Rembulan Rindu

Semarang, KPonline – Angin berdayung di ujung senja. Langit membungkus awan dengan pekat muram rembulan rindu. Menanti harap yang kian berpadu

Daun bergoyang diantara ranting
mengeliat di ujung tanya. Desing bergemuruh diantara dada sepertiga mendekap rindu. Sukma bersemayam diantara wajah senyum yang membekas dan lama terekam di ujung mata

Lemparan raut yang telah lama aku menjumpainya. Berlahan masuk dan menyimpanya diantara ratusan purnama yang sudah lama aku tidak ingin bertemu barang berjumpa sekejap kerilngan mata

Angin menyapa sendu. Cahaya malam bergulung diantara terpaan angin mengusir nirmala. Sorot lampu kota jalan pahlawan Jantung tempat banyak orang melewatinya dan menganggap waktu yang hanya akan berlalu dan diantara sorotan lampu yang berhamburan dari mobil yang lalu lalang, pertanyaan kian berlari mengejar tuan yang telah lama pergi tanpa ucap dan seakan menari diantara diam agar semua seperti tak berarti.

Barang kali diantara tanya, pernah ada yang mengutuknya menjadi fatamorgana bukan hal baru yang tidak ada namun satu cerita semesta untuknya menjadiknya nyata

Atau kemungkinan lain diantara kata yang terucap adalah satu misteri yang tuhan cipta agar semua baik baik saja, dan diantara hamburan kalimat yang terlempar di ujung sajadah ketika sebuah nama terus terlafalakan untuk raga yang menjadi ujung dari doa

Kau masih menjadi misteri yang tersimpan kabut di ufuk pagi, atau mungkin kau hilang bersamaan merah fana ketika mentari pagi berlalu dan menjadi senja.

Sekejap menjelma menjadi Gulita

Jalan Pahlawan, 5 Oktober 2018.

Oleh : Nukhan Dzu