Tolak RUU Pertanahan, Nasib Buruh Tani Dipertaruhkan

Jakarta, KPonline – Detik Detik menjelang berakhirnya masa jabatan DPR RI priode 2014 – 2019, pembahasan sejumlah peraturan perundang – undangan terus digeber hingga mencapai mufakat. Besok tanggal 24 September 2019 adalah tanggal penting di mana nasib banyak orang dipertaruhkan.

Bagaimana bisa? Iya, karena besok itu para wakil rakyat akan mensahkan beberapa legislasi penting yang menyangkut jutaan nasib rakyat dan buruh tani, salah satunya adalah Rancangan Undang Undang (RUU) Pertanahan.

RUU Pertanahan ini sarat dengan masalah dan berpotensi besar mengkriminalkan masyarakat karena pasal-pasal karetnya, terutama buruh tani, masyarakat adat, nelayan, dan masyarakat miskin.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai salah satu pasal karet dalam RUU Pertanahan ini, pemerintah bisa gusur dan sita tanah warga kapanpun dalam keadaan tertentu, misalnya untuk proyek pembangunan atau infrastruktur.

Masalahnya, ‘dalam keadaan tertentu’ itu ambigu dan tidak jelas. Hal ini diperparah dengan ancaman pidana bagi setiap orang yang mencoba mempertahankan tanah mereka dari penggusuran untuk pembangunan tersebut.

“RUU itu bermasalah. Di pasal 91 misalnya, itu memberikan legitimasi hukum polisi untuk melakukan pemidanaan. Tentu ini kan pasti akan ditafsirkan secara utuh, untuk secara bebas menangkap siapapun. Misalkan, warga yang menolak tanahnya untuk dijadikan bandara,” ujar Dewi dikutip dari change.org (23/09)

Pasal 91 dalam draft RUU tentang Pertanahan itu menyebut masyarakat atau buruh tani yang menghalangi petugas saat penggusuran bisa dipidana. Seperti inilah bunyinya:

“Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah),” bunyi pasal dalam draft yang dipampang dalam laman resmi DPR.

Tidak hanya itu. RUU Pertanahan juga berpotensi mengampuni perusahaan yang selama ini rusak hutan dan merampas tanah-tanah masyarakat. Padahal perusahaan itu ‘mungkin’ pakai hutan membuat konflik lahan dan kebakaran hutan di musim kemarau.

Lahan yang sudah mereka rusak juga tidak pula diperbaiki. Bayangkan nasib hutan dan paru-paru kita nanti! bisa jadi udara bersih bakal jadi kemewahan. Belum lagi nasib jutaan petani yang cuma bisa bergantung pada lahan.

Kita tidak bisa membayangkan ke depan, semakin banyak penduduk desa yang berimigrasi ke kota untuk jadi pekerja informal, buruh dengan upah murah (sebut saja pemagangan) dan TKI karena tanah mereka di desa habis tak tersisa.

Sebenarnya masih banyak lagi masalah di RUU Pertanahan ini. Akan tetapi masalah diatas adalah yang paling bahaya.

Oleh karena itu, mari kita dukung Para Buruh Tani yang akan melakukan demonstrasi besok (24/09) meminta agar DPR periode 2014-2019 menunda pengesahan RUU Pertanahan ini agar substansinya dapat diperbaiki dan lebih berpihak pada kepentingan rakyat.

Mari bantu suarakan tolak pengesahan RUU Pertanahan! Jangan sampai kita kehilangan tanah yang jadi warisan keluarga kita. (Arf)