Wacana BPJS Kesehatan Tidak Menanggung Penuh Pengobatan 8 Penyakit Bukan Hoaks?

Jakarta, KPonline – Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris menegaskan bahwa penghapusan 8 penyakit dari daftar tanggungan BPJS adalah hoaks atau kabar bohong belaka. Sebabnya, sampai saat ini ke-8 penyakit tersebut, yakni jantung, kanker, gagal ginjal, stroke, thalasemia, sirosis hati, leukimia, dan hemofilia, masih 100 persen ditanggung oleh BPJS kesehatan.

Saya mengamini pernyataan itu. Faktanya, memang, saat ini ke-8 penyakit tersebut masih ditanggung BPJS Kesehatan. Jadi kalau ada media yang memberitakan bahwa 8 penyakit itu sudah tidak lagi ditanggung BPJS Kesehatan, itu berita hoaks.

Bacaan Lainnya

Namun demikian, wacana bahwa biaya pengobatan ke-8 penyakit kronik tersebut tidak lagi 100% ditanggung oleh BPJS Kesehatan bukanlah berita hoaks. Namanya baru wacana, jadi memang belum terealisasi. Bisa jadi, bisa juga tidak. Tergantung seberapa kuat masyarakat menolak.

Wancana bahwa BPJS Kesehatan tidak menanggung penuh biaya 8 penyakit tersebut bahkan disampaikan sendiri oleh Fachmi Idris. Mekanisme yang dipakai adalah cost sharing. Maksudnya adalah, dengan melibatkan peserta BPJS Kesehatan mendanai biaya perawatan untuk penyakit yang membutuhkan perawatan medis lama dan berbiaya tinggi (katastropik).

Kompas.com pernah memberitakan, bahwa saat ini BPJS Kesehatan tengah mencari jalan untuk mengatasi defisit keuangan. Salah satu caranya yakni dengan melibatkan peserta BPJS mendanai biaya perawatan (cost sharing) untuk penyakit yang membutuhkan perawatan medis lama dan berbiaya tinggi (katastropik).

Terkait dengan hal itu, Fahmi Idris mengatakan, pembiayaan perawatan penyakit katastropik selama ini cukup menguras kantong BPJS Kesehatan. Setidaknya ada delapan penyakit katastropik yang akan dipilih untuk dibiayai dengan skema cost sharing. Penyakit-penyakit tersebut adalah jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, talasemia, leukimia, dan hemofilia.

Namun demikian, Fahmi masih belum merinci porsi pendanaan perawatan yang akan dibebankan kepada peserta BPJS Kesehatan. Pasalnya, hingga kini BPJS Kesehatan masih menghitung rincian beban yang akan dibagi bersama peserta jaminan kesehatan nasional (JKN).

Yang pasti, kata Fahmi, cost sharing ini tidak akan berlaku bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan. Cost sharing hanya akan berlaku bagi peserta JKN dari golongan mampu atau peserta mandiri.

Terkait dengan polemik ini, Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat dalam siaran pers untuk menanggapi isu tersebut mengatakan, kesalahpahaman berawal dari sebuah diskusi yang digelar pada Kamis lalu (23/11/2017).

BPJS Kesehatan diminta paparan tentang perkembangan pengelolaan JKN-KIS. Lalu dalam paparan tersebut ditampilkan sebagai gambaran di Jepang, Korea, Jerman, dan negara-negara lainnya yang menerapkan cost sharing.

“Pada saat itu kami memberikan referensi akademik. Jadi jangan salah paham duluan, ya,” kata Nopi.

Menurut Nopi, saat era Askes dulu, pemerintah memberikan dana subsidi bagi penyakit-penyakit katastropik. Pemberian dana tersebut dilakukan sejak 2004 sampai dengan 2013.

“Sejak PT Askes (Persero) bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan pada 2014 lalu sampai sekarang, belum ada regulasi tentang subsidi pemerintah untuk penyakit katastropik. Padahal, dulu ada subsidi. Saat ini hal tersebut tengah diusulkan untuk revisi Perpres,” ujar Nopi.

Apapun dalih BPJS Kesehatan, satu hal yang ingin kita sampaikan. Jangan lagi masyarakat (peserta BPJS Kesehatan) dibebani dengan membayar biaya tambahan untuk perawatan penyakit yang membutuhkan perawatan medis lama dan berbiaya tinggi (katastropik).

 

Pos terkait