Besok, KSPI Daftarkan Gugatan ke PTUN Bandung

Jakarta, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tidak hanya gertak sambal ketika menyatakan menolak penetapan upah padat karya di 4 daerah, yaitu Kabupaten Purwakata, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi; yang nilainya di bawah nilai upah minimum kabupaten kota (UMK). Selain melakukan serangkaian aksi, KSPI juga akan melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan gugatan ke PTUN Bandung terhadap keputusan upah padat karya.

Hal ini disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Kamis (5/8/2017). Lebih lanjut Said Iqbal mengatakan, gugatan tersebut secara resmi akan didaftarkan ke PTUN Bandung pada hari Jum’at, tanggal 25 Agustus 2017.

Bacaan Lainnya

Tidak hanya sekedar mendaftarkan gugatan, pada saat bersamaan, KSPI juga akan melakukan aksi besar-besaran di PTUN Bandung dan Gedung Sate.

“Pendaftaran gugatan juga akan diiringi dengan aksi ribuan buruh ke PTUN Bandung yang dilanjutkan ke Gedung Sate,” ujar Said Iqbal.

Menurut pria yang juga menjabat sebagai Governing Body ILO ini, kebijakan upah padat karya menunjukkan pemerintah sangat pro pasar dan kapitalis. Kebijakan ini hanya melindungi kepentingan pengusaha tanpa memperhatikan kepentingan buruh dan peningkatan kesejahteraan. Padahal kondisi buruh sekarang ini sangat terpuruk daya belinya. Ini dibuktikan dengan tutupnya perusahaan di industri ritel, keramik, pertambangan, dan garmen.

Penutupan perusahaan tersebut bukan karena persoalan upah minimum, tetapi lebih karena lesunya perekonomian nasional dan menurunnya daya beli. Kalau upah minimum padat karya makin murah, maka daya beli makin menurun lagi. Konsumsi juga akan ikut menurun.

“Tercium sekali bau sangit kepentingan pengusaha industri padat karya. Pemeritah tunduk pada pemilik modal tanpa memperhatikan kesejahteraan buruh, bahkan ikut menakuti-nakuti buruh dengan akan adanya PHK besar-besaran jika upah minimum padat karya tidak diberlalkukan,” tegasnya.

Pengacara dari LBH FSPMI, Basrizal, menyebut bahwa Pemerintah dalam hal ini Gubernur Jawa Barat telah keliru, tanpa Kewenangan dan menyalahi Prosedural mengeluarkan putusan yang diberi nama upah padat karya.

Menurut Basrizal, ada beberapa alasan mendasar dari upah padat karya tersebut. Pertama, bahwa jelas yang amat mendasar tidak boleh ada upah dibawah Upah minimum Propinsi dan atau Kota/kabupaten.

Kedua, tidak ada dalam aturan istilah upah padat karya. Dan yang ketiga, penetapan atau keputusan tentang upah seharusnya melalui proses perundingan di Dewan Pengupahan yang kemudian menjadi rekomendasi penetapan upah, tetapi upah padat karya tidak lahir rekomendasi Dewan Pengupahan.

“Atas dasar hal tersebut, maka kami sangat yakin Pengadilan akan membatalkan upah padat karya yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat tanpa prosedur yang benar,” pungkas pria yang menjadi Koordinator tim hukum yang menggugat upah padat karya.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *