Surat Terbuka Untuk Para Guru Honorer di Seluruh Indonesia

Jakarta, KPonline – Anggaplah ini surat cinta dari teman seperjuangan, untuk para guru honorer di manapun kalian berada.

Tadi pagi, saya membaca kembali tulisan berjudul ‘Komentar Terkait Guru Honorer Ini Bikin Nangis.’ Membaca berbagai komentar dalam tulisan itu, hati saya bergetar. Saya bisa merasakan apa yang kalian rasakan. Terlebih lagi, apa yang kalian hadapi, sesungguhnya nyaris tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi kaum pekerja pada umumnya.

Bacaan Lainnya

Sejauh ini, sebagai Wakil Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia dan pengurus sebuah di Departemen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, saya sering berdiskusi dengan kawan-kawan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Paling sering dengan Pak Didi Suprijadi, salah satu Ketua PB PGRI yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Manjelis Nasional KSPI.

Saya bisa mengerti, seperti apa rasanya menyimpan harapan tanpa adanya kepastian? Tentu saja menyakitkan. Setiap hari, berkali-kali, bahkan kita harus berjuang untuk tetap tegar dan terus melangkah. Merawat setiap harapan. Menjaga asa dengan sepenuh cinta.

Sebagai honorer, di instansi apapun kalian mengabdi, harapan terindah atas status pekerjaan kita adalah menjadi PNS.

Dan guru adalah sebuah profesi yang maha dahsyat. Tidak bisa dipungkiri, berkat jasa pengabdianmu, kami semua memiliki harapan. Kami tumbuh sebagai generasi yang optimis menatap masa depan – justru disaat masa depan itu semakin terlihat muram untuk kalian. Barangkali, adalah honorer yang persis tergambar seperti dalam lagu Oemar Bakri yang dipopulerkan Iwan Fals:

Oemar Bakri… Oemar Bakri 40 tahun mengabdi // Jadi guru jujur berbakti memang makan hati // Oemar Bakri… Oemar Bakri banyak ciptakan Menteri // Oemar Bakri… Profesor dokter insinyur pun jadi // Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri.

Harapan itu sempat berbunga, saat pemerintah menjanjikan akan segera mengangkat honorer menjadi PNS. Saya ingat, janji itu kalian dapat saat melakukan aksi unjuk rasa di DPR RI beberapa tahun yang lalu. Tetapi sayang, janji tinggal janji. Bunga itu layu sebelum menghadirkan kepada kita buah yang manis.

Mereka yang bisa membaca dan menulis berkat tangan terampilmu, mereka yang menjadi hebat dan pejabat berkat kerja tulusmu sebagai pendidik/guru — tetapi mereka juga yang mengkandaskan mimpi indahmu.

Saya masih melihat jelas tangis dan air mata yang tumpah di jalanan saat engkau menyampaikan aspirasi. Aksi-aksi terus terjadi, di berbagai daerah.

Bapak dan Ibu Guru Honorer….

Sebagai insan pendidikan, kita belajar dari kejadian ini. Bahwa nasib kita ditentukan oleh kebijakan Pemerintah. Maka ini bukan tentang keihlasan. Ini tentang keberpihakan negara terhadap mereka yang telah berjasa mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini, guru berada di garis terdepan.

“Kerja yang ikhlas. Kalau nggak ikhlas mendingan keluar. Cari usaha lain. Siapa suruh jadi honorer?” Begitulah. Banyak orang yang nyinyir terhadap setiap protes yang kalian lakukan. Nyinyir yang getir.

Tentang ikhlas, barangkali kalian tak perlu lagi dinasehati. Bahkab diantara kalian sudah ada yang mengabdi hingga puluhan tahun.

Jika kemudian para honorer menuntut, ini semata-mata adalah kesadaran akan sebuah janji. Bahwa sesuai konstitusi, negara ini berjanji akan menciptakan keadilan ssosial bagi seluruh rakyat. Bahwa mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah hak setiap warga negara.

Setiap demontrasi yang dilakukan sejatinya adalah sebentuk usaha untuk meyanpaikan aspirasi. Tentu saja, kita berharap semakin banyak orang yang mendengar sehingga semakin banyak orang tahu dan memberikan dukungan. Demonstrasi adalah pesan moral bahwa kita sebagai rakyat mempunyai kekuatan — hanya ketika ia tidak sendirian.

Maka ketika hari ini kita mendengar, pemerintah mengundang putra-putri terbaik untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) guna mengisi jabatan terkait penegakan hukum di Mahkamah Agung dan Kementerian Hukum dan HAM, dimana jabatan ini menjadi prioritas mengingat adanya peningkatan beban kerja di kedua instansi tersebut, dan banyaknya PNS yang memasuki batas usia pensiun, maka kita juga mempertanyakan hal yang sama. Bahwa Kementerian Pendidikan, guru, juga mempunyai prioritas yang jauh lebih besar akan adanya pengangkatan.

Tetapi yang kita minta bukan pembukaan lowongan CPNS. Bukan itu. Kita meminta para honorer diangkat sebagai PNS, tanpa syarat.

Mengapa? Logikanya sederhana. Mereka sudah puluhan tahun mengabdi untuk negeri ini. Dengan sendirinya, rentang panjang waktu yang mereka lewati, menjadi bukti bahwa mereka memiliki kinerja yang baik.

Tetap berjuang, kawan-kawan honorer.

Never Give Up! Jangan menyerah!

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *