THR, Aturan Ketenagakerjaan Yang Menjadi Ciri Khas di Indonesia

Ilustrasi THR ( Image: https://www.freepik.com/)

Purwakarta, KPonline – Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri, Perusahaan di Indonesia wajib hukumnya memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para karyawan atau pekerjanya.

THR sendiri bisa dibilang merupakan aturan ketenagakerjaan yang menjadi ciri khas di Nusantara.

Bacaan Lainnya

THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib diberikan pemberi kerja atau pelaku usaha menjelang hari raya keagamaan dalam bentuk uang yang disesuaikan dengan agama yang dianut pekerja.

Bagi yang sudah bekerja setahun penuh atau lebih, besaran THR biasanya dibayarkan senilai satu kali gaji. Sementara bagi mereka yang bekerja kurang dari setahun, THR dibayar dengan perhitungan secara proporsional.

Sejarah THR bermula sejak kabinet Soekiman Wirjosandjojo. THR itu sendiri baru muncul saat Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer.

Dikutip dari buku Wawasan Politik Seorang Patriot Soekiman Wirjosandjojo, usai dilantik menjadi perdana menteri Indonesia ke-6 oleh Presiden Soekarno pada tahun 1951, Ia langsung membuat beberapa program kesejahteraan untuk para pamong praja.

Pamong praja sendiri merupakan sebutan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) di era awal kemerdekaan.

Saat itu, Soekiman yang merupakan seorang nasionalis berhaluan Islam dari partai Masyumi, meluncurkan program THR bagi para pamong praja. Tujuannya, agar para PNS dan keluarganya di masa itu memberikan dukungan kepada program-program pemerintah.

Pada tahun 1954, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raya kepada Pegawai Negeri.

Sesuai dengan namanya, sebelum seperti sekarang, pada awalnya, THR PNS berbentuk persekot atau pinjaman di muka, dimana nantinya harus dikembalikan lewat pemotongan gaji.

THR diberikan pemerintah kepada PNS sebesar Rp125 hingga Rp200 dan dicairkan setiap akhir bulan Ramadhan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Namun, kebijakan kabinet Soekiman memberikan THR bagi Pamong Pradja mendapat protes dari kelas pekerja atau kaum buruh. Mereka merasa sudah bekerja keras untuk membangkitkan perekonomian nasional tetapi sama sekali tak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Pada 13 Februari 1952, para buruh melakukan mogok kerja menuntut untuk diberikan THR juga oleh pemerintah.

Kebijakan memberikan THR bagi pegawai baru diatur pemerintah pada 1994. Saat itu pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan.

Pada tahun 2003 peraturan tersebut disempurnakan dengan terbitnya UU nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 bulan wajib mendapatkan tunjangan. THR yang diterima juga disesuaikan dengan lamanya masa kerja, sedangkan untuk pekerja yang sudah satu tahun bekerja mendapat THR sebesar 1 bulan gaji kerja.

Pemerintah kembali melakukan revisi aturan tentang THR pada 2016. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa THR diberikan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan masing-masing pekerja.

Kemudian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 18 dan 19 tahun 2018 tentang THR dan gaji ke-13. Menurut peraturan ini pensiunan PNS, prajurit TNI dan anggota Kepolisian, pejabat, termasuk Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, Gubernur, Walikota, Bupati dan wakilnya berhak mendapatkan THR.

Pos terkait