Tanggapi RUU Kesehatan, KSPI Tolak Kewenangan BPJS Diubah

Presiden KSPI Said Iqbal di lokasi demo buruh di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/9/2022)

Jakarta,KPonline – Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan yang tengah digodok DPR RI terus mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, terutama terkait poin mengenai kewenangan BPJS yang semula langsung di bawah presiden menjadi di bawah menteri.

“Di seluruh dunia tidak ada namanya jaminan sosial (BPJS) itu di bawah menteri, seluruh lembaga BPJS di seluruh dunia itu di bawah presiden atau perdana menteri, jadi di bawah langsung kepala pemerintahan,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal melalui keterangan tertulis, Selasa (31/1/2023).

Iqbal lantas merinci hal-hal yang menjadi dasarnya. Pertama, kata dia, akumulasi modal mereka itu berasal dari dana publik.

“BPJS itu bukan dari dana pemerintah, memang ada yang namanya Penerima Bantuan Iuran (PBI) pada BPJS Kesehatan, tapi jelas itu sudah diatur dalam undang-undang (UU). Dan, buruh juga membayar iuran sebesar 1 persen, serta pengusaha 4 persen. Jadi akumulasi uang di BPJS Kesehatan itu bukan punya pemerintah,” papar dia.

“Apalagi dana yang ada di BPJS Ketenagakerjaan, semua dananya milik buruh dan dana pengusaha, bukan milik pemerintah,” sambung Said Iqbal.

Lebih lanjut dia mengatakan, menteri hanya pembantu presiden, tidak punya kapabilitas untuk mengatur pengelolaan dana publik. Sehingga, menurut Said Iqbal, tidak boleh menteri mengelola dana publik.

“Jadi kalau sampai BPJS di bawah menteri, dengan kata lain, ini abuse of power (penyalahgunaan wewenang jabatan). Kemudian, dalam UU BPJS, Dewan Pengawas (Dewas) BPJS itu disebut wali amanah, nah kalau wali amanah itu gak boleh di bawah seorang menteri, Dewas itu harus independen,” terang dia.

Di sisi lain, menurut Said Iqbal, jika RUU Kesehatan ini sampai disahkan, Dewas dari BPJS juga akan diatur oleh kementerian.

Dari yang awalnya ada 7 anggota dewas, 2 orangnya dari unsur pemerintah, maka dengan adanya RUU Kesehatan ini akan ditambah 4 orang yang dari unsur pemerintah.

“BPJS ini kan uang rakyat, seharusnya yang ditambah itu dari unsur buruh, bukan dari unsur pemerintah,” kata dia.

“Salah satu prinsip pengelolaan BPJS itu adalah suistainable (keberlangsungan). Kalau ada sesuatu gejolak, maka presiden punya hak dalam menambah dana BPJS, sedangkan menteri tidak bisa, harus melapor ke presiden,” sambung Said Iqbal.

Selain itu, lanjut dia, jika BPJS di bawah menteri, maka nanti laporan BPJS juga akan disesuaikan dengan menteri. Dengan begitu, proses birokrasi akan semakin panjang. Peserta juga dinilai akan merasa tidak aman.

“Sebab, jika menterinya salah dalam mengelola uang peserta bagaimana, kita juga tahu peraturan menteri itu kan berganti-ganti terus,” pungkas Iqbal