Angkat Topi Untuk Retno Listyarti, si Perempuan Pemberani

Jakarta, KPonline – Jika bukan Retno Listyarti, barangkali ceritanya akan lain. Tetapi dasar Retno, dia berhasil mengukir sejarah.

Cerita ini berawal dari perginya Retno meninggalkan sekolah yang dipimpinnya sesaat sebelum Ujian Nasional Tahun 2015 akan berlangsung, untuk memenuhi wawancara dengan sebuah stasiun televisi. Saat itu, Retno menjabat sebagai Kepala SMA 3.

Bacaan Lainnya

Atas dasar itu, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberhentikan Retno dari jabatan sebagai Kepala SMA 3.

Retno tidak terima diberhentikan. Dia pemberani. Karena itu dia melawan — tentu dengan cara-cara yang dibenarkan oleh konstitusi.

Retno bukan tidak tahu siapa yang akan dihadapinya. Tidak saja Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Tetapi juga, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.

Bahkan kala itu Ahok menegaskan, Retno sulit untuk memimpin sebuah sekolah kembali. Alasannya, Retno sudah menyibukkan diri dengan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

“Enggak, dia sibuk. Kalau lihat mentalnya seperti itu, ya susahlah. Orangtua sudah susah berubah,” kata Basuki seusai menjadi Inspektur Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Lapangan Eks IRTI Monas, Jakarta, Rabu (20/5/2015).

Menurut Ahok, meski Retno dicopot jabatannya dari kepala sekolah, pangkatnya tetap tidak diturunkan. Sanksi yang diberikan pun tergolong kategori ringan, hanya berupa teguran. Selain itu, Retno tetap dapat menjabat sebagai guru di SMA Negeri 13.

Lagi pula, kata Basuki, jabatan kepala sekolah merupakan tugas tambahan seorang guru dari Dinas Pendidikan sehingga ia meminta Retno untuk tidak memperuncing masalah ini.

“Itu kan keputusan dari BKD (Badan Kepegawaian Daerah) juga, pendisiplinan pegawai, mana bisa saya ikut campur. Orang dia katakan kok, sebagai sekjen dia harus (ikut) interview TV, ya sudahlah sesuai dengan aturan BKD yang menghukum ringan cuma negur saja. Jadi, pecat dia dari kepsek itu juga bukan bagian hukuman, itu hanya bagian dari kami menilai si guru ini enggak bisa dikasih tambahan tugas sebagai kepsek,” kata Ahok.

Tetapi Retno tetap merasa pemberhentiannya sebagai kepala sekolah tidak berdasar. Akhirnya perempuan ini menggugat Surat Keputusan (SK) Kadisdik DKI Jakarta nomor 355/2015 tentang pencopotannya sebagai Kepala SMAN 3 Jakarta. Ia melayangkan gugatannya sekitar Agustus 2015 di PTUN Jakarta. Kata Retno, dia menggugat SK Kepala Dinas untuk mencari keadilan. Ia hendak menguji apakah keputusan pemecatannya sudah benar atau tidak.

Singkat kata, Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur mengabulkan gugatan mantan Kepala SMA 3 Retno Listyarti. Hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana menyatakan, dalam pokok perkara mengabulkan seluruh gugatan Retno. Terbukti, Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan nomor 355 Tahun 2015 batal demi hukum. Tidak hanya itu, Hakim meminta tergugat untuk mengembalikan jabatan Retno sebagai kepala sekolah, serta mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi harkat dan martabat Retno sebagai kepala sekolah menengah atas di Provinsi DKI Jakarta.

Di tingkat banding, Retno tetap menang. Bahkan hingga di Mahkamah Agung. Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasi yang diajukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terhadap mantan Kepala SMAN 3 Jakarta, Retno Listyarti.

Dalam situs kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, amar putusan perkara dengan nomor register 474 K/TUN/2016 tertulis “TOLAK KASASI”. Putusan tersebut dikeluarkan pada Selasa (13/12/2016).

Saya rasa, kita perlu angkat topi untuk Retno Listyarti, si perempuan pemberani. Keberanian Retno melawan “orang-orang besar”, layak untuk diapresiasi. Ini sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi kita, untuk tidak tunduk pada penguasa jika keputusannya tidak adil dan melanggar bertentangan dengan hukum. (*)

 

 

Pos terkait