Usung Tiga Tuntutan, Ratusan Buruh Purwakarta Sambangi Kantor Disnakertrans

Purwakarta, KPonline – Pekerja atau buruh dan upahnya tidak dapat dipisahkan. Dimana, kalangan buruh atau pekerja beranggapan bahwa upah adalah urat nadi kehidupan mereka beserta keluarga. Dalam hal ekonomi tentunya.

Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang menjadi kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh para pengusaha atau pihak yang mempekerjakan.

Bacaan Lainnya

Upah pun akhirnya selalu menjadi tema yang menarik untuk dikaji. Belakangan ini pemerintah diduga lebih cenderung berat sebelah terhadap buruh dalam hal upah melalui regulasi atau kebijakannya.

Sehingga, memasuki akhir tahun 2022, demonstrasi buruh dalam menuntut kenaikan upah layak pun hadir mewarnai nusantara.

Dalam iklim Demokrasi, demonstrasi (Menyampaikan pendapat dimuka umum) merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”.

Karena sudah dijamin oleh undang-undang, ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Kabupaten Purwakarta melakukan aksi demonstrasi (unjuk rasa) di kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kadisnaker) Purwakarta. Jumat (11/11/2022).

Dalam aksinya, FSPMI mengusung tiga tuntutan, yaitu;

Pertama, menuntut kenaikan upah minimum tahun 2023 sebesar 13%;

Kedua, menolak PHK di tengah ancaman resesi ekonomi global;

Dan ketiga, menolak kenaikan upah menggunakan rumus Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Setelah melakukan orasi-orasi, Disnakertrans Purwakarta pun mengajak duduk bersama untuk berunding, membahas tuntutan yang diajukan FSPMI tersebut.

Perwakilan massa aksi di dalam kantor Disnakertrans Purwakarta saat beraudiensi dengan Sekretaris Disnakertrans Purwakarta

Dikesempatan duduk bersama, Ade Supyani meminta kenaikan upah sebesar 13% tanpa menggunakan PP 36. Dikarenakan imbas dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berujung naiknya harga kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako).

Sekretaris Disnakertrans Purwakarta Wita Gusrianita menanggapi poin-poin tuntutan yang diajukan itu dengan ditulis terlebih dahulu. Karena, menurut Wita, kepala Disnakertrans Purwakarta sedang ada agenda di Disnakertrans Jawa Barat.

“Nanti akan disampaikan ke kadis. Kemungkinan ada meeting lagi pada Senin atau Selasa, setelah adanya perundingan Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab),” pungkas Wita Gusrianita.

Wahyu Hidayat Ketua Exco Partai Buruh Kabupaten Purwakarta di tempat yang sama menambahkan, jangan sampai ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, ditengah ancaman resesi global.

Menurut kacamata pekerja, era Jokowi telah menghadirkan regulasi yang tidak berkeadilan terkait hal pengupahan. Diantaranya;

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dimana, sebelum PP 78/2015 hadir, kenaikan upah minimum rata-rata naik 12,69%. Dan setelah PP tersebut terbentuk, upah minimum rata-rata naik 8,66%.

Kemudian, lebih buruk dari PP 78/2015 tentang Pengupahan. Lewat Omnibuslaw, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pun dilahirkan.

Celakanya, walaupun Mahkamah Konstitusi telah menyatakan Inkonstitusional bersyarat, dengan aturan turunannya, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan kembali memperlambat gerak laju kenaikan upah yang berkeadilan menuju hidup layak dan sejahtera.

Foto: Aim/ Heru Haerul Soleh.

Pos terkait