Purwakarta, KPonline — Di balik gemerlapnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya angka produksi industri, masih tersimpan cerita pilu para pekerja yang bekerja tanpa perlindungan serikat. Banyak dari mereka bekerja dalam tekanan, tanpa kepastian kerja, apalagi ruang untuk menyuarakan hak-haknya.
Minim perlindungan dan rentan diberhentikan sepihak, para pekerja di sejumlah sektor terus berjuang dalam senyap karena tiadanya serikat pekerja. Mulai dengan jam kerja yang bisa sampai 12 jam, kadang lebih, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan. Tak hanya itu, terkadang ada saja perusahaan ditempat bekerja mereka yang melarang pembentukan serikat dengan alasan akan mengganggu stabilitas kerja.
Fenomena seperti ini tidak terjadi di satu dua tempat saja. Data dari Lembaga Pemantau Ketenagakerjaan Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 60% perusahaan swasta kecil dan menengah di Indonesia tidak memiliki serikat pekerja aktif. Akibatnya, para pekerja kerap kali menerima upah di bawah standar, tidak mendapatkan jaminan kesehatan memadai, dan rentan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.
Ketiadaan serikat pekerja tak hanya membuat pekerja kehilangan alat perjuangan kolektif, tetapi juga menciptakan iklim kerja yang otoriter. Perlu diketahui, serikat pekerja sebetulnya bukanlah musuh perusahaan. Justru, ia bisa menjadi jembatan dialog antara manajemen dan pekerja.
Karena itu, pemerintah perlu lebih aktif mendorong keberadaan serikat pekerja dan memberi sanksi tegas kepada perusahaan yang menghalangi pendiriannya. UU Ketenagakerjaan jelas menjamin kebebasan berserikat, namun dalam praktiknya, banyak perusahaan yang justru melakukan intimidasi terhadap pekerja yang ingin berserikat.
Dalam situasi ini, pekerja terpaksa memilih diam demi mempertahankan pekerjaan mereka, meski harus merelakan hak-hak dasar mereka terabaikan. Sepertinya mereka takut bersuara. Sebab kalau dipecat, siapa yang kasih makan keluarga.
Intinya, ketika suara pekerja dibungkam dan serikat dibatasi, ketimpangan di tempat kerja menjadi semakin nyata. Tanpa serikat, para pekerja terus merana dalam sistem kerja yang tak memberi ruang bagi keadilan dan kesejahteraan.