DPRD Mimika Pertanyakan Keseriusan Disnaker

Aksi buruh PT Freeport Indonesia di Papua.

Timika, KPonline – Komis C DPRD Mimika, Provinsi Papua mempertanyakan keseriusan Dinas Tenagakerja, Transmifgrasi dan Perumahan Rakyat (Disnakertrans-PR) Mimika tentang tindak lanjut rekomendasi DPRP Papua untuk memediasi pertemuan antara managemen PT. Freeport dan karyawan mogok.

Anggota Komisi C DPRD Mimika yang juga menjabat sebagai Ketua PC SPKEP SPSI Kabupaten Mimika, Aser Gobai di Timika, Jumat, mengatakan hal tersebut juga akan menjadi agenda utama dalam kunjungan kerja Komisi C ke Disnakertrans-PR yang diagendakan pada Senin (2/10) mendatang.

Bacaan Lainnya

“Rekomendasi sudah diberikan oleh DPRP Papua pada pertemuan bersama pada 10 Juli 2017 lalu di Jayapura kepada Disnaker Provinsi Papua melalui Disnakertrans-PR Mimika sebagai langkah penyelesaian persoalan ketenagakerjaan yang terjadi antara manajemen PTFI, Kontraktor, Privatisasi dan Sub Kontraktor dengan para pekerja yang di ‘furlough’ (dirumahkan) yang berujung pada PHK secara sukarela oleh managemen” kata Aser.

Menurut Aser, Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (SPKEP) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Mimika telah menerima surat dari Disnakertrans-PR yang dengan tegas menetapkan bahwa ‘furlough’ tidak dikenal dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaa.

Dengan demikian menurutnya, ‘furlough’ yang menjadi akar permasalahan mogok kerja 8.100 pekerja di area Freeport tidak memiliki dasar hukum yang jelas dalam aturan dan UU yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Surat Disnakertrans-PR Mimika tertanggal 28 Agustus 2017 nomor 560/800/2017 perihal ‘furlough’ dan penetapan mogok kerja PUK SPKEP SPSI PTFI. Itu yang menjadi pegangan kami untuk terus berjuang karena kebijakan yang diambil oleh managemen tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan dan surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI nomor SE-907/MEN/PPHI/X/2004 tentang pencegahan pemutusan hubungan kerja massal,” ujar Aser.

Aser juga menambahkan bahwa para pekerja akan terus berjuang melawan sistem kapitalisme yang dibangun oleh manajemen Freeport di dalam NKRI karena negara Indonesia tidak menganut sistem Kapitalisme.

Menurutnya, dengan sistem Kapitalisme yang dibangun Freeport hanya akan menguntungkan negara bersangkutan yang mengambil kekayaan di Papua untuk kesejahteraan kepentingan negaranya dan itu sangat berbahaya jika warga negara Indonesia terhipnotis dengan sitem managemen Freeport yang kapitalis.

Komisi C berharap agar Disnakertrans-PR segera melakukan langkah-langkah penyelesaian dan mencari solusi sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan kembali harmonis dan itu merupakan fungsi pemerintahan daerah yang hadir untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi pekerja yang adalah masyarakat Mimika saat ini

Pos terkait