Selain Omnibus Law Cipta Kerja, ‘Staycation’ Jadi Sorotan Dunia dalam Sidang ILO

Jakarta, KPonline – Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Omnibus Law UU Cipta Kerja jilid 2) menjadi sorotan tajam duhia internasional.

UU paling kontroversial ini dibahas langsung dalam sidang International Labour Conference (ILC) ke-111 pada Kamis (8/6/2023) kemarin waktu setempat.

UU Cipta Kerja masuk dalam pembahasan sidang ILC ke 111 yang diinisiasi oleh KSBSI (Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia) dan KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) melalui perjuangan panjang dan diskusi kurang lebih 2,5 tahun dengan ITUC (International Trade Union Confederation).

Menurut Elly awalnya kasus indonesia masuk di dalam daftar panjang, No 18, melalui lobby ketat yang dilakukan oleh ITUC, Cipta kerja masuk pada sorotan khusus pada salah satu urutan teratas.

“Sebagai ketua delegasi untuk tahun 2023 (tiap tahun ketua delegasi berganti), KSPI yang membacakan statement, statement yang dipersiapkan melalui serangkaian diskusi yang didampingi oleh ITUC,” jelas Elly.

“Di sidang ILO mengangkat persoalan indikasi pelanggaran kebebasan berserikat dan perundingan bersama dengan munculnya UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang,” kata Prihanani dari perwakilan KSPI.

Ia yang mengikuti persidangan langsung di Jenewa menyatakan, dalam sidang tersebut, Perdebatan panjang dan saling meng-‘counter’ isu terjadi sangat ketat, antara pemerintah Indonesia yang memberikan pembelaan dengan serikat buruh yang menggugat regulasi spektakuler (kontroversial) tersebut. 

Lebih lanjut Prihanani mengatakan sorotan yang cukup mengundang dengung peserta cukup signifikan ketika Clare Middlemas dari ACTU Australia yang menjadi juru bicara utama buruh menyoroti kasus “stay cation” buruh perempuan di Jawa Barat yang harus bersedia diajak bermalam pengusaha kalau mau melanjutkan kontrak kerjanya. 

Banyaknya sanggahan perwakilan pemerintah dan Apindo semakin membuktikan buruknya imbas Cipta Kerja dan Perppu disampaikan oleh 3 observer dari IndustryAll, BWI dan PSI dengan beberapa kasus tingkat perusahaan dan sektor berbeda yang diakhiri juru bicara buruh Clare Middlemas bahwa ulasan yang disampaikan membuktikan Indonesia dalam kondisi serius terhadap pelanggaran kebebasan berorganisasi dan berunding bersama.

“Eksploitasi, diskriminasi adalah bukti lemahnya implementasi konvensi 98 di negeri ini. Tidak ada progress yang cukup baik, seharusnya pemerintah duduk bersama buruh untuk membahas isu dan kasus-kasus tersebut,” ungkap Prihanani.

Maka pemerintah sudah seharusnya menunda dan mengamandemen pemberlakuan UU No 6 tahun 2023, juga secara konkrit mendukung implementasi perundingan bersama di tingkat wilayah dan perusahan.

“Kami delegasi buruh meminta komite membuat direct kontak mission di Indonesia,” lanjutnya.

Komite khusus Norma Standard yang menjadi Komite terpenting di ILO akan mendalami kasus ini dan mengambil keputusan sebelum tanggal 12 Juni menjelang berakhirnya sidang tahunan ILO 2023. (Yanto)