Eksploitasi dan Diskriminasi Kaum Buruh Perempuan

Bogor, KPonline – Dalam benak kita sebagai orang awam, jika mendengar kata garmen dan tekstil, pasti akan membayangkan pakaian. Jenis kebutuhan pokok yang masuk kategori sandang ini sebenarnya cukup familiar ditelinga masyarakat Indonesia. Tapi pernahkah kita mendengar kata eksploitasi, beriringan dengan kata garmen dan tekstil ? Saya pikir, hanya beberapa orang saja yang “aware” dengan eksploitasi yang kerap kali terjadi di bidang garmen dan tekstil. Dan tahukah kita, jika kelompok yang kerap kali mengalami eksploitasi tersebut adalah kaum perempuan ?

Ada banyak, bahkan mungkin ribuan orang jumlahnya. Ribuan buruh perempuan yang setiap harinya mengalami eksploitasi dibidang garmen dan tekstil. Bekerja dibawah tekanan sang mandor, hingga caci maki yang tak kunjung berkesudahan. Bekerja melebihi ambang batas kewajaran, 12 jam lebih tanpa dihitung sebagai jam kerja lemburan. “Ayo cepat.. cepat..! Truk kontainer untuk eksport sudah menunggu ! ” Kalimat-kalimat pemaksaan dengan penuh nada ancaman, seakan memburu kaum buruh perempuan yang bekerja dibidang garmen dan tekstil. Dan itu terjadi didepan hidung kita. Apa yang bisa kita lakukan dalam melawan penjajahan model baru tersebut ? Nothing ! Kita diam saja bukan ? Menganggap itu adalah sebuah “kewajaran”.

Bacaan Lainnya


Bahkan hal tersebut, diperparah lagi dengan management waktu yang buruk, yang dibuat oleh pihak management perusahaan terhadap buruh-buruhnya. Dan hal itu merupakan hal yang lebih buruk dari pemerkosaan hak yang sebenarnya tidak wajar. Bahkan tidak jarang, mereka melakukan diskriminasi terhadap kaum buruh perempuan dengan jam kerja tanpa batas. Atau pernahkah kita mendengar seorang buruh perempuan yang bekerja dari pagi hingga pagi lagi ? Kita banyak mendengar hal tersebut, tapi kita pura-pura tuli atas apa yang sebenarnya terjadi di sekitar kita. Lalu, apa yang bisa kita lakukan atas diskriminasi terhadap kaum buruh perempuan tersebut ? Nothing ! Kita diam saja bukan ? Menganggap itu adalah sebuah “tuntutan pekerjaan”.

Apakah kaum laki laki, apakah seorang suami tega membiarkan istrinya, atau anak perempuannya, atau adik perempuannya, atau kakak perempuannya, atau saudara perempuannya bekerja hanya untuk loyal terhadap perusahaan ? Tanpa diberikan kesejahteraannya, tanpa dipikirkan cuti dan istirahatnya, tanpa mendapatkan hak-haknya ?

Apakah kita tega, sebagai manusia yang katanya merdeka ini, hanya mampu melihat dan menyaksikan penderitaan mereka ? Eksploitasi dan diskriminasi kaum buruh perempuan merajalela dimana-mana, dan lalu kita diam saja ?

Eksploitasi dan diskriminasi yang terjadi pada kaum buruh perempuan, seolah-olah adalah bukti nyata, bahwa kita semua seharusnya berperan untuk melindungi para kaum buruh perempuan disana. Melindungi kaum buruh perempuan yang bekerja dibawah tekanan, cacian dan makian, selama lebih dari 12 jam.

Atau jangan-jangan, kita semua juga berperan membuat semua ini terjadi. Karena ketidak pedulian kita terhadap kaum buruh perempuan yang lemah, terhadap mereka yang dengan terpaksa berpendidikan rendah dan harus bekerja tanpa status yang jelas ? Atau, karena mereka tidak berserikat atau juga tidak pernah mengenyam pendidikan perburuhan ? Kita, juga seharusnya bertanggung jawab secara moral kepada mereka !(IWD 2020-Alfiah)

Pos terkait