Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia Sebut PHK 400 Pekerja Pelabuhan langgar Aturan

Jakarta,KPonline – Sebanyak 400 pekerja pelabuhan di Jakarta men­galami pemutusan hubun­gan kerja (PHK) massal tahun ini.

Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) me­nilai PHK massal ini su­dah melanggar sejumlah peraturan. Mereka mendesak Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta segera turun tangan.

Bacaan Lainnya

Ketua Umum FPPI, Nova Sofyan Hakim menutur­kan, PHK massal ini ber­mula pada 1 Januari 2018 di saat manajemen Jakarta International Container Terminal (JICT) mengganti vendor operator alat angkut. Akibatnya, 400 pekerja out­sourcing terampil yang telah mengabdi bertahun-tahun kehilangan pekerjaan.

“PHK ini kontroversial karena tidak sesuai dengan Permenakertrans no. 19/2012, mengingat da­lam hal pergantian vendor, pekerja sebelumnya dijamin bekerja kembali,” Ungkapnya dalam siaran pers

Selain itu, manajemen JICT terindikasi melanggar aturan karena melakukan vendorisasi pada kegiatan utama. Operator pengganti pun 90 persen perekrutan baru dan minim kemampuan serta pengalaman. “Alhasil, kinerja JICT an­jlok dan terganggunya arus barang,” sebutnya.

Nova mengungkapkan, 400 pekerja outsourcing yang tergabung dalam Serikat Pekerja Container (SPC) ini diduga diberangus atau mengalami union busting karena turut berjuang dalam kasus kontrak JICT.

FPPI meminta Disnaker DKI Jakarta segera melaku­kan pemeriksaan dan pengawasan terkait banyaknya in­dikasi pelanggaran ketena­gakerjaan. Juga menghapus vendorisasi yang sangat mengeksploitasi pekerja outsorcing di JICT dan Pelindo II serta anak usa­hanya.

Di saat bersamaan, 42 pekerja outsourcing anak usaha Pelindo II, PT Jasa Armada Indonesia (JAI), juga di-PHK tanpa alasan yang jelas. Padahal semua pekerja itu merupakan ak­tivis serikat pekerja. Mereka di-PHK pada 1 Mei 2018.

Ketua Serikat Pekerja JAI, Akbar Azis menyebut­kan, selain terindikasi kuat melakukan union busting, Pelindo II juga terbukti membayar pekerja out­sourcing JAI dibawah UMP. Hal ini jelas melanggar UUKetenagakerjaan.

Menurut Akbar, sebelum­nya pihaknya mendengar sudah keluar nota pemerik­saan khusus soal pengang­katan pekerja outsourcing menjadi karyawan tetap Pelindo. Namun bukannya diangkat jadi karyawan tetap, para pekerja malah akan tetap berstatus out­sourcing.

“Kami malah dipaksa tandatangan dengan ven­dor. Sebanyak 42 orang yang merupakan pengurus Serikat Pekerja menolak. Termasuk saya yang sebe­lumnya bekerja sebagai nahkoda. Kami malah di-PHK,” ungkapnya.

Pihaknya juga telah memprotes pemaksaan tandatangan dengan vendor. Bahkan sampai melaporkan hal ini ke Sudin Ketenagakerjaan Jakarta Utaran. “Sudin Jakarta Utara sudah melarang adanya ven­dor di JAI. Namun bukannya dipatuhi oleh perusahaan, malah kami di-PHK,” keluh Akbar

Pos terkait