Dampak Buruk Upah Per Jam

Jakarta, KPonline – UU Cipta Kerja membuka ruang adanya upah per jam. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya penambahan Pasal 88 B yang berbunyi: Upah ditetapkan berdasarkan: (a) satuan waktu; dan/atau (b) satuan hasil.

Upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu, akan menjadi dasar diberlakukannya upah per jam. Jadi upah minimum dipecah lagi, menjadi upah per jam. Jika ini dilakukan, maka dengan sendirinya upah minimum akan hilang.

Bacaan Lainnya

Sebab ketika buruh dibayar per jam dan dalam satu bulan upahnya lebih rendah dari upah minimum bukan lagi sebuah pelanggaran.
Dampak buruk dari upah per jam bisa digambarkan dalam cerita di bawah ini.

Sebut saja, namanya Dina. Pekerja sebuah hotel di Jakarta, yang setiap bulan mendapat upah sebesar Rp 4.267.349. Sesuai dengan UMP DKI.

Secara normal, dia bekerja 40 jam seminggu. Sehari 8 jam. Meskipun tidak masuk bekerja karena tanggal merah hari besar nasional atau keagamaan, cuti haid, sakit, bahkan ketika sedang “tidak ada pekerjaan”, upah yang diterimanya tidak pernah kurang dari UMP.

Jika upah per jam diberlakukan, dengan UMP DKI saat ini; maka upah per jamnya adalah sebesar Rp 17.780 [4,26 juta dibagi 30 (hari), hasilnya dibagi 8 (jam) ]. Selain itu, ketika Dina tidak masuk karena libur mingguan, hari besar nasional atau keagamaan, cuti haid, sakit, bahkan ketika sedang “tidak ada pekerjaan”, dia tidak mendapatkan upah. Karena, memang, dia hanya dibayar sebesar berapa jam telah bekerja.

Sebagai housekeeping yang tugasnya bersih-bersih dan merapikan ruangan, bisa saja perusahaan hanya mempekerjakan Dina 2 jam sehari. Itu artinya, dalam seminggu Dina hanya perlu bekerja selama 10 jam. Jika sebulan ada empat minggu, berarti totalnya 40 jam.

Dikalikan upah per jam 17.780, maka sebulan dia hanya akan mendapatkan upah sebesar 711 ribu. Layakkah seorang buruh bekerja di Jakarta hanya mendapatkan upah sebesar 711 ribu? Bagaimana dengan daerah lain yang upah minimumnya lebih kecil?

Keberadaan upah per jam (berdasarkan satuan waktu), juga terlihat dari revisi Pasal 92 yang dalam Ayat (2) menjadi seperti ini:

Perubahan Pasal 92 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja: Struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk penetapan upah berdasarkan satuan waktu.

Meskipun di dalam RUU Cipta Kerja tidak secara tegas dikatakan upah per jam, namun perangkat hukum yang kelak akan digunakan sebagai upah per jam sudah disiapkan. Jika ini diberlakukan, buruh akan benar-benar cilaka.

Pos terkait