Sebuah Renungan : “Sudah Saatnya Pekerja/Buruh Indonesia Bersatu”

Pasuruan, KPonline – Permasalahan dunia perburuhan Indonesia semakin hari bukan semakin baik, tapi malah sebaliknya. Di mulai dari wacana pemerintah yang akan menghilangkan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan menggantinya dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Padahal UMK ini merupakan urat nadi buruh.

Jauh sebelum itu juga buruh sudah dihadiahi dengan sistem kerja outsourching, harian lepas, hingga kerja kontrak atau PKWT. Bahkan yang terbaru ini PKWT yang awalnya maksimal 2 tahun akan dirubah menjadi 5 tahun dan terakhir semakin dilegalkannya sistem kerja magang.

Bacaan Lainnya

Di tambah lagi dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang “hanya” mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomer 561/75 Yanbangsos terkait UMK 2020 di Jabar. Kita semua tahu bahwasannya SE ini tidak punya kekuatan hukum, artinya jika tidak dilaksanakan juga tidak masalah, walaupun SE tersebut akhirnya dicabut lagi setelah di demo ribuan buruh dan menggantinya dengan keputusan Gubernur nomor 561/kep.983-Yanbangsos/2019 pada tanggal 1 Desember kemarin.

Tidak kalah heboh juga, masalah ketidakadilan upah yang ada di Jawa Timur. Disparitas/perbedaan upah yang sangat tinggi antara upah Surabaya dengan upah terendah Trenggalek yang selisihnya mencapai dua juta seratus lebih atau 120%, bahkan perbedaan upah tinggi juga dialami antara masyarakat Kota dan Kabupaten Pasuruan yang hanya dibatasi jalan raya tetapi selisih upahnya mencapai satu juta dua ratus ribu lebih. Selisih tersebut setiap tahun akan semakin naik jika perhitungan penetapan UMK masih menggunakan PP 78.

Itu merupakan hanya sebagian kecil saja masalah perburuhan yang ada di Indonesia. Maka sudah saatnya pekerja/buruh bersatu, hilangkan ego masing-masing golongan, dari federasi bahkan konfederasi semua harus satu suara yaitu demi kesejahteraan kaum buruh dan keluarganya.

Ayo kita rapatkan barisan, satukan langkah dan tujuan untuk hidup yang lebih baik. Jangan mau diadu domba atau dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin melemahkan perjuangan kaum buruh.

Kita bisa memulainya dengan :

1. Dari diri sendiri
Sebagai buruh tanamkan pemahaman akan pentingnya berserikat, dengan ikut menjadi anggota serikat pekerja (SP).

2. Tingkat Pimpinan Unit Kerja (PUK)
Jika di Perusahaan ada yang memiliki lebih dari satu PUK maka sudah saatnya satukan suara sehingga dalam bernegosiasi bisa lebih mudah dalam mencapai tujuan. Jangan mau di pecah belah pihak-pihak tertentu.

3. Tingkat Kawasan Industri
Bisa berupa forum komunikasi antar SP, SB, SPTP dan Non SP se-kawasan tersebut, tujuannya agar bisa saling tukar informasi antara perusahaan yang satu dengan lainnya.

4. Tingkat Kota/Kabupaten
Mari bentuk komunitas, persatuan, gabungan dari semua Federasi SP/SB yang ada di sana, misal seperti di Sidoarjo Jawa Timur ada PPBS atau Persatuan Pekerja Buruh Sidoarjo. Dengan ini akan lebih mudah ketika menekan pemerintah dalam hal penetapan rekomendasi UMK/UMSK.

5. Tingkat Provinsi/Nasional
Tidak kalah penting jika di skala ini 3 Konfederasi besar bersatu KSPI, KSPSI dan KSBI maka gerakan pekerja/buruh Indonesia akan lebih diperhitungkan lagi baik ditingkat Nasional bahkan Internasional dan tentunya akan mempermudah dalam hal lobi di tingkat pusat.

Tidak mudah memang, tapi ini merupakan pekerjaan rumah (PR) bersama bagi kita yang merasa dirinya pekerja/buruh Indonesia. Tirulah sebuah bangunan yang kuat itu terdiri dari berbagai macam bahan, bukan dari satu bahan. (Dede Faisal RA)

Pos terkait