Dari Omah Buruh Hingga Tuntutan 30% Kawasan Industri Untuk Ruang Publik

Bekasi, KPonline – Setiap kali mendengar nama omah buruh, hati saya bergetar. Seolah ada yang menyentuh perasaan. Mungkin ini terjadi bukan hanya pada diri saya sendiri, melainkan kepada orang-orang yang juga mempunyai ikatan emosional dengan sebuah tempat yang terletak di jembatan buntung, penghubung Kawasan MM2100 dan kawasan EJIP.

Disebut jembatan buntung, karena jembatan yang sudah dibangun puluhan tahun itu tidak kunjung selesai. Di atas jembatan inilah, tahun 2012, buruh Bekasi mendirikan semacam rumah aspirasi untuk menampung segala keluh kesah, tempat konsolidasi, pendidikan, dan pusat pergerakan.

Bacaan Lainnya

Setelah 5 tahun berlalu, ada kabar jika jembatan buntung tersebut akan difungsikan sebagai jalan penguhubung antar Kawasan MM 2100 dan EJIP. Bahkan jembatan buntung II yaitu jembatan sebelah sudah difungsikan sejak bulan Agustus 2017.

Omah buruh mendapatkan surat pemberitahuan bahwa jembatan yang di atasnya ada omah buruhnya akan segera difungsikan. Oleh karena itu, omah buruh harus segera dikosongkan.

Tentu ada pro dan kontra terkait pengosongan omah buruh. Namun demikian, buruh menyadari, ketika jembatan ini difungsikan, masyarakat — tentu saja kaum buruh di dalamnya — akan diuntungkan. Selain jarak tempuh menjadi lebih cepat, buruh tidak perlu lagi merogoh kocek lagi untuk melintas perahu eretan.

Mendirikan Omah Buruh II
Buruh Bekasi foto bersama setelah “babat alas” tempat berdirinya Omah Buruh II. (Foto: Fb Adhie Bachtiar)

Buruh Bekasi berfikir, harus ada tempat pengganti untuk omah buruh. Melihat di dekat jembatan buntung ada lahan kosong yang ditumbuhi semak belukar dan pohon Selong atau Pete Cina, buruh sepakat untuk memindahkan omah buruh ke tempat itu.

Tepatnya pada hari Minggu, 3 September 2017, buruh mulai melakukan babat alas Omah Buruh Part II yang berarti dimulainya pendirian omah buruh yang baru. Tetapi hanya beberapa jam setelah proses babat alas dilakukan, besok paginya, didapat informasi jika tengah malam tenda dibongkar oleh Security EJIP dan dibawa oleh ke pihak keamanan.

Mendengar informasi tersebut, buruh Bekasi berdatangan ke Omah Buruh, Senin (4/9/2017).

Pihak EJIP mengklaim jika tanah yang sedang dibabat oleh buruh adalah tanah milik Kawasan EJIP dan dijalan menuju lokasi kawasan Omah buruh Part II di bentangkan banner bertuliskan “Tanah ini milik Kawasan Ejip” serta dituliskan ancaman bahwa “dilarang mendirikan bangunan tanpa seijin pihak PT. EJIP dengan ancaman dipidana Pasal 167 jo pasal 389 dan UU No13/1992 pasal 4.

Tentu para pimpinan buruh khususnya dibekasi tidak Tinggal diam dengan apa yang dilakukan oleh Pihak EJIP. Deputi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Obon Tabroni geram. Tidak hanya itu, Sekretaris KC FSPMI Bekasi Amir Mahfud bersama anggota DPRD Bekasi Nyumarno yang juga kader FSPMI mendatangi pihak terkait untuk memastikan kebenaran klaim yang dilakukan Pihak EJIP.

Menurut buruh, tempat itu bukan termasuk Kawasan Industri EJIP. Tetapi itu tanah irigasi, milik Pemerintah.

Tak Ada Ruang Publik, Kawasan Industri Diduga Melanggar PP 142/2015 dan Permen 40/2016

Ditelisik lebih dalam, Pengelola kawasan industri berkewajiban memiliki ruang publik yang diatur dalam Permen Perindustrian Nomor: 35/M-IND/Per/3/2010 sebagaimana telah direvisi Permen Perindustrian Nomor 40 tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri.

Dalam peraturan tersebut dijelaskan, luas area kavling industri maksimal 70% dari luas kawasan industri. Sisanya, Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 10%. Jalan dan Saluran sebesar 8-12%. Dan 8% lagi untuk Fasilitas Sarana dan Prasarana Penunjang seperti instalasi pengolah air limbah, Kantor Pengelola, Unit Pemadam Kebakaran, Klinik Kesehatan, Sarana Ibadah, Sarana Olahraga, Perumahan Karyawan dan Sarana Penunjang lainnya.

Di Bekasi, setidaknya ada 18 kawasan industri dengan luas mencapai 6.719,4 hektar, menjadi kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara, dengan 4.000 pabrik berdiri di daerah ini.

Hanya saja, dari 18 kawasan yang ada hanya fokus pada pendirian pabrik. Tidak ada regulasi yang mengatur secara rinci tentang kewajiban kawasan memiliki RTH, sarana penunjang bagi buruh hingga pembangunan IPAL.
Berdasarkan hal tersebut, ratusan buruh Bekasi melakukan aksi ke unjuk rasa ke Pemda Kabupaten Bekasi dan DPRD Kabupaten Bekasi, mendesak ditegakkanya aturan terkait kewajiban 30% kawasan industri difungsikan sebagai fasilitas Umum.

“Peraturan sebenarnya sudah ada, tinggal bagaimana diawasi. Kabupaten Bekasi punya 18 kawasan, tapi saya rasa tidak ada satu pun kawasan yang mementingkan sarana dan prasarana. Mereka hanya fokus pada sisi komersil. Seperti contoh salah satu kawasan di Cikarang Selatan, luasnya sekitar 300 hektar, kalau dicek apakah RTH-nya sudah 10 persen, kemudian saluran airnya sudah baik? Saya kira belum,” kata Obon Tabroni

Gerakan Ganti Foto Profile

Berawal dari postingan Obon Tabroni Tabroni di facebook, yang mengganti photo profilenya dengan photo papan nama Kawasan EJIP dengan tulisan: Kawasan EJIP diduga melanggar PP 142/2015 dan Permen 40/2016 terkait Kewajiban Menyediakan Perumahan Buruh.

Jadiin foto profile yu, kayanya indah,” tulis Obon. Dengan segera, buruh Bekasi ramai-ramai ganti foto profile dengan gambar tersebut.

Foto inilah yang dijadikan foto profile oleh buruh Bekasi di media sosial.

Terkait dengan hal ini, akun facebook Yous Asdiyanto Siddik menulis status panjang sebagai berikut:

Beramai-ramai netizen Bekasi mengganti foto profilenya masing-masing. Ini sudah tidak aneh di kalangan buruh Bekasi, terutama yang bergabung di FSPMI. Karena sering kali ajakan untuk mengganti profile ini terjadi.

Ganti foto profile dilakukan untuk berbagai kasus. Baik kasus yang bersinggungan dengan perburuhan, ataupun yang berhubungan dengan komunitas rakyat yang lain.

Ini menarik, karena dengan demikian, maka banyak orang yang di luar Bekasi menjadi tau apa yang terjadi. Karena otomatis yang berkawan dengannya dan bukan dari daerah yang sama akan bertanya atau mencari tau apa yang terjadi. Penyebaran informasi seperti ini sangat powerfull dibanding dengan memasang iklan di koran konvensional yang butuh dana lumayan untuk pemasangan iklannya.

Saat ini yang lagi ramai dikalangan buruh Bekasi, yaitu tentang Omah Buruh, yang menurut informasi akan di bongkar karena akses jalan dari Ejip ke MM2100 segera diberlakukan. Buruh Bekasi yang tergabung di FSPMI sebagai deklarator Omah Buruh, berniat memindahkan lokasi ke tanah kosong di samping jembatan penghubung EJIP dan MM2100. Dimana lokasi itu, adalah lahan kosong dekat sungai yang mengalir dibawah jembatan buntung, jembatan dimana Omah Buruh saat ini berada.

Rencananya, disamping sebagai Omah Buruh 2 sebagai tempat konsoldasi buruh-buruh Bekasi, juga akan dibuatkan sarana penghijauan, pelatihan keahlian untuk buruh-buruh yang ter-PHK, bercocok tanam, apotik hidup dan berbagai kegiatan berguna lainnya.

Akan tetapi niat itu tersandung dengan peraturan atau undang-undang yang berlaku menurut staff Legal dari EJIP yang datang, Jumat (9/9/ 2017). Menurut mereka, area yang akan dijadikan Omah Buruh II itu masih termasuk area mereka, dan dijadikan sebagai area ‘hijau’, berdasarkan surat dari BPN. Mereka akan mempertahankan area itu dari segala gangguan dan menyarankan agar buruh tidak meneruskan niat itu, karena akan terkena konsekuensi hukum.

DPRD Bekasi Rekomendasikan 5 Solusi
Buruh Bekasi melakukan aksi unjuk rasa, mendesak Kawasan Industri menyediakan 30% lahan untuk kepentingan publik. (Foto: Fb Nyumarno)

Pasca aksi, salah satu anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno, menyampaikan 5 solusi dari DPRD Kabupaten Bekasi:

1. DPRD Kabupaten Bekasi menginisiasi lahirnya Perda tentang Rencana Induk Perindustrian Daerah sebagaimana diamanahkan oleh Pasal 11, UU No.3 tahun 2014 tentang Perindustrian.

2. Akan melibatkan pihak Kawasan Industri, Pihak Pekerja, ahli perindustrian, dan instansi terkait lainnya dalam pembuatan Naskah Akademik dan Rancangan Perda tentang Rencana Induk Perindustrian Daerah, yang mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 40 tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri, yang diantaranya mengatur hal-hal sebagai berikut:
a). Luas Area Kavling Industri maksimal 70% dari luas Kawasan Industri;
b). Ruang Terbuka Hijau (RTH) 10%;
c). Jalan dan Saluran sebesar 8-12%;
d). Fasilitas Sarana dan Prasarana Penunjang seperti instalasi pengolah air limbah, Kantor Pengelola, Unit Pemadam Kebakaran, Klinik Kesehatan, Sarana Ibadah, Sarana Olahraga, Perumahan Karyawandan Sarana Penunjang lainnya sebesar sekitar 8%;

3. Menginisiasi dan memasukkan tanggung jawab Kawasan Industri terkait Sarana dan Prasarana Penunjang Industri di dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) 2018-2022.

4. Mendorong Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk melakukan Penegakan Perda No.6 tahun 2001 tentang Fasilitas Kesejahteraan Pekerja, diantaranya Kewajiban Perusahaan dan/atau Kawasan Industri untuk menyediakan Fasilitas Tempat Ibadah, Fasilitas Transportasi Pekerja, Fasilitas Makan Pekerja, dan Fasilitas Kesejahteraan Pekerja Lainnya.

5. Berkoordinasi dengan Bidang Tata Ruang pada Dinas PUPR untuk menanyakan kejelasan Peta Desa, Peta Kawasan Industri, Peta PJT II pada BBWS, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta instansi terkait lainnya untuk memastikan batas-batas Kawasan Industri.

Penulis: Dedy Supriyanto dan Kahar S. Cahyono

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *