seluruh nama yang kami ajukan wajib di angkat menjadi karyawan tetap dan pihak perusahaan juga di wajibkan membayar gaji bagi mereka yang sebelumnya sempat di PHK.

Sengaja aku membaca lagi dengan keras agar Anton ikut juga mendengar lagi. Kali ini Anton kembali menangis sambil bertakbir, aku yang duduk di sampingnya juga tak kuasa menahan buliran air mata ini, maka ku biarkan saja buliran ini luruh, seperti derasnya hujan di sepanjang perjalanan kami, untung saja hujan bersedia mengaburkan pandangan orang-orang yang kami lintasi.

Ya Tuhan terima kasih atas semua nikmat ini. Tidak sia-sia kami melakukan aksi selama seminggu untuk menuntut keadilan. Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban.(Ete)

Pos terkait