Padang Lawas, KPonline – Ada banyak sekali fakta yang sangat janggal dan seharusnya menjadi catatan penting bagi para majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Sibuhuan, untuk nantinya dijadikan sebagai bahan pertimbangan penting bagi majelis hakim dalam mengambil keputusan vonis hukum, terkait perkara pidana dugaan kriminalisasi aktifis buruh FSPMI Padang Lawas.
Dimana, saat agenda sidang perkara pidana dugaan kriminalisasi aktifis buruh FSPMI Padang Lawas ini kembali digelar, dengan agenda keterangan saksi lanjutan JPU, yang berlangsung selama dua hari kerja itu, dimana sidang mulai berlangsung sejak kamis (08/07/2021) siang, hingga Jum’at (09/07/2021) dini hari tersebut, tersibak sejumlah fakta yang cukup menggelitik dan dinilai kurang berkualitas untuk ditampilkan.
Pasalnya, JPU selaku pihak yang membawa perkara yang terkesan dipaksakan hingga bergulir sampai ke meja hijau PN Sibuhuan ini, pada acara persidangan sebelumnya telah menghadirkan 7 orang saksinya, yang juha dinilai tidak memiliki kapasitas dan dinilai kurang berkualitas dalam memberikan keterangan kesaksiannya.
Nah, pada agenda sidang lanjutan yang memakan dua hari kerja itu, JPU kembali menghadirkan sekaligus 6 orang saksi di hadapan majelis hakim PN Sibuhuan. Tak tanggung-tanggung, Edy Gusanto, selaku Manager Operasional PT. Permata Hijau Sawit (PT. PHS) dari Kantor Direksi (Kandir) Permata Hijau Group diturunkan dari Medan, hingga Tokoh Agama Desa Papaso, Pangihutan Siregar dan Saidah Harahap, isteri pelapor Awaluddin Rambe, yang mengaku menerima Uang THR tahun 2020 yang menjadi pokok masalah perkara ini disidangkan.
Salah satu point penting, dan harusnya masuk dalam catatan pertimbangan majelis hakim PN Sibuhuan yang memeriksa dan mengadili perkara aquo, dimana Saksi JPU Pangihutan Siregar dalam keterangan di hadapan majelis hakim mengakui, dirinya diminta menjadi saksi dalam perkara ini, setelah sebelumnya pernah dijumpai manager PT. PHS Kebun Papaso, Bitcar Siregar dan Danru perusahaan.
“Saya tidak ingat, kapan dijumpai manager Bitcar dan Danru. Tapi, seingat saya sebelum diperiksa di polisi,” aku saksi JPU ini.
Selanjutnya, saat ditanyai apakah saksi ada diberikan imbalan oleh perusahaan untuk menjadi saksi dalam perkara ini. Pangihutan Siregar dengan mimik sedikit sungkan berujar, “Dibayari perusahaan 100 ribu, untuk menjadi saksi,” ucapnya dengan jelas.
Senada itu, Saksi JPU lainnya, Saidah Harahap, isteri Awaluddin Rambe si pelapor di Polres Padang Lawas mengaku dengan jujur, setelah dirinya menerima Uang THR tahun 2020 milik suaminya, yang mana sejak tahun 2016 suaminya bekerja di PT. PHS Kebun Papaso tidak pernah mendapatkan THR setiap tahunnya itu, mengaku bersyukur bisa mendapatkan Uang THR di tahun 2020.
Anehnya, dalam fakta persidangan diketahui, Uang THR tahun 2020 diterimanya pada bulan juni 2020, tapi baru membuat laporan kepolisian pada bulan september 2020. Saidah Harahap juga mengaku, dirinya tidak mengetahui suaminya membuat laporan kepolisian, akan tetapi Saidah Harahap dilibatkan sebagai saksi atas laporan kepolisian yang dibuat suaminya.
Ketika ditanyai, Saidah Harahap mengaku bahwa seumur hidupnya, baru ini kali pertama dalam hidupnya, ia harus berurusan dengan hukum dan ditarik-tarik oleh suaminya untuk memberikan keterangan kesaksian di hadapan penyidik Polres Padang Lawas.
Di hadapan majelis hakim Saidah Harahap mengaku, selain bersama dengan suaminya Awaluddin Harahap untuk memberikan keterangan kesaksian di Polres Padang Lawas, dirinya juga ditemani oleh Manager PT. PHS Papaso, Bitcar Siregar dan KTU PT. PHS Papaso, Erry Anta Tarigan dengan menggunakan kenderaan perusahaan.
Demi melihat sejumlah fakta-fakta hukum tersebut, Direktur LBH FSPMI Sumut, Rihdalahi Subhi Purba berkeyakinan, bahwa ketua majelis hakim perkara aquo, Novita Megawati Aritonang, mampu melihat secara jeli dan mampu menganalisa fakta-fakta hukum yang muncul di persidangan tersebut, ucapnya singkat. (Tim)