Potong Upah Pekerja, Potong THR, No Work No Pay, SPAI FSPMI DKI Akan Kembali ‘Geruduk Pabrik’

Jakarta, KPonline – PUK yang tergabung dalam SPAI FSPMI DKI menggelar rapat bersama jajaran perangkat PC SPAI FSPMI DKI Jakarta pada hari ini (10/5) di kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur. Mereka melakukan konsolidasi dan evaluasi terkait kondisi kini pekerja bersamaan dengan datangnya pandemi Covid-19. Dalam rapat ini PC SPAI FSPMI DKI melakukan pendataan perusahaan perusahaan yang dengan sengaja memboncengi pandemi Covid-19. Memanfaatkan situasi untuk melakukan mutasi, putus kontrak menjelang hAri raya, potong upah pekerja, potong THR ataupun perlakuan THR di cicil. Berdasarkan laporan PUK hari ini di PT. Dunkin Donut upah tidak di bayar akibat diliburkan dan THR di bayar di akhir tahun bulan Desember 2020. Sementara di PT. Trans Retail Indonesia (Carefour), PT. Indormarco Prismatama (Indomaret) THR di potong sepihak 50%, di PT. G4S CS upah pekerja dipotong sebanyak 30%. Lalu di PT. Borwita Citra Prima terjadi mutasi dan PHK sepihak terhadap pengurus PUK.

Hal ini menggambarkan kondisi real di lapangan hari ini, bahwa anggota serikat pekerja yang tergabung dalam PUK SPAI FSPMI DKI Jakarta sedang mendapatkan perlakuan ketidakadilan pengusaha nakal ditambah abai dan gegabahnya pengawasan pemerintah. Mereka menghadapi sikap arogansi pengusaha, perlakuan sepihak manajemen kepada mereka yaitu mutasi, dirumahkan tanpa di upah (No Work No Pay), bahkan di PHK sepihak menjelang hari raya.

Bacaan Lainnya

Beberapa PUK SPAI FSPMI DKI yang bergerak dalam sektor retail modern, jasa dan perdagangan tersebut sudah melayangkan surat perundingan, akan tetapi tidak ada jawaban oleh manajemen, bahkan pandemi dijadikan alasan untuk menolak perundingan.

Menurut Kardinal, dalam rapat ini diputuskan PC SPAI FSPMI DKI akan terus melakukan pendampingan, advokasi terkait kasus ini serta melakukan ‘Geruduk Pabrik’ dalam beberapa hari ke depan ke sejumlah perusahaan yang memberlakukan tindakan semena-mena terhadap pekerjanya. Karena jelas sesuai aturan pemberian THR kepada pekerja sudah terangkum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016. Bisa sesuai aturan, mesti hal hal ini tidak perlu terjadi dan menimbulkan persoalan besar bagi pekerja karena pengeluaran alokasi peruntukan THR tentunya sudah disiapkan jauh jauh hari sebelum pandemi Covid-19 terjadi, tapi yang terjadi hari ini justru dimanfaatkan perusahaan perusahaan yang sebenarnya mampu untuk melakukan pelanggaran pembayaran upah dan THR. Dan hal ini seolah olah dapat perlindungan dari pemerintah, dalam hal ini keluarnya surat Edaran dari kementerian Tenaga kerja yang membuka ruang atau celah terjadinya pelanggaran hak buruh.

Aturan tersebut mengatur tentang pemberian THR keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan.

Dalam aturan disebutkan bahwa Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau THR adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.

Ketentuan pemberian THR:

1. Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus atau lebih.

2. THR Keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.

3. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus atau lebih diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah.

4. Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 dikalikan satu kali upah.

5. Upah 1 (satu) bulan terdiri dari komponen upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages) atau upah pokok, termasuk tunjangan tetap. (Jim)

Pos terkait