Wacana Kenaikan Harga BBM Bukti Negara Tidak Pro Rakyat

Purwakarta, KPonline – Wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi (Pertalite dan Biosolar) merupakan Kebijakan yang sangat jelas tidak pro rakyat. Apalagi setelah banyak kesulitan yang dialami oleh rakyat pasca pandemi Covid-19 dan kelangkaan minyak goreng.

Tentunya, kenaikan harga BBM hanya akan menyengsarakan rakyat. Terutama rakyat kecil dan diantaranya adalah kaum buruh atau kelas pekerja, dimana akibat dari kebijakan tersebut akan berdampak pada kenaikan kebutuhan bahan pokok.

Bacaan Lainnya

Kenapa bisa dikatakan demikian? Karena dengan naiknya harga BBM, otomatis inflasi tidak mungkin bisa dihindari karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang melalui tarif transportasi.

Oleh karena itu, Partai Buruh menolak wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Karena, kebijakan tersebut diyakini bakal meningkatkan inflasi secara tajam.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menjelaskan, kenaikan harga BBM ini bakal memberatkan kalangan pekerja yang sudah bertahun-tahun tak naik gaji secara signifikan karena pandemi Covid-19 dan penerapan UU Cipta Kerja.

“Khususnya buruh pabrik yang selama 3 tahun tidak naik sudah menyebabkan daya beli turun 30 persen. Kalau BBM naik, bisa-bisa daya beli mereka turun hingga 50 persen,” ujar Said Iqbal.

Ia melanjutkan, partainya berorientasi pro terhadap kebijakan subsidi dan jaminan sosial.

“Partai Buruh mendesak pemerintah untuk memastikan tidak ada kenaikan harga BBM,” tegasnya.

Di sisi lain, kenaikan harga BBM juga diprediksi bakal membuat banyak perusahaan terpaksa melakukan efisiensi lewat pemutusan hubungan kerja (PHK).

Buruh akan menjadi korban dua kali. Biaya hidup semakin mahal, sedangkan nafkah mereka terancam.

Partai Buruh menolak anggapan bahwa harga BBM di Indonesia masih tergolong murah dibandingkan negara-negara lain seandainya subsidi dicabut.

“Di Indonesia harga Pertalite akan dinaikkan di angka Rp 10.000-an per liter. Dibandingkan dengan Amerika yang Rp 20-an ribu, Singapura Rp 30-an ribu, kelihatannya harga Pertalite di Indonesia memang rendah,” kata Said.

“Tapi, kalau melihat pendapatan per kapita, Singapura sudah di atas 10 kali kipat dibandingkan dengan kita. Jadi, perbandingannya tidak apple to apple,” jelasnya.

Sebelumnya, wacana kenaikan harga BBM sudah dikemukakan oleh internal Istana, salah satunya dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Pos terkait