Surat Terbuka Untuk Karyawan Tetap yang Terancam Kehilangan Pesangon

cerita cinta

Jakarta, KPonline – Teruntuk kawan-kawanku. Karyawan tetap yang teracam kehilangan pesangon.

Kalian sudah mendengar kan jika UU Ketenagakerjaan akan direvisi. Kalangan pengusaha ngotot agar pesangon dihilangkan. Atau setidak-tidaknya dikurangi. Kenaikan upah pun tidak lagi setahun sekali, tetapi dilakukan dua tahun sekali.

Bacaan Lainnya

Selain itu, masih banyak lagi hal-hal lain yang ingin mereka revisi. Kiranya tidak perlu aku sampaikan di sini, khawatir kalian akan tidak enak makan dan tidak nyenyak tidur kalau mendengarnya.

Jangan bertanya aku siapa yang berani-beraninya menulis surat terbuka ini kepadamu. Sebab setiap hari kita bertemu, tetapi sayangnya keberadaanku selama ini engkau anggap tidak pernah ada.

Kalau saat ini kamu risau bakal kehilangan pesangon, perlu kamu tahu, aku sudah lama menghilangkan kata ‘pesangon’ dari daftar mimpi-mimpi indahku. Ach, manalah mungkin aku yang berstatus sebagai karyawan kontrak, outsourcing, borongan, harian lepas, tenaga honorer, tenaga magang, dan yang selama ini bekerja dengan sistem kemitraan di transpostasi online bisa mendapatkan pesangon?

Aku terlalu nista untuk sekedar berharap akan mendapatkan kemewahan bernama pesangon yang konon bisa seketika merubah buruh menjadi jutawan itu. Jangankan pesangon, aku bahkan masih merisaukan apakah bulan depan kontrak kerjaku diperpanjang atau malah didepak keluar dari perusahaan.

Ketika kemudian ada kabar pesangon bakal dihilangkan, ingin aku tertawa dan berteriak sambil jingkrak-jingkrak: “Syukurin lo! Sekarang kita impas. Sama-sama nol.” (Eh, kok jadi kayak susana lebaran).

Kemana saja kalian selama ini sehingga tidak pernah peduli dengan nasib kami yang tanpa kepastian?

Ketika pemagangan diberlakukan kalian diam tidak melakukan pembelaan, karena merasa toh yang kerja magang bukan kalian.

Ketika kontrak dan outsoucing merajalela kalian tutup mata dan tidak melakukan pembelaan, karena merasa toh kalian sudah memegang surat pengangkatan.

Ketika para tenaga honorer berjuang berpanas-panasan di jalan karena hanya digaji 300 ribu kalian tidak melakukan pembelaan dan bahkan dengan sok bijak memberikan nasehat agar kami selalu bersyukur.

Ketika pengemudi ojol bekerja dengan sistem kemitraan kalian tidak melakukan pembelaan dan bahkan mengatakan tidak apa-apa daripada menjadi pengangguran.

Lalu ketika kini giliran hak-hakmu akan dibabat habis, siapa yang akan membelamu? Kami, sahabat terdekatmu — yang paling mungkin kamu menjadi sekutu bagimu untuk melawan semua itu — sudah “dihancurkan” terlebih dahulu.

* * *

Teruntuk kawan-kawanku. Karyawan tetap yang teracam kehilangan pesangon.

Aku berbohong ketika tadi mengatakan ingin tertawa dan berteriak sambil jingkrak-jingkrak ketika mendengar pesangon bakal dihilangkan atau dikurangi.

Sama sepertimu, aku tidak rela. Sebab aku masih menyimpan mimpi, anak dan cucu kita nanti masih bisa mendapatkannya. Meskipun aku sendiri sudah kehilangan harapan untuk mendapatkan itu.

Aku juga ingin berjuang bersama kalian. Tetapi kalian tahu, posisiku juga tidak kalah sulit dibandingkan denganmu.

Karena itu, jangan lagi pandang aku sebagai manusia kelas dua. Kita berada di klas yang sama, bukan? Kita sebenarnya satu, buruh.

Robohkan tembok pemisah itu. Hilangkan dari pikiraanmu bahwa kamu karyawan tetap aku tidak tetap. Kamu berhak pesangon sedangkan aku tidak.

Bukankah aku bekerja sama kerasnya denganmu? Seharusnya kita mendapatkan bagian yang sama.

Jangan biarkan asa dan citaku bertepuk sebelah tangan. Mari kita bergandengan lebih erat lagi untuk memastikan hari esok yang gemilang. Mari bersatu, sama-sama berjuang. Berjuang sama-sama.

*) Terinspirasi dari obrolan dengan seorang kawan dalam perjalanan dari Balaraja menuju Jakarta.

Pos terkait