Strategi Serikat Pekerja di Tengah Revolusi Industri 4.0

Bogor, KPonline – Dalam Jambore Nasional Pekerja Muda SPAMK-FSPMI yang diadakan di Grand Cempaka Resort, Cipayung, Bogor, hadir pula Bima Yudhistira Adhinegara. Bima yang juga merupakan salah seorang peneliti di Indef (Institute for Developement of Economics and Finance) memberikan seminar tentang Revolusi Industri 4.0, bagaimana peranan serikat pekerja dalam menghadapinya dan juga tantangan-tantangan kedepannya.

“Secara umum, Revolusi Industri 4.0 merupakan sebuah lompatan dari ekonomi yang sumber daya alam menjadi ekonomi yang berbasis pengetahuan dan teknologi” jelas Bima Yudhistira Adhinegara didepan seluruh peserta Jambore Nasional Pekerja Muda SPAMK-FSPMI yang berlangsung 6-8 Desember 2018. Sebagai ahli ekonomi yang cukup mumpuni dibidangnya, Bima memaparkan peranan serikat pekerja dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0.

Bacaan Lainnya

“Inti Revolusi Industri 4.0 pada akhirnya adalah pergantian keahlian kepada hal-hal yang baru. Bukan berarti penggunaan tenaga manusia diabaikan. Bahkan, issue Revolusi Industri 4.0 sering kali oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, digunakan untuk membungkam pergerakan dan perjuangan kaum buruh” ungkap Bima yang juga merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada ini.

Issue Revolusi Industri 4.0 di Indonesia, masih hanya sebatas wacana saja. Hal ini dikarenakan masih banyak faktor yang harus dipertimbangkan oleh para pengusaha di Indonesia dalam mengimplementasikan Revolusi Industri 4.0 itu sendiri. “Jadi kaum buruh di Indonesia tidak perlu takut dalam menghadapi issue Revolusi Industri 4.0.

Perbandingan antara perhitungan antara harga robot dengan upah buruh di Indonesia, masih lebih murah upah buruh Indonesia. Jadi selama upah buruh di Indonesia masih rendah (murah), Revolusi Industri 4.0 belum memungkinkan untuk direalisasikan. Karena terkait biaya robotisasi atau digitalisasi dalam proses produksi, masih sangat tinggi (mahal)” lebih lanjut Bima Yudhistira menjelaskan.

Di negara tetangga seperti Singapura, memang sudah mulai adanya pengenalan dan pengembangan tehnik dan keterampilan bagi para buruh. Tapi hal tersebut masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan bagi industri mereka sendiri. Dan Bima pun menyarankan agar seluruh pemangku kepentingan yang ada di Indonesia, bekerja sama dalam memperbaiki sektor manufaktur, sektor pertanian dan sektor jasa terlebih dahulu. (RDW)

Pos terkait