Sekda GM SUMUT : Aksi Unjuk Rasa Damai Buruh Cara Buruh Patuhi UU No. 9 Tahun 1998

Deli Serdang,KPonline– Sudah bisa di pastikan bahwa jika tidak ada perubahan terkait pembahasan RUU Omnibus Law cipta kerja, buruh se Indonesia akan menggelar aksi unjuk rasa damai pada tanggal 30 April 2020.

Hal ini tentu mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat luas. Bagaimana tidak mengundang pro dan kontra, pasalnya buruh akan menggelar aksi unjuk rasa damai ditengah merebaknya wabah covid-19 yang mengharuskan orang menjaga jarak sosialnya demi menghentikan pemutusan rantai penularan virus tersebut.

Bacaan Lainnya

Menjawab hal tersebut, Sekretaris Daerah Garda Metal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (Sekda GM FSPMI SUMUT) mengatakan bahwa Aksi Unjuk Rasa Damai Buruh itu adalah cara Buruh mematuhi UU No. 9 tahun 1998.

“Aksi Unjuk Rasa Damai Buruh itu adalah cara Buruh mematuhi UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum”

“Dalam UU dijelaskan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum berlandaskan asa keseimbangan antara hak dan kewajiban, asas musyawarah dan mufakat, asas kepastian hukum dan keadilan, asas proporsionalitas, dan asas manfaat. Penyampaian pendapat yang disebut dalam produk hukum ini meliputi penyampaian pendapat secara lisan, tulisan, dan sebagainya”

“Terkait Pandemi, kita kaum buruh juga sudah melakukan rapat-rapat mengatur teknis penyelenggaraan aksi yaitu menggunakan dasar sosial distancing seperti menggunakan masker, sarung tangan sampai dengan mengatur jarak para peserta aksi” jelas Afriyansyah.

Afriyansyah yang akrab di panggil Abuy ini juga mengatakan bahwa aksi unjuk rasa buruh di tanggal 30 April 2020 ini terjadi akibat dari kebijakan-kebijakan yang buruh anggap tidak adil.

“Aksi ini sendiri di jadwalkan buruh karena adanya ketidakadilan atas perlakuan terhadap buruh, yang mana di antaranya yaitu di bahasnya RUU Omnibus Law Cipta kerja yang di anggap tidak berpihak kepada kepentingan semua golongan. Belum lagi atas PHK terhadap buruh oleh perusahaan-perusahaan dengan alasan penurunan produksi akibat Pandemi”

“Ada yang di PHK tanpa pesangon. Belum lagi terkait THR buruh yang sampai hari ini belum ada kepastian. Hal ini seakan momok bagi buruh dimana di saat kebanyakan orang menjalankan himbauan pemerintah pelarangan berkumpul atau menjaga jarak sosial demi memutus rantai penularan covid-19, disitu juga buruh masih terus bekerja berkumpul di dalam pabrik-pabrik. Puluhan, ratusan bahkan ribuan orang berkumpul demi terus memutar roda perekonomian tetapi tanpa perlindungan atas kepastian kerja, jamianan-jaminan. Itukan tidak adil” ungkapnya.

“Inikan terjadi karena ada sebab dan akibat. Jika Pemerintah fokus saja dalam mengatasi Pandemi’, contohnya tidak lagi membahas atau segera membatalkan RUU Cipta Kerja, meliburkan buruh dengan tetap membayar upah dan hak-hak lainnya atau memberikan kepastian akan tidak adanya PHK, kepastian pembayaran THR dan perlindungan lainnya terhadap kaum buruh yang terus bekerja memutar roda Ekonomi Negara mungkin aksi unjuk rasa ini tidak akan dan tidak pernah terjadi”

“Tinggal hanya secara bersama, mengatasi penghentian wabah yang sekarang melanda Negri ini” cetusnya.

“Terkait tentang adanya kontra penolakan beberapa orang terhadap aksi unjuk rasa buruh, sampai ada beberapa orang yang memposting menyuruh pemerintah untuk menangkap pimpinan buruh, itu sendiri kita anggap biasa, kita tidak salahkan orang itu. Hal itu di lakukan karena dia tidak tahu tentang sebab mengapa hal itu bisa terjadi. Ya kan juga ada aturan yang memerdekakan siapa saja untuk menggelar aksi unjuk rasa secara damai, mengikuti aturan yang ada. Lebih tepatnya tentang itu saya anggap Pemerintah gagal juga dalam tugasnya mencerdaskan kehidupan bangsa”tambahnya.

Sebelumnya, tersebar berita yang mengatakan bahwa surat pemberitahuan aksi unjuk rasa buruh yang di layangkan ke Kepolisian tidak mendapat ijin. Terkait hal itu Afriyansyah juga angkat bicara

“Surat itu kan hanya pemberitahuan, tidak perlu ijin, hanya perlu di lindungi. Dan hanya digagalkannya pembahasan RUU Omnibus Law oleh Pemerintah lah yang bisa menghentikan aksi buruh. Pemerintah fokus pada penanganan Pandemi saja, kalau untuk buruh pada situasi ini Stop PHK tanpa pesangon dan berikan THR Buruh”

“Ya, kita berpegangan pada UU saja. Ya, pasti adalah tekanan-tekanan terhadap pimpinan buruh untuk membatalkan aksi kita, tetapi satu hal yang harus dan wajib di ketahui, dalam UU No. 9 tahun 1998, selain memberi tahukan hak dan kewajiban para peserta aksi, UU ini juga mencantumkan kewajiban pemerintah dan tanggung jawab pemerintah untuk melindungi hak asasi manusia dalam menyampaikan pendapat dan menyelenggarkan pengamanan atasnya”

“Selama kita mengikuti aturan yang tercantum dalam UU itu dan selama kita juga mengikuti aturan Pembatasan Sosial Skala Besar dengan menerapkan Sosial distancing, pakai masker, sarung tangan dan jaga jarak, saya rasa tidak akan ada masalah”

“Berbagai cara, melalui lobi-lobi sudah kita sampaikan, bahwa buruh menolak RUU Cipta kerja ini. Makanya tidak ada pilihan lain, kita putuskan untuk aksi unjuk rasa secara damai. Nah, bukankah itu merupakan ke cintaan buruh terhadap Negri ini dengan menggelar aksi unjuk rasa secara damai maka kami kaum buruh sedang menjalankan atau mematuhi UU No.9 tahun 1998” tutupnya.

Pos terkait