Purwakarta, KPonline – Libur hari raya adalah kebahagian tersendiri bagi kelas pekerja, apalagi setelah menerima Tunjangan Hari Raya. Namun, Jumat, 5 April 2024 yang lalu, hari terakhir menjelang libur lebaran, menjadi hari yang menyedihkan bagi Dwi Hadi Waryanto.
Dimana, karyawan sekaligus pengurus PUK SPAMK FSPMI PT. Unipres Indonesia dan keluarga lantaran sore hari menjelang pulang kerja harus menerima sebuah surat PHK, yang mana per tanggal 16 April 2024 dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak oleh perusahaan. Dan artinya, ketika masuk kerja setelah libur lebaran dia sudah tidak boleh lagi masuk bekerja.
Mendengar kabar tersebut, Wahyu Hidayat, S.H. Ketua PC SPAMK FSPMI sekaligus Ketua Exco Partai Buruh Kabupaten Purwakarta meradang dan segera mengkordinasikan untuk upaya pembelaan baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi bagi Dwi yang nyata-nyata didzolimi perusahaan.
Menurut penuturan Wahyu, saudara Dwi Hadi W tidak ada menerima Surat Peringatan apapun sebelumnya kalau memang ada salah sehingga berujung di PHK.
“Setelah hampir 12 tahun bekerja, di setahun terakhir dia kadang memang tidak masuk kerja. Itupun lantaran karena dia harus menjalani terapi atau dalam dispensasi menjalankan kegiatan Serikat Pekerja. Dari hasil pemeriksaan Rontgen, Dwi Hadi W divonis menderita OSTEOARTRITIS GENU BILATERAL (Pengapuran tulang) dan dari hasil pemeriksaan MRI SPN LUMBAL NON-CNTRS divonis menderita HNP LUMBAL DAN OSTEOARTRITIS GENU (saraf kejepit bagian Pinggang). Kemungkinan kegiatan pekerjaan yang selama ini dia jalanilah penyebab utama sakitnya itu,” ucap Wahyu.
Hal tersebut dibenarkan oleh Dwi Hadi Waryanto melalui sambungan selular dan sekalipun PHK Dwi dikategorikan pensiun dini sehingga perusahaan akan memberikan pesangon namun Dwi tetap bersikeras bahwa dia berhak dan masih tetap ingin bekerja.
“Saya tidak mau apa yang saya alami ini juga akan dialami oleh pekerja yang lainnya karena semenjak diberlakukannya Omnibuslaw (Undang undang Cipta Kerja) tidak sedikit manajemen perusahaan yang semakin arogan dan sewenang-wenang terhadap pekerjanya. Menang atau kalah, saya sebagaimana para pimpinan saya di Serikat Pekerja, tidak dirancang untuk mundur!,” tegas Dwi.
Lebih lanjut Wahyu Hidayat mengatakan bahwa sekalipun sudah libur, pada Senin, 8 April 2024 yang lalu, Surat penolakan PHK sudah disampaikan kepada pihak perusahaan baik penolakan dari yang bersangkutan (Dwi Hadi W) maupun dari PUK SPAMK FSPMI PT. Unipres Indonesia.
Dan diagendakan pada tanggal 23 April 2024 nanti FSPMI Kabupaten Purwakarta akan mengadakan rapat untuk langkah penanganan khusus persoalan ini. Wahyu menyebutnya ‘Solidarity Time’ dan memastikan akan mengerahkan segala daya upaya termasuk aksi aksi besar yang bisa saja dilakukan melibatkan semua unsur Serikat Pekerja maupun Partai Buruh demi melawan kesewenangan ini.
“Satu hal yang cukup memprihatinkan bahwa pihak perusahaan memiliki lawyer yang kebetulan adalah calon anggota legislatif terpilih di pemilu 2024. Bagaimana bisa, dengan bakal memiliki kewenangan lebih sebagai wakil rakyat malah ada kejadian begini?,” ujar Wahyu.
Sebagaimana diketahui bahwa dari hasil pileg 2024, sekalipun kabupaten Purwakarta adalah wilayah industri, Partai Buruh Purwakarta yang Wahyu pimpin belum mampu untuk menempatkan wakilnya di parlemen.
Sehingga, menurutnya perjuangan kaum buruh ke depan akan semakin berat.
“Kami yang terlibat langsung dalam pembelaan dan upaya peningkatan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya termasuk banyak caleg dan pengurusnya adalah relawan kemanusiaan yang terjun langsung dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Tentunya, kamipun lebih paham “jeroan” perusahaan-perusahaan dibanding banyak wakil rakyat yang ada. Sayangnya, tak diberi kesempatan menjadi penentu kebijakan di parlemen,” tuturnya.
Wahyu mengatakan harapan tinggal ditangan kelas pekerja itu sendiri yakni dengan meningkatkan solidaritas dan soliditas pekerja. Sementara dalam waktu dekat, secara politis masih ada satu kesempatan yakni perhelatan pilkada. Wahyu menegaskan kelas pekerja harus satu komando kalau memang ingin memiliki bargaining dalam turut menentukan nasibnya sendiri ke depan. Memilih bupati dan wakil bupati sesuai rekomendasi Partai Buruh tentunya.
“Atau kalau tidak maka bisa jadi semakin berat saja kondisi perburuhan yang ada dan bersiaplah untuk angkatan kerja menjadi penonton di daerahnya sendiri sekalipun setidaknya ada 7 (tujuh) kawasan industri di Purwakarta terus berkembang serta membutuhkan ribuan pekerja,” ucapnya.
Menurut Wahyu “Solidarity Time” akan menjadi kilas balik bagi tumbuh kembangnya sikap senasib sepenanggungan sebagai kelas pekerja dan harus dipahami bahwa ketidakpedulian hanya akan menyebabkan hal yang serupa dengan apa yang menimpa Dwi Adi W ini akan terus terjadi dan berdampak lebih luas lagi.
Wahyu menambahkan bahwa berbicara tentang kepedulian, menjadi teringat pada cerita tikus-ayam-kambing dan sapi yang lantaran tidak ada yang perduli atas curhatan tikus menyebabkan ayam-kambing dan sapi menjadi korban untuk tuannya yang mati dipatuk ular berbisa akibat perangkap tikusnya justeru mengenai ular berbisa.
Dari balik sambungan selular Wahyu meminta do’a dari seluruh masyarakat semoga PHK yang menimpa Dwi Hadi W akhirnya dibatalkan perusahaan dan Dwi dapat bekerja kembali serta menjalani pengobatan penyakitnya.
Lantas, bagaimana sebenarnya aturan tentang PHK itu sendiri? Menurut aturan perundangan, ada beberapa alasan yang diperbolehkan perusahaan untuk melakukan PHK, yaitu sebagai berikut:
a. Tidak lulus masa percobaan;
b. Kontrak atau PKWT sudah berakhir;
c. Sanksi karena karyawan melakukan kesalahan atau pelanggaran berat;
d. Karyawan ditahan ataupun diputuskan bersalah oleh pihak pengadilan;
e. Karyawan terbukti melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, ataupun melanggar aturan perusahaan;
f. Mengundurkan diri tanpa adanya paksaan dan tekanan;
g. Penggabungan, peleburan, atau perubahan status kerja, jika pihak pekerja atau pemilik usaha sudah tidak ingin melanjutkan hubungan kerja;
h. PHK massal karena perusahaan mengalami kerugian;
i. Perusahaan bangkrut atau pailit;
j. Karyawan dinyatakan meninggal dunia;
k. Karyawan pensiun;
l. Karyawan bolos ataupun mangkir selama 5 hari atau lebih setelah dipanggil sebanyak dua kali;
m. Karyawan sakit lebih dari 1 tahun atau 12 bulan;
Sementara perusahaan dilarang melakukan PHK kepada pekerjanya karena:
a. Sakit sesuai keterangan dokter dalam kurun waktu kurang dari 12 bulan secara berturut-turut;
b. Sedang memenuhi kewajiban ataupun tugas negara;
c. Sedang melakukan ibadah;
d. Menikah;
e. Sedang hamil, melahirkan, menyusui, ataupun keguguran;
f. Satu kantor, satu perusahaan dengan pasangan ataupun anggota keluarga lain;
g. Membuat atau menjadi anggota atau pengurus dan mengikuti kegiatan serikat pekerja;
h. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwenang atas adanya tindak pidana;
i. Ada perbedaan dalam hal ideologi, agama, suku, ras, warna kulit, golongan, kondisi fisik, status perkawinan, aliran politik, dan lainnya;
j. Cacat tetap atau sakit yang mana proses penyembuhannya tidak tentu, hal itu terjadi karena adanya kecelakaan kerja;