Apa Yang Sebenarnya Terjadi, Sehingga Presiden dan Sekjen KSPI Diperiksa Polisi Terkait Makar

Jakarta, KPonline – Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi membantah massa buruh terlibat dugaan upaya makar. Rusdi juga menyatakan bahwa aktivis Ratna Sarumpaet juga tidak pernah mengajak massa KSPI untuk melakukan upaya makar dengan menduduki gedung DPR/MPR.

Selama pemeriksaan, Rusdi dicecar 14 pertanyaan oleh penyidik yang berkaitan dengan Ratna Sarumpaet sebagai tersangka. Rusdi membeberkan dirinya mengenal Ratna saat peringatan HUT RI 17 Agustus 2016 lalu di Kampung Akurium, terkait isu penggusuran dan masalah reklamasi, di Gedung Joeang.

Bacaan Lainnya

“Selebihnya ditanya apakah menghadiri rapat di UBK, apakah menghadiri rapat di Sari Pan Pasific, ya kita, saya jawab enggak pernah diundang dan enggak hadir,” lanjutnya.

Selama satu setengah jam pemeriksaan, lanjut Rusdi, penyidik tidak pernah menyinggung soal aliran dana dugaan upaya makar. Rusdi menekankan, massa buruh tidak pernah terlibat dalam dugaan makar.

“Buruh tidak pernah berpikir ke makar, tidak ada rencana buruh makar. Sejauh ini kita lihat tidak ada upaya untuk gerakan makar terhadap negara,” tegasnya.

Adapun aksi 2 Desember yang dilakukan massa KSPI di Tugu Tani yang bersamaan dengan aksi ‘Bela Islam III’, tidak pernah ditunggangi untuk dugaan makar. Ia kembali menegaskan bahwa aksi tersebut murni untuk memperjuangkan nasib buruh.

“Tanggal dua Desember buruh aksi terkait dengan isu upah karena aksi tanggal 2 itu reaksi sebenernya. Reaksi kemarahan kaum buruh karena pada akhir November sekitar tanggal 21 November usulan-usulan itu, usulan UMK kenaikan upah minimum kota yang diusulkan oleh Bupati, Wali Kota yang kenaikannya 15-20 persen dibatalkan oleh SK gubernur,” terang Rusdi.

Atas hal itu, massa buruh pun merencanakan aksi besar-besaran tanggal 2 Desember. Meski bersamaan dengan aksi umat muslim di Monas, namun agenda yang dibawa massa buruh, berbeda.

“Kita aksi sekitar ada sekitar 10-20 ribu massa di sekitar Patung Tani, sebagian tidak bisa masuk karena di Patung Tani itu jam 8 jam 9 sudah penuh dan kita tidak bisa masuk,” lanjutnya. Aksi tersebut juga telah dikoordinasikan oleh KSPI dengan pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya sebelumnya, pada tanggal 30 November 2016.

“Bahwasanya aksi ini aksi damai dan tuntutan buruh adalah hanya dua adalah cabut PP No 78 Tahun 2015, naikkan upah minimum 15-20 persen, jadi tidak menggunakan PP No 78 yang kemudian adalah terkait dengan isu korupsi, isu reklamasi dan juga penistaan agama,” tandas Rusdi.

Rachmawati Mengaku Tidak Kenal Said Iqbal

Sementara itu, tokoh nasional Rachmawati Soekarnoputri tidak pernah menghubungi Presiden KSPI Said Iqbal, apalagi meminta untuk menurunkan massanya dalam aksi yang direncanakan tanggal 2 Desember 2016 lalu.

Bahkan, menurut putri Bung Karno itu, dirinya tidak mengenal Said Iqbal. Menurutnya, aksi yang mereka rencanakan pada tanggal 2 Desember 2016 dalam rangka solidaritas terhadap perjuangan kelompok Muslim terkait dengan penistaan agama Islam yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Serta, yang sudah menjadi concern Rachma sejak lama, menyerahkan petisi kembali ke UUD 1945 yang asli kepada pimpinan MPR RI. “Saya tidak mengenal Said Iqbal. Jadi tidak ada hubungannya antara aksi yang direncanakan Gerakan Selamatkan NKRI (Rachma Cs.) dengan KSPI,” kata Rachma, melalui siaran pers yang diterima redaksi, Selasa (13/12).

Pernyataan Rachma ini disampaikan untuk meng-counter pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Mochamad Iriawan yang mengatakan bahwa Rachma sempat meminta agar KSPI ikut dalam aksi kembali ke UUD 1945 yang asli.

Namun, menurut Kapolda Metro Jaya, Said Iqbal tidak merespon. Dalam wawancara yang diterbitkan salah satu majalah itu, Kapolda Metro Jaya juga mengatakan dirinya lah yang meminta agar Iqbal tidak turun.

“Pernyataan itu tidak benar. Saya tidak mengenal Said Iqbal dan tidak pernah meminta dia ikut kami (Gerakan Selamatkan NKRI). Yang saya dengar massa KSPI turun di depan Istana, dekat dengan lokasi aksi 212 di Silang Monas,” kata Rachma menegaskan.

Presiden KSPI memberikan keterangan kepada pers usai diperiksa sebagai saksi terkait makar.
Presiden KSPI memberikan keterangan kepada pers usai diperiksa sebagai saksi terkait makar.

Said Iqbal Percaya Tidak Ada Makar 

Terkait dengan adanya dugaan makar, Presiden KSPI Said Iqbal meyakini jika delapan tokoh yang telah ditetapkan sebagai tersangka sangat tidak merancang aksi makar seperti yang disangkakan pihak kepolisian. Alasannya, kata dia, untuk melakukan aksi makar dibutuhkan persiapan yang matang seperti persenjataan dan bantuan logistik.

“Kalau sikap buruh dari awal sudah jelas bahwa kita tidak percaya makar dilakukan para terduga disangka ini. Karena mereka tidak memiliki kemampuan senjata, logistik dan sebagainya,” kata Said Iqbal di Polda Metro Jaya, Senin (19/12/2016).

Dia juga menilai adanya upaya penangkapan dan penetapan tersangka terhadap tokoh-tokoh tersebut bisa mengganggu proses berjalannya demokrasi di Indonesia. Sebab, dia berpikir delapan tokoh tersebut hanya mengeluarkan pandangannya untuk bersikap kritis.

“Yang kedua kalau ada orang kritis itu jangan dibungkam dengan tuduhan yang berat sehingga demokrasi nggak sehat, demokrasi yang sehat kalu ada check and balance. Jadi orang yang bersikap kritis itu wajar. Oleh karena itu buruh berpendapat check and balance dalam negara berdemokrasi itu penting,” katanya.

Said Iqbal pun mengaku sepakat dengan pernyataan beberapa pihak yang menduga jika para tokoh yang ditetapkan kasus makar adalah orang-orang yang sangat kritis kepada Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bukan kasus lain.

“Kalau melihat dari beberapa statementnya iya (kritis terhadap Ahok),” kata dia.

Kata dia, salah satu tersangka kasus dugaan makar, Ratna Sarumpaet dianggap sangat kontra terhadap kebijakan Ahok. Said Iqbal mengaku kenal dengan Ratna ketika buruh ikut bergabung menolak penggurusan yang dilakukan Ahok di kawasan Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara beberapa waktu lalu.

“Lebih jauh saya nggak gitu kenal dengan semua tokoh itu kecuali Ratna. Ratna dengan buruh itu singgungannya adalah ketika kita menolak penggusuran di kampung Akuarium. Itu aja nggak ada yang lain,” katanya.

Sebelumnya, Kepolisian telah menetapkan 12 tokoh menjadi tersangka. Sebelas tokoh diciduk di beberapa lokasi berbeda menjelang aksi damai pada Jumat (2/12/2016). Satu tokoh lagi diciduk, Kamis (8/12/2016) dini hari.

Delapan orang yang ditetapkan menjadi tersangka dugaan upaya makar, yakni mantan anggota staf ahli Panglima TNI Brigadir Jenderal (purn) Adityawarman Thaha, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (purn) Kivlan Zein, Sri Bintang Pamungkas, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Bidang Ideologi Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Ketua Bidang Pengkajian Ideologi Partai Gerindra Eko Suryo Santjojo, aktivis Solidaritas Sahabat Cendana Firza Husein, dan tokoh buruh Alvin Indra Al Fariz.

Tiga tersangka yang lain, Ketua Komando Barisan Rakyat Rizal Izal, Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta Utara Jamran, Hatta Taliwang disangka melakukan penyebaran ujaran kebencian.

Sedangkan, Ahmad Dhani disangkakan melakukan penghinaan terhadap Presiden Jokowi. (*)

Pos terkait