Hak Pekerja Perempuan Untuk Menyusui Anak

Buruh menuntut 14 (empat belas) minggu cuti melahirkan.

Jakarta, KPonline – Setelah melahirkan, perempuan akan menyusui anaknya. Untuk itu, pekerja perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

Maksud dari kesempatan sepatutnya tersebut adalah lamanya waktu yang diberikan kepada pekerja perempuan untuk menyusui bayinya dengan memperhatikan tersedianya tempat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan. Hal ini sebaiknya diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ketentuan ini juga dapat diartikan dengan memberikan kesempatan bagi pekerja perempuan untuk memerah ASI pada waktu kerja.

Bacaan Lainnya

Baca juga: Perempuan Sehat Melahirkan Generasi Hebat

Tidak hanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mewajibakan agar pekerja perempuan diberikan kesempatan untuk menyusui bayinya. Pasal 128 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga menyatakan bahwa semua pihak harus mendukung pekerja perempuan untuk menyusui dengan menyediakan waktu dan fasilitas khusus, baik di tempat kerja maupun di tempat umum.

Fasilitas khusus tersebut hendaknya diartikan oleh pengusaha untuk menyediakan ruang khusus menyusui atau memerah ASI beserta tempat penyimpanannya. Sesuai dengan rekomendasi World Health Organization, masa menyusui tersebut sekurang-kurangnya 2 tahun.

Baca juga: Perlindungan Bagi Pekerja/Buruh Perempuan yang Hamil

Baca juga: Buruh Minta Diskriminasi Pajak Penghasilan Laki-laki dan Perempuan Diakhiri

Lebih lanjut, Pasal 10 Konvensi ILO No. 183 mengenai Perlindungan Maternitas juga mengatur bahwa seorang pekerja perempuan harus diberi hak untuk satu atau lebih jeda diantara waktu kerja atau pengurangan jam kerja setiap harinya untuk menyusui bayinya, dan jeda waktu atau pengurangan jam kerja ini dihitung sebagai waktu kerja, sehingga pekerja perempuan tetap berhak atas pengupahan.

Intinya, pekerja perempuan hamil dan menyusui tidak harus melakukan pekerjaan yang telah ditentukan oleh penguasa berwenang yang merugikan kesehatan ibu dan anak atau di mana penilaian telah ditetapkan risiko signifikan bagi kesehatan ibu dan anaknya. Di samping itu, pekerja perempuan yang bekerja kembali setelah cuti melahirkan berhak menduduki kembali posisinya dan mendapatkan upah yang sama sesuai dengan upah ketika sebelum cuti melahirkan.

==========
Baca juga beragam artikel yang lain terkait dengan Buruh Perempuan yang diterbitkan KPonline.

Pos terkait