Buruh Perempuan Desak Konvensi ILO No. 183 Diratifikasi: Ini Isi dari Konvensi Tersebut

Jakarta, KPonline – Buruh Perempuan Indonesia memperingati Hari Perempuan Internasional dengan menggelar aksi di depan Gedung MPR/DPR, pada tanggal 8 Maret 2017. Salah satu tuntutan mereka adalah mendesak agar Konvensi ILO No 183 segera diratifikasi.

Agar semakin banyak pihak yang mengetahui isu dari Konvensi ILO NO 183, berikut adalah isi dari Konvensi ILO No 183 sebagaimana dimaksud:

Bacaan Lainnya

* * *

Konferensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional,

Setelah diadakan sidang di Jenewa oleh Badan Pimpinan Kantor Perburuhan Internasional, dan setelah bertemu dalam Sesinya yang ke-88 pada tanggal 30 Mei 2000, dan

Memperhatikan perlunya merevisi Konvensi Perlindungan Maternitas (Revisi), 1952, dan Rekomendasi Perlindungan Maternitas, 1952, guna untuk lebih mempromosikan kesetaraan semua perempuan dalam angkatan kerja dan kesehatan dan keselamatan ibu dan anak, dan dalam rangka mengakui keragaman dalam pembangunan ekonomi dan sosial para Anggota, serta keanekaragaman usaha, dan perkembangan perlindungan maternitas di dalam hukum dan praktek nasional, dan

Memperhatikan ketentuan-ketentuan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1979), Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak (1989), Deklarasi Beijing dan Platform untuk Aksi (1995), Deklarasi Organisasi Perburuhan Internasional tentang Kesetaraan Kesempatan dan Perlakuan bagi Pekerja Perempuan (1975), Deklarasi Organisasi Perburuhan Internasional tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja beserta Tindak Lanjutnya (1998), serta Konvensi-konvensi dan Rekomendasirekomendasi ketenagakerjaan internasional yang ditujukan untuk memastikan kesetaraan kesempatan dan perlakuan bagi pekerja laki-laki dan perempuan, khususnya Konvensi tentang Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981, dan

Mempertimbangkan keadaan pekerja perempuan dan kebutuhan untuk perlunya perlindungan untuk kehamilan, yang menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, dan

Memutuskan untuk menerima usulan-usulan tertentu sehubungan dengan revisi Konvensi Perlindungan Maternitas (Revisi), 1952, dan Rekomendasi, 1952, yang merupakan item keempat pada agenda sesi, dan

Menetapkan bahwa usulan-usulan ini akan berbentuk sebuah Konvensi internasional;

Mengadopsi pada hari ini tanggal lima belas Juni tahun dua ribu Konvensi berikut, yang dapat disebut sebagai Konvensi Perlindungan Maternitas, 2000.

RUANG LINGKUP

Pasal 1

Untuk tujuan Konvensi ini, istilah perempuan berlaku untuk setiap orang perempuan tanpa diskriminasi apapun dan istilah anak berlaku untuk setiap anak tanpa diskriminasi apapun

Pasal 2

1. Konvensi ini berlaku untuk semua perempuan yang bekerja, termasuk orang-orang dalam bentuk-bentuk pekerjaan dependenatipikal.

2. Namun, setiap Anggota yang meratifi kasi Konvensi ini dapat, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja terkait yang representatif, mengecualikan seluruh atau sebagian dari ruang lingkup Konvensi ini kategori pekerja tertentu bila pemberlakuannya pada mereka akan menimbulkan masalah khusus yang bersifat substansial.

3. Setiap Anggota yang memanfaatkan kemungkinan yang diberikan di paragraf sebelumnya harus, dalam laporan pertamanya tentang pemberlakuan Konvensi ini berdasarkan pasal 22 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional, menyebutkan kategori pekerja yang dikecualikan dan alasan pengecualiannya. Dalam laporan selanjutnya, Anggota tersebut harus menjelaskan langkah-langkah yang diambil dengan tujuan untuk memberlakukan secara bertahap ketentuan-ketentuan Konvensi untuk kategori ini.

PERLINDUNGAN KESEHATAN

Pasal 3

Setiap anggota, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang representatif, mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan bahwa perempuan hamil atau menyusui tidak diwajibkan untuk melaksanakan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang akan merugikan kesehatan ibu atau anak , atau bila penilaian telah menetapkan resiko yang signifikan terhadap kesehatan ibu atau anaknya.

CUTI MELAHIRKAN

Pasal 4

1. Pada pembuatan surat keterangan kesehatan atau surat keterangan lain yang sesuai, sebagaimana ditentukan oleh hukum dan praktek nasional, yang menyatakan prakiraan tanggal kelahiran, seorang perempuan yang padanya Konvensi ini berlaku berhak mendapatkan masa cuti melahirkan tidak kurang dari 14 minggu.

2. Lamanya masa cuti sebagaimana dimaksud di atas harus ditentukan oleh masing-masing Anggota dalam deklarasi yang menyertai ratifi kasi Konvensi ini.

3. Setiap Anggota selanjutnya dapat menyimpan pada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional deklarasi lebih lanjut yang memperpanjang masa cuti melahirkan.

4. Dengan memperhatikan perlindungan terhadap kesehatan ibu dan anak, cuti melahirkan harus mencakup masa cuti wajib enam minggu setelah melahirkan, kecuali disepakati lain pada tingkat nasional oleh pemerintah dan perwakilan organisasi pengusaha dan pekerja yang
representatif.

5. Bagian pralahir dari cuti melahirkan harus diperpanjang dengan masa yang berlalu antara prakiraan tanggal kelahiran dan tanggal kelahiran sesungguhnya, tanpa pengurangan bagian wajib dari cuti paska kelahiran.

CUTI KARENA SAKIT ATAU KOMPLIKASI

Pasal 5

Pada pembuatan surat keterangan kesehatan, cuti harus diberikan sebelum atau sesudah masa cuti melahirkan bila terdapat penyakit, komplikasi atau resiko komplikasi yang timbul dari kehamilan atau kelahiran. Sifat dan durasi maksimal cuti semacam itu dapat ditentukan sesuai dengan hukum dan praktek nasional.

TUNJANGAN

Pasal 6

1. Tunjangan tunai harus diberikan, sesuai dengan hukum dan peraturan nasional, atau dengan cara lain yang sesuai dengan kebiasaan nasional, kepada perempuan yang absen bekerja saat cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau 5.

2. Tunjangan tunai harus pada tingkat yang menjamin bahwa perempuan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan anaknya dalam kondisi kesehatan yang semestinya dan dengan standar hidup yang sesuai.

3. Bila, berdasarkan hukum atau praktek nasional, tunjangan tunai yang diberikan sehubungan dengan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 didasarkan pada pendapatan sebelumnya, jumlah tunjangan tersebut tidak boleh kurang dari dua pertiga pendapatan sebelumnya perempuan itu atau seperti pendapatan tersebut diperhitungkan untuk tujuan menghitung tunjangan.

4. Bila, berdasarkan hukum atau praktek nasional, metode lain digunakan untuk menentukan tunjangan tunai yang dibayarkan sehubungan dengan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, jumlah tunjangan tersebut harus sebanding dengan jumlah rata-rata yang dihasilkan dari pemberlakuan paragraf sebelumnya.

5. Setiap Anggota harus memastikan bahwa persyaratan untuk mendapatkan tunjangan tunai dapat dipenuhi oleh sebagian besar perempuan yang padanya Konvensi ini berlaku.

6. Bila seorang perempuan tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan tunjangan tunai sesuai hukum dan peraturan nasional atau dengan cara lain yang sesuai dengan praktek nasional, maka dia harus berhak atas tunjangan yang memadai dari dana bantuan sosial, dengan dikenakan uji kelayakan yang dipersyaratkan untuk bantuan tersebut .

7. Tunjangan kesehatan harus disediakan untuk perempuan dan anaknya sesuai dengan hukum dan peraturan nasional atau dengan cara lain yang sesuai dengan praktek nasional. Tunjangan kesehatan harus mencakup perawatan prakelahiran, kelahiran dan paska kelahiran, serta perawatan rumah sakit jika diperlukan.

8. Guna untuk melindungi situasi perempuan di dalam pasar tenaga kerja, tunjangan berkenaan dengan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan 5 harus diberikan melalui asuransi sosial wajib atau dana publik, atau dengan cara yang ditentukan oleh hukum dan praktek nasional. Seorang pengusaha tidak boleh secara individual bertanggung jawab atas biaya langsung tunjangan uang semacam itu untuk perempuan bekerja padanya tanpa persetujuan khusus pengusaha itu kecuali: (a) Hal tersebut diatur dalam hukum atau praktek nasional di suatu Negara anggota sebelum tanggal adopsi Konvensi ini oleh Konferensi Perburuhan Internasional; atau (b) selanjutnya disepakati di tingkat nasional oleh pemerintah dan organisasi pengusaha dan pekerja yang representatif.

Pasal 7

1. Anggota yang perekonomian dan sistem jaminan sosialnya tidak cukup berkembang harus dianggap telah mematuhi Pasal 6, ayat 3 dan 4, jika tunjangan tunai diberikan pada tingkat yang tidak lebih rendah dari tingkat yang harus dibayarkan untuk sakit atau cacat sementara sesuai dengan hukum dan peraturan nasional.

2. Anggota yang memanfaatkan kemungkinan yang diberikan di paragraf sebelumnya harus, dalam laporan pertamanya tentang pemberlakuan Konvensi ini berdasarkan pasal 22 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional, menjelaskan alasan untuk itu dan menunjukkan tingkat tunjangan tunai diberikan. Dalam laporannya selanjutnya, Anggota tersebut harus menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk tujuan meningkatkan secara bertahap tingkat tunjangan tersebut.

PERLINDUNGAN KERJA DAN NON-DISKRIMINASI

Pasal 8

1. Tidak sah bagi pengusaha untuk memutuskan hubungan kerja perempuan selama kehamilannya atau tidak adanya cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau 5 atau selama masa setelah dia kembali ke pekerjaan yang akan ditentukan oleh undang-undang atau peraturan nasional, kecuali dengan alasan yang tidak terkait dengan kehamilan atau kelahiran anak dan konsekuensi atau perawatannya. Beban pembuktian bahwa alasan pemberhentian tersebut tidak terkait dengan kehamilan atau persalinan dan konsekuensi atau perawatannya harus berada pada pengusaha.

2. Seorang perempuan dijamin haknya untuk kembali ke posisi yang sama atau posisi setara yang dibayar pada tingkat yang sama setelah selesai cuti melahirkannya.

Pasal 9

1. Setiap Anggota harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan kelahiran tidak menjadi sumber diskriminasi dalam pekerjaan, termasuk – meskipun ada Pasal 2, paragraf 1 – akses ke pekerjaan.

2. Langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada paragraf sebelumnya harus mencakup larangan menuntut tes kehamilan atau surat keterangan tes semacam itu saat seorang perempuan mendaftar kerja, kecuali jika dituntut oleh undang-undang atau peraturan nasional berkenaan dengan pekerjaan yang: (a) dilarang atau dibatasi bagi perempuan hamil atau menyusui berdasarkan undang-undang
atau peraturan nasional; atau (b) bila terdapat resiko yang diakui atau signifi kan terhadap kesehatan perempuan dan anak.

IBU MENYUSUI

Pasal 10

1. Seorang perempuan harus diberi hak untuk satu atau lebih istirahat harian atau pengurangan jam kerja harian untuk menyusui anaknya.

2. Masa istirahat untuk menyusui atau pengurangan jam kerja harian diperbolehkan; jumlahnya, durasi istirahat menyusui dan prosedur pengurangan jam kerja harian harus ditentukan oleh hukum dan praktek nasional. Istirahat atau pengurangan jam setiap hari kerja akan dihitung sebagai waktu kerja dan dibayar dengan sesuai.

TINJAUAN BERKALA

Pasal 11

Setiap anggota wajib mengkaji secara berkala, dengan berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang representatif, kesesuaian memperpanjang masa cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau meningkatkan jumlah atau tingkat tunjangan tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

PELAKSANAAN

Pasal 12

Konvensi ini harus dilaksanakan dengan sarana hukum atau peraturan, kecuali sejauh bisa diberlakukan dengan sarana lain seperti kesepakatan bersama, putusan arbitrase, putusan pengadilan, atau dengan sarana lain yang sesuai dengan praktek nasional.

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13

Konvensi ini merevisi Konvensi Perlindungan Maternitas (Revisi), 1952.

Pasal 14

Ratifikasi resmi Konvensi ini harus disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional untuk pendaftaran.

Pasal 15

1. Konvensi ini mengikat hanya Anggota Organisasi Perburuhan Internasional yang ratifi kasinya telah didaftarkan pada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional.

2. Konvensi ini mulai berlaku 12 bulan setelah tanggal ratifi kasi oleh dua Anggota terdaftar pada Direktur Jenderal.

3. Setelah itu, Konvensi ini akan mulai berlaku bagi setiap Anggota 12 bulan setelah tanggal ratifikasinya telah terdaftar.

Pasal 16

1. Anggota yang telah meratifi kasi Konvensi ini dapat membatalkannya setelah berakhirnya sepuluh tahun dari tanggal Konvensi ini mulai berlaku, dengan suatu tindakan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional untuk pendaftaran. Pembatalan semacam itu tidak akan berlaku hingga satu tahun setelah tanggal pendaftarannya.

2. Setiap Anggota yang telah meratifi kasi Konvensi ini dan yang tidak, dalam tahun setelah berakhirnya masa sepuluh tahun yang disebutkan di paragraf sebelumnya, menggunakan hak pembatalan yang ditetapkan di dalam Pasal ini, harus terikat untuk jangka waktu sepuluh tahun berikutnya dan, sesudah itu, dapat membatalkan Konvensi ini pada waktu berakhirnya setiap masa sepuluh tahun menurut ketentuan yang tercantum di Pasal ini.

Pasal 17

1. Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional harus memberitahukan kepada seluruh Anggota Organisasi Perburuhan Internasional tentang pendaftaran seluruh ratifi kasi dan tindakan pembatalan yang disampaikan oleh Anggota Organisasi tersebut.

2. Saat memberitahukan kepada Anggota Organisasi tentang pendaftaran ratifi kasi kedua, Direktur Jenderal harus meminta perhatian Anggota Organisasi terhadap tanggal Konvensi ini akan mulai berlaku.

Pasal 18

Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Internasional harus menyampaikan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pendaftaran sesuai dengan Pasal 102 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa keterangan lengkap seluruh ratifi kasi, pernyataan dan tindakan pembatalan yang terdaftar olehnya sesuai dengan ketentuan Pasal sebelumnya.

Pasal 19

Pada saat-saat tertentu bila dianggap perlu, Badan Pimpinan Kantor Perburuhan Internasional harus menyampaikan kepada Konperensi Umum laporan mengenai perjalanan Konvensi ini dan harus mengkaji perlunya meletakkan dalam agenda Konferensi persoalan revisinya seluruhnya atau
sebagian.

Pasal 20

1. Bila Konferensi mengadopsi sebuah Konvensi baru yang merevisi Konvensi ini seluruhnya atau sebagian, maka, kecuali bila Konvensi baru tersebut menetapkan lain: (a) ratifikasi oleh Anggota terhadap Konvensi revisi baru tersebut secara hukum akan mengakibatkan pencabutan segera atas Konvensi ini, meskipun ada ketentuan Pasal 22 di atas, jika dan bila Konvensi revisi baru tersebut mulai berlaku; (b) Sejak tanggal Konvensi revisi baru berlaku, Konvensi ini akan tidak lagi terbuka untuk ratifikasi oleh Anggota.

2. Konvensi ini bagaimanapun akan tetap berlaku dalam bentuk dan isi aslinya bagi Anggota yang sudah meratifi kasinya tetapi belum meratifi kasi Konvensi revisi.

Pasal 21

Versi bahasa Inggris dan Perancis dari teks Konvensi ini adalah sama-samaberlaku.

==========
Baca juga beragam artikel yang lain terkait dengan Buruh Perempuan.

Pos terkait