Buruh PT Dada Indonesia, Upah Sektor Garmen, dan Komitmen Bupati Dedi Mulyadi

Jakarta, KPonline – Tulisan kontributor Media Perdjoeangan Purwakarta, Lestareno, berjudul ‘Upah Buruh PT Dada Indonesia di Bawah UMK, Apakah Karena Purwakarta Istimewa?‘ termasuk yang paling banyak mendapat tanggapan dari pembaca. Seperti disampaikan dalam tulisan itu, buruh di PT Dada Indonesia hingga saat ini mendapatkan upah di bawah UMK Purwakarta.

Seperti kita tahu, UMK Purwakarta tahun 2017 adalah Rp 3.169.549. Tetapi PT Dada Indonesia hanya membayar upah buruhnya sebesar Rp 2.553.000. Lebih rendah sekitar Rp 600.000 dari yang seharusnya.

Padahal, berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, membayar upah buruh lebih rendah dari upah minimum adalah pelanggaran. Pelakunya bisa dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan.

Tetapi lihat saja sendiri. Seringkali Undang-Undang hanya indah ketika dibaca. Implementasinya tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Mengecewakan.

Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di PT Dada Indonesia. Beberapa perusahaan lain melakukan hal serupa.

Sudah lama buruh garmen di Purwakarta seperti dijadikan anak tiri. Tahun lalu, mereka bahkan resmi mendapatkan upah di bawah upah minimum. Ini akibat keberadaan upah sektor usaha. Dimana jenis industri garmen, boneka, topi, kulit, dan alas kaki, upahnya di kisaran 2,36 juta. Padahal UMK Purwakarta sebesar 3,16 juta.

Penerapan upah sektor usaha, juga terjadi di daerah lain. Untuk menyebut satu contoh, Bogor.

Tetapi kita patut bersyukur, mulai tahun 2017 ini, buruh berhasil mendesak Gubernur Jawa Barat untuk tidak mengesahkan upah sektoral yang nilainya di bawah UMK. Dengan demikian, setidaknya di Purwakarta, mustinya ada kenaikan upah sekitar 800 ribu. Mengigat tahun lalu upahnya ditetapkan jauh lebih rendah dari UMK.

Namun demikian, kalangan pengusaha tidak rela. Mereka tetap ngotot untuk menerapkan kebijakan seperti ini. Apindo meminta kepada Gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Sektor Garmen. Di Kota Bekasi yang nilai UMK-nya Rp3.601.650 bisa ditetapkan upah sektor garmen sebesar Rp3.100.000, Kabupaten Purwakarta dari Rp3.169.549 menjadi Rp2.546.744, Kabupaten Bogor Rp3.204.551 menjadi Rp2.810.150 dan Kota Depok Rp3.297.489 menjadi Rp2.930.000.

Terhadap usulan ini, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat Ferry Sofwan menegaskan tidak ada aturan yang bisa menjadi landasan hukum untuk menerbitkan upah minimum sektor provinsi sektor garmen di Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Purwakarta dan Depok, yang nilainya lebih rendah dari upah minimum.

Namun demikian, kita tidak boleh lengah. Buktinya, tahun-tahun sebelumnya bisa. Siapa yang bertanggungjawab atas kerugian buruh, yang haknya dilanggar akibat terbitnya peraturan yang tidak berdasar pada hukum tersebut?

Ini adalah tantangan tersendiri bagi serikat pekerja dan pihak-pihak terkait. Aturan sudah jelas, tinggal ketegasan untuk melakukan penegakan atas aturan tersebut.

Kembali ke PT Dada Indonesia, yang ada di Kabupaten Purwakarta. Dedi Mulyadi, orang nomor satu di Kabupaten ini, memiliki kedekatan khusus dengan buruh. Dia bahkan digadang-gadang maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat.

Apa hubungannya dengan semua ini? Tentu saja, sebagai pemimpin di Purwakarta, Dedi Mulyadi musti diuji. Apakah ia cukup punya nyali untuk menindak tegas “pengusaha nakal” yang mencoba mengangkai regulasi. Untuk kesekian kalinya, buruh garmen di Purwakarta turun tangan, untuk kemudian dengan tegas mengatakan: “bayar upah buruh sesuai dengan ketentuan!”