PKB SEBAGAI JIWA HUBUNGAN INDUSTRIAL

Karawang, KPonline – Rabu, 04 Desember 2019. Salah satu fungsi dari Organisasi serikat pekerja atau serikat buruh (SP/SB) di dalam sebuah Perusahaan adalah menampung dan memperjuangkan aspirasi dari para Pekerja.

Saat ini tidak sedikit serikat pekerja atau serikat buruh bermunculan di perusahaan-perusahaan, baik yang sudah berdiri lama ataupun perusahaan yang terbilang masih baru, mulai dari serikat pekerja tingkat perusahaan sampai dengan serikat pekerja yang berafiliasi dalam lingkup yang lebih luas sesuai dengan pengelompokan jenis usaha dari perusahaan.

Bacaan Lainnya

Para pekerja sudah mulai sadar betapa pentingnya mendirikan serikat pekerja sebagai salah satu wadah perjuangan. Dengan adanya serikat pekerja, persoalan Ketenagakerjaan dapat diselesaikan secara bipartit dalam sebuah forum perundingan, baik yang bersifat normatif maupun kepentingan bagi pekerja dan pengusaha. Dimana hasil-hasil kesepakatannya dapat dijadikan pedoman bagi semua pihak.

Banyak serikat pekerja yang terlena dalam menghadapi setiap permasalahan yang terjadi, bertumpu pada perundingan kasus per kasus dengan pihak pegusaha, bahkan perundingan terkesan menjadi trend untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul.

Tingginya frekuensi perundingan serikat pekerja disebuah perusahaan dapat mengindikasikan bahwa banyak ketidaksepahaman aturan yang diterapkan di perusahaan itu sendiri, seharusnya konflik internal ini bisa ditekan oleh sebuah kesepakatan bersama yaitu PKB (Perjanjian Kerja Bersama).

Hampir disetiap perusahaan terdapat serikat pekerja, tetapi tidak semua perusahaan yang sudah memiliki dan menerapkan PKB sebagai aturan kerjanya.

Memang tidak mudah bagi serikat pekerja dalam menyusun sebuah PKB, terlebih sebelumnya perusahaan sudah menggunakan PP sebagai pedomannya. Walaupun proses perumusan hingga perundingan telah dilalui, tidak sedikit serikat pekerja yang merundingkan PKB hingga bertahun-tahun belum selesai. Tingkat kesulitan untuk mencapai suatu kesepakatan dan tarik-menarik kepentingan pada saat perundingan adalah salah satu faktor yang menghambat selesainya perundingan PKB ini.

Masing-masing pihak harus sadar bahwa dasar pembuatan PKB adalah “Itikad baik” dari kedua belah pihak. Sehingga dalam proses perundingan PKB, para pihak harus saling menghargai pendapat masing-masing dan mencari titik tengah sebagai solusi ketika terjadi kebuntuan perundingan.

Target pertama adalah merubah peraturan perusahaan (PP) menjadi PKB, dengan memasukan Komponen-komponen yang sudah berlaku saat ini dan pasal-pasal yang
sudah disepakati di dalam perundingan PKB untuk dapat disahkan dan dijadikan pedoman oleh kedua belah pihak. Pengecualian untuk hal-hal yang belum diatur dalam PKB, masih tetap dapat dirundingkan secara bipartit dan hasil kesepakatannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari PKB.

Adalah hal yang wajar jika dari hasil perundingan PKB pertama masih ada beberapa pasal yang terpending. Tetapi hal ini masih bisa diupayakan dengan cara parsial atau sebagai usulan perbaikan pada saat PKB yang sudah dijalankan habis masa berlakunya.

Kenapa PKB begitu penting bagi pekerja dan pengusaha ?

PKB ini biasanya mengatur semua hal yang berhubungan dengan Ketenagakerjaan. Mulai dari pengakuan serikat pekerja, hubungan kerja, syarat-syarat kerja, hak serta kewajiban pekerja dan pengusaha,
kesejahteraan pekerja, sampai dengan aturan tentang PHK.

Terkadang pihak-pihak tertentu pun (misalnya: Investor atau Customer)
suka ada yang mempertanyakan baik secara langsung ataupun tidak langsung, apakah di perusahaan ini sudah ada PKB?

Dengan adanya PKB mereka dapat menilai atau mengukur seperti apa Kondisi hubungan industrialnya. Dengan kata lain PKB ini adalah cerminan jiwa hubungan industrial antara serikat pekerja dengan
pengusahanya. PKB yang baik akan membuat pekerja merasa nyaman dalam bekerja dan pengusaha akan merasa nyaman dalam menjalankan usahanya.

Ketika serikat pekerja sudah berhasil membuat dan menerapkan PKB maka beban peningkatan nilai-nilai yang terkandung di dalam isi PKB menjadi hal yang tidak terlalu sulit dengan siklusnya adalah mengevaluasi dan mengajukan usulan perbaikan, jika ada peraturan yang saat ini sudah tidak relevan atau perlu dikaji ulang kembali mengenai keefektifannya. (Wawan Lahardika)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *