Problematika Hak Perempuan dan Anak Dalam RUU KIA, Terutama Bagi Buruh Perempuan

Purwakarta, KPonline – DPR RI telah menggelar Rapat Paripurna dengan beberapa agenda pembahasan. Diantaranya adalah pengesahan Rancangan Undang-undang Ibu dan Anak (RUU KIA) sebagai RUU inisiatif DPR. Dan RUU KIA tersebut kini sudah disahkan pada 15 September 2022.

Dalam RUU KIA ini, salah satu yang didorong DPR adalah cuti melahirkan bagi ibu pekerja selama 6 bulan. DPR juga menginisiasi cuti ayah selama 40 hari untuk mendampingi istrinya yang baru saja melahirkan.

Bacaan Lainnya

Selain itu, ada juga aturan mengenai penyediaan fasilitas tempat penitipan anak (daycare) di fasilitas umum dan tempat bekerja. RUU KIA pun menjadi salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan stunting di Indonesia.

Sebelum pengambilan keputusan RUU KIA sebagai RUU inisiatif DPR, Rapat Paripurna telah mendengarkan pendapat fraksi-fraksi terhadap RUU ini. Puan berharap Pemerintah juga bisa segera merealisasikannya.

“Lewat RUU ini, kita ingin memastikan setiap hak ibu dan anak dapat terpenuhi. Termasuk hak pelayanan kesehatan, hak mendapatkan fasilitas khusus dan sarana prasarana di fasilitas umum, hingga kepastian bagi ibu tetap dipekerjakan usai melahirkan,” jelas Puan Maharani, perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

Untuk mengetahui, penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, dengan diberikan tiga bulan cuti melahirkan.

RUU KIA disambut baik oleh berbagai pihak diantaranya adalah KOMNAS Perempuan yang menyebutkan bahwa ini adalah salah satu langkah nyata pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan rakyatnya. Dimana dengan adanya RUU KIA, maka perempuan indonesia akan lebih terpenuhi hak maternitasnya.

“Tapi dimana ada yang pro maka disitu ada yang kontra. Pihak yang kontra tentunya adalah pihak perusahaan karena merasa dirugikan. Maka dari itu perlu dicari jalan tengah bagaimana skema pembayaran upah yang sesuai ketika ketentuan ini disahkan,” ungkap Ima Siti Fatimah.

Kemudian, kata Ima yang kebetulan juga merupakan anggota Media Perdjoeangan Daerah Purwakarta berharap, jangan sampai kedepannya terjadi isu krusial diantaranya regulasi-regulasi yang ketat menghambat akses perempuan untuk bekerja.

karena menurutnya, ada perusahaan yang berpikir sesaat yang tidak memikirkan jangka panjang dari manfaat RUU KIA. Takutnya, ada perusahaan yang mau untuk melakukan peraturan itu tetapi tidak mampu untuk mengakomodir kebutuhan buruh perempuannya.

“Sehingga memilih mem-phk pekerja dan tidak menerima lagi pekerja perempuan,” pungkas Ima.

“Semoga ada jalan keluar dari semua masalah yang terjadi saat RUU KIA ini di realisasikan. Sehingga, tetap terjaga hubungan industrial yang baik dari berbagai pihak yang bersangkutan,” tutup anggota Media Perdjoeangan Daerah Purwakarta tersebut.

(Aim Siti Fatimah)

Pos terkait