TERGULINGNYA PERIUK AKTIVIS BURUH

Aktifis Buruh sedang melakukan sosilisasi kepada masyarakat

Jawa timur, KPonline – Hari itu handphone seorang elit aktivis buruh Jatim berdering. Sepertinya
sedang di telfon oleh isterinya ,”Ayah…susu untuk jatah si kecil barusan habis , aku tak ada duit
buat beli , kalau ayah ada duit , beliinya”. Ia terdiam sejenak sambil bernafas panjang , lalu menjawab percakapan
isterinya , “Begini bunda , ayah sedang berdiskusi dengan bos grup perusahaan terkemuka di negeri ini , tentang
kenaikan UMK Jatim terutama ring satu , mereka inginkan agar UMK tak naik signifikan , ini ayah disodori cek , kata
dia ayah disuruh menulis sendiri ,berapa nominal yang ayah mau , asal UMK nggak naik banyak – banyak”.
Siisteri terdiam , kemudian bertanya,”Memang , apa maksudnya yah ?”

Dengan bijak aktivis ini menjelaskan , bahwa dirinya sedang tak ada uang , dan menanyakan pada isterinya , apakah mau duit suap dari bos pengusaha tadi. Si isteri menjawab,”Jangan yah…nggak barokah duit seperti itu”.
“Ya…jika begitu nanti sepulang acara ini , aku cari pinjaman ke teman , buat beli susu”, tegas si aktivis kepada isterinya.

Bacaan Lainnya

Pertemuan hari itu diakhiri , dengan tidak ada sebuah kesepakatan. Dalam benak si aktivis itu , bukan maksud
mencari harta benda dari pertemuan itu. Walaupun sebenarnya memang butuh , tetapi bukan dengan cara seperti itu ,
menjual nasib jutaan manusia dari kaumnya.

Memang hari itu ia tak berfikir tentang kesepakatan. Ia mau menemui si bos pengusaha itu , sekedar agar ada
pengertian , bahwa pengusaha tanpa buruh adalah nothing. Mau sebesar apapun pabriknya , mau sebesar apapun jumlah uang mereka. Tanpa buruh , pabrik – pabrik itu hanya jadi rumah lelembut , uang – uang mereka tak bermanfaat , hanya bikin penuh brangkas saja. Atau bahkan akan menjadi sampah.
.
Itulah satu sisi dari sekian jumlahnya elit buruh. Semakin tinggi nilai tawarnya dalam memimpin gerakan buruh , maka semakin tinggi godaannya. Mulai dari dicoba dibeli dengan materi maupun dibeli dengan fasilitas posisi. Memang
banyak yang terjerumus , namun masih ada yang konsisten pada idealnya seorang pemimpin kaum buruh. Yaitu
amanah bertanggung jawab pada kemaslahatan anggotanya.

Walaupun konsekwensi yang ditanggung oleh dia dan keluarganya , sangat berbanding terbalik dengan apa yang telah ia
lakukan untuk perjuangan kesejahteraan kaum buruh.
.
Kadang aku tak terima dan mengelus dada. Ketika apa yang telah dilakukan , oleh para elit buruh dengan begitu
hebatnya. Namun di sisi yang lain , ada yang tega menebar fitnah kepadanya. Disangkakan kepadanya elit buruh ,
tukang penghabis dana cost anggota. Yang memang dana cost itu banyak digunakan , tetapi sebagai manusia
yang berfikir , tidakkah mencari penjelasan , untuk apa saja dana cost itu digunakan. Apakah digunakan diluar
kepentingan buruh dan organisasinya ? Bukanya membuat pendapat sendiri , yang kadang menyakitkan perasaan.
.
Bukan itu saja , yang lebih menyakitkan lagi. Ketika dikatakan padanya , bahwa
ia punya deal – deal dengan pengusaha – pengusaha. Mari periksa kehidupannya , lihat keluarganya , lihat
tempat tinggalnya yang tembok dindingnya rontok.

Lihat pula cat rumahnya tak pernah ganti . Lihat pula , itupun kadang masih kontrak. Lihat pula depan rumahnya , tak ada mobil bagus , hanya gerobak bermesin keluaran tahun delapan puluhan. Berbeda jauh dengan
anggota – anggota , rekan – rekan sekerjanya di pabrik. Yang bekerja normal untuk pribadi dan keluarganya ,
masih bisa melakukan overtime setiap hari , masih bisa menjaga absensi. Agar punya konduite yang bagus , sehingga
berdampak bagus pula pada penerimaa bonus akhir tahun.
.
Tulisan ini , hanya sebagai pembelaanku kepada pemimpinku. Karena inilah juga yang aku lakukan
kepada siapa – siapa yang pernah menjadi pemimpinku. Agar aku tak terjebak prasangka yang tidak rasional ,
maka aku pun berusaha merasakan. Tentang atmosfir apa yang dialami oleh pemimpinku dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin buruh.

Sedangkan aku sebagai anggota sebuah serikat buruh/pekerja. Barangkali hal ini pula yang harus kawan – kawan lain
lakukan sebagai anggota. Selain itu juga selalu menjaganya agar selalu amanah , dengan saling ingat – mengingatkan.
.
Tergulingnya periuk , adalah sebuah ibarat. Mewarnai kehidupan manusia – manusia yang berjuang. Yang mana
minimnya materi , mewarnai di jalan kehidupanya. Tergulingnya periuk , banyak menghantui jalan perjuangan
kaum buruh sendiri , yang seharusnya mereka tak ada ketakutan dalam memperjuangkan nasibnya. Hal ini yang
membuat mereka takut bergerak. Takut periuknya terguling , padahal selama ini periuk yang ada di dapur mereka tak
pernah berisi penuh. Sehingga juga mudah terguling oleh tingkah kucing nakal , apalagi saat – saat tanggal tua.
Sebuah fakta yang sulit dimengerti.

Tak berani bertindak , karena takut miskin , yang sebenarnya mereka tak pernah kaya. Takut lapar , padahal sebenarnya tak pernah perutnya kenyang. Takut mati ketika jiwa tak pernah hidup.
Bagaimana bisa bangkit jika tak pernah hidup ? Hiduplah buruh ! ( Rumah Rakyat, Tim Media FSPMi Jawa Timur )

Pos terkait