Defisit BPJS Kesehatan, Ini Pendapat Para Relawan

Pertemuan antara BPJS Kesehatan dengan Jamkeswatch

Surabaya, KPonline – Reaksi masyarakat sehubungan dengan rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan terus membesar. Meskipun ada yang mendukung dengan alasan untuk keberlangsungan program JKN. Namun mayoritas masyarakat terlihat lebih memilih untuk menolak rencana kenaikan tersebut.

Bahkan dalam gelaran konferensi Pers di Kantor LBH Jakarta, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan dengan tegas sikap dan alasan penolakannya.
“Kami menolak kenaikan iuran tersebut. Karena akan memberatkan masyarakat dan bukan solusi untuk menyelesaikan defisit. Tidak ada yang menjamin, iuran dinaikkan kemudian defisit akan hilang”. Ujar Iqbal (2/9).

Bacaan Lainnya

Sikap KSPI ini mencerminkan sikap serikat pekerja di Indonesia dan mewakili salah satu elemen di masyarakat. Maka untuk menguatkan penolakan itu, menurut Iqbal kaum buruh akan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran yang dilaksanakan serentak pada awal November 2019 mendatang.

Relawan jaminan sosial juga ikut bersuara bersepakat menolak rencana kenaikan tersebut. Relawan jaminan sosial yang selama ini berkecimpung dan bersinggungan langsung dengan masyarakat dan stake holder terkait dalam mengawal pelaksanaan jaminan sosial, tentu sangat memahami kondisi riil di lapangan.

Pengurus Jamkeswatch Jawa Timur Nurrudin Hidayat kepada media Koran Perjoeangan.com mengatakan,
“Kami perlu luruskan, Defisit itu bukan kerugian namun kekurangan dana anggaran. Salah besar kalau dianggap BPJS Kesehatan itu rugi, JKN KIS yang menjadi salah satu kartu sakti Presiden Joko Widodo adalah Program Negara. Sudah menjadi kewajiban Pemerintah sesuai amanah UU menyediakan dana anggarannya, bukan malah membebankan ke masyarakat dengan menaikkan iuran.” Tegasnya.

Menurut Nurrudin banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan defisit, diantaranya menerapkan sanksi administratif agar peserta tertib membayar, melakukan evaluasi sistem dan pembaharuan data, serta meningkatkan kepersertaan.
“Untuk membantu defisit, kepesertaan perlu digenjot dengan sanksi. Dalam Mayday 2019, kami telah berhasil mendorong Gubernur membuat surat edaran kepada OPD dan Kepala daerah agar badan usaha segera mendaftarkan pekerjanya, kalau masih bandel ya siap-siap disanksi”. Terang Nuruddin.

Senada Jamkeswatch, relawan BPJS Watch Jawa Timur melalui Arief Supriyono memberikan tanggapan terkait rencana pemerintah itu.
“Kita menolak kenaikan itu. Jangan lupa, permasalahannya BPJS Kesehatan bukan hanya di defisit saja. Saran kami, mending iuran PBI saja yang disesuaikan seperti iurannya kelas 3”. Tegas Arief.

Lebih jauh mengenai defisit, ia menguraikan, “Pelaksanaan Instruksi Presiden tentang optimalisasi program JKN dan PP 86 tentang pengenaan sanksi administratif seharusnya sudah mampu mencegah defisit. Itu yang saat ini perlu ditegakkan. Jangan solusinya malah menaikkan iuran peserta mandiri”. Urainya.

BPJS Watch Jawa Timur menilai bahwa saat ini peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dalam program JKN. Tidak hanya seputar masalah administrasi peserta PBI saja namun juga dukungan pendanaan, koordinasi antar instansi dan pengenaan sanksi. BPJS Kesehatan tidak mungkin bisa berjalan sendiri dalam menyelenggarakan program jaminan sosial.

Seusia roadmap program JKN, tahun 2019 BPJS Kesehatan seharusnya sudah melakukan UHC (Universal Healthy Coverage) di seluruh indonesia, sedangkan untuk Peserta Penerima Upah seharusnya malah mulai tahun 2015 lalu.

Lambannya pelaksanaan dan banyaknya hambatan dalam JKN seharusnya menjadi perhatian bersama. Tidak hanya berfokus pada permasalahan defisit saja. Dengan cuma berkutat soal iuran, seolah mengisyaratkan bahwa BPJS Kesehatan harus untung layaknya asuransi swasta. Apa dengan iuran naik maka dijamin pelayanan akan lebih baik? Apa demikiankah bentuk Jaminan Sosial yang kita impikan?

Ipang S

Pos terkait