Haruskah Biaya Ambulance Dibebankan ke Pasien?

Bogor, KPonline – Demi kesembuhan sang buah hati, apapun akan dilakukan oleh orang tua. Begitupun dengan apa yang dilakukan oleh Muhamad Fauzi dan Dini, yang sudah hampir seminggu ini menunggu anak bayi mereka yang dirawat di ruang perinatologi di salah satu rumah sakit swasta di daerah Bogor.

Pasien bayi tersebut, pada hari kedua ini tiba-tiba mengalami sesak napas pasca kelahirannya. Yang pada akhirnya di vonis oleh tim dokter, mengalami gangguan pada paru-parunya. Dari penjelasan dokter yang menangani, pasien harus segera dipindah ke ruang NICU dengan alat bantu CPAP. Lagi-lagi karena keterbatasan fasilitas, maka pasien akan di rujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya.

Bacaan Lainnya

Kesulitan mencari rujukan sangat dirasakan oleh petugas rumah sakit. Terbukti pada Rabu, 8 Juli 2020, mereka sudah menghubungi tidak kurang dari 15 rumah sakit di Bogor, Bekasi, maupun yang ada di wilayah Jakarta.

Namun belum ada juga yang bisa menerima pasien bayi ini. Melihat kondisi yang semakin memprihatinkan, akhirnya pihak rumah sakit menghubungi relawan Jamkeswatch Bogor agar bisa membantu mencarikan rumah sakit rujukan.

Indra Putra salah seorang Relawan Jamkeswatch yang dihubungi oleh pihak rumah sakit sehari sebelumnya, akhirnya memutuskan untuk melihat langsung  kondisi pasien bayi tersebut di rumah sakit pada Minggu 12 Juli 2020 bersama rekannya yang sesama relawan Dara sekitar pukul 12.30 WIB.

Adapun kasus pasien bayi ini sudah dibagikan ke grup-grup Whatsapp Relawan Jamkeswatch Bogor Raya sejak dua jari yang lalu. Lebih dari 45 rumah sakit yang ada di wilayah Bogor, Depok, Bekasi dan Jakarta, bahkan sampai ke wilayah Tangerang telah di hubungi oleh para Relawan Jamkeswatch, akan tetapi masih belum ada satupun yang bisa menerima pasien ini.

Sekitar pukul 14.00 WIB, Indra kembali dihubungi oleh petugas RSUD Tarakan dan menyatakan, kalau pasien bayi tersebut telah mendapat persetujuan untuk dirujuk ke RSUD Tarakan. Namun harus menggunakan Ambulance Gawat Darurat (AGD). Hal ini dimaksudkan agar selama proses perujukan, pasien bayi tetap termonitor oleh alat dan petugas medis dengan maksimal. 

Masalah muncul di saat rumah sakit memang belum memiliki AGD. Usaha keras para Relawan Jamkeswatch meminta bantuan ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta, untuk masalah AGD gagal karena protokol Covid-19 tidak memperbolehkan AGD DKI melakukan penjemputan pasien di luar daerah. Relawan Jamkeswatch kembali mencoba menghubungi AGD dari Depok dan juga AGD RSUD Cileungsi dengan maksud meminjam ambulance tersebut, agar keluarga pasien tidak terkena biaya.

Karena ingin rujukan segera di lakukan, akhirnya orang tua pasien menghubungi temannya untuk menyewa AGD dari pihak ketiga dengan biaya pribadi.

Proses rujukan berlangsung sekitar pukul 19.30 WIB, pasien diberangkatkan ke RSUD Tarakan. 

Menyikapi atas kasus pasien bayi ini, Aden Arta Jaya selaku Ketua DPD Jamkeswatch Bogor sangat menyayangkan adanya biaya ambulance.

“Padahal tentu kita sudah mengetahui bahwa, pelayanan ambulance merupakan pelayanan tranportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu, antar fasilitas kesehatan yang disertai dengan upaya atau kegiatan untuk menjaga kestabilan kondisi pasien untuk kepentingan keselamatan pasien. Dan ini seharusnya tetap dijamin oleh BPJS Kesehatan yang mana sesuai Perpres No. 82 tahun 2018 pasal 47 huruf (c) penggunaan ambulance termasuk pelayan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan,” jelas Aden ketika ditemui oleh Media Perdjoeangan.

Untuk mengantisipasi masalah ini, sudah sejak dua tahun yang lalu, pihak Jamkeswatch telah meminta agar Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 16/2010 tentang retribusi pelayanan kesehatan tarif ambulance segera di revisi.

“Sudah jelas di pasal 20 ayat (1) tarif retribusi bisa di tinjau selama 3 Th sekali dan di ayat (3) di jelaskan penetapan tarif retribusi bisa di tetapkan dengn Peraturan Bupati. Karena sangat tidak layak aturan sepuluh tahun lalu itu hinga saat ini belum di revisi. Apalagi ini menyangkut biaya perawatan, sangat tidak relevan ketika tarif bengkel tahun 2010 masih di gunakan di tahun 2020 ini. Hal ini jelas akan memicu semakin banyaknya pasien yang harus mengeluarkan biaya lebih saat harus di rujuk ke rumah sakit yang lain dengan menggunakan AGD,” ungkap Aden Arta Jaya, selaku Ketua DPD Jamkeswatch Bogor.

“Semoga kasus tambahan biaya ambulance tidak lagi terjadi di Kabupaten Bogor. Dan harapan kami, Bupati Kabupaten Bogor segera menerbitkan Peraturan Bupati yang baru. Karena sudah kami ajukan sejak beberapa bulan yang lalu pembahasan sudah dilakukan,” tegasnya. (Trihadi/RDW)

Pos terkait