Petaka di Akhir Kontrak Kerja

Buruh Jwa Timur membawa keranda mayat sebagai simbol matinya keadilan.

Sidoarjo, KPonline – Sepeda gunung itu melintas di depan Delta Regency. Sebuah perumahan kelas menengah yang terlihat megah. Dia membayangkan, betapa nyaman apabila bisa membeli satu unit dan tinggal di sana. Tetapi apalah daya. Untuk sekedar berangkat ke pabrik, tempatnya bekerja, dia hanya mampu membeli sepeda.

Kayuhannya semakin keras. Diputar operan gigi, pada gear yang lebih besar agar bisa lebih cepat sampai. Sebab waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi. Setengah jam lagi harus sudah sampai di pabrik peleburan baja, tempatnya bekerja.

Bacaan Lainnya

Namun jalanan pagi ini kurang bersahabat ketika dia pilih lanjut lewat jalan raya. Jalan penuh dengan kendaraan bahkan mengular hingga samping jalan yang tak beraspal.

“Kamu telat lagi!” Pak mandor mencoba menegur. Jika sudah begini, alasan apapun pasti tidak diterima. Apalagi untuknya, yang hanya pekerja outsourcing di perusahaan ini. Jangankan salah, ketika benar pun akan dicari-cari kesalahannya.

”Sudahlah, kalau nggak niat kerja juga nggak apa-apa. Lagian hari ini kan tepat hari terakhir kontrak kerjamu,” sindir si Mandor.

Seperti mendengar petir menggelegar ucapan itu. Di hati, seperti ditembus peluru dalam jarak yang teramat dekat.

Perasaan seperti ini adalah yang kesekian kalinya dirasakan, sebagai buruh yang belum menjadi karyawan tetap. Hantu PHK”selalu datang menjelang habis masa kontrak.

Dan selalu, hanya doa yang bisa dilakukanya. Semoga dikontrak kembali.

Di bulan Juni seperti ini adalah masa-masa kenaikan kelas anaknya, yang biasanya butuh banyak biaya besar untuk daftar ulang ,untuk beli seragam yang sudah kekecilan, belum biaya buku-buku.

Yayak pun mengambil perlengkapan kerjanya dan melanjutkan tugas kerja yang harus dilakukan, melebur baja di lokasi kerja dengan temperature yang menyengat. Untuk bisa mencairkan baja di butuhkan temperature 1550 derajat. Material yang harus dilebur pun memiliki berat yang berton-ton. Semua dilakukan dengan setengah hati mengingat dia dibayangi kegelisahan bila esok hari tidak bisa bekerja lagi.

Akhirnya dia bekerja dengan sekuat tenaga, apapun dilakukan. Selesai mengangkat material dan meleburnya dia juga menyempatkan untuk bersih-bersih lokasi kerja. Berharap Mandor melihat dan mengusulkan kepada manajemen agar kontraknya di perpanjang meski hanya untuk tiga bulan seperti biasanya.

Kegundahannya semakin menjadi saat melihat mereka yang sudah menjadi karyawan tetap justru bekerja dengan santai. Enggan keluar keringat . Dalam batin dia berkata, “Padahal kerjanya sama. Jam istirahat juga sama bahkan kami bekerja lebih keras biar nanti bisa di kontrak kembali tapi kenapa upah kami dibedakan, tunjangan pun tidak diberikan.

Selepas istirahat siang, Yayak di panggil Mandor untuk memasukkan material besar dengan bobot lebih dari setengah ton kedalam tungku peleburan. Ketika itu waktu kurang lebih pukul 13.00 wib, jam-jam dimana rasa capek menjalari tubuh ditambah dengan kegalauan lantaran kontrak kerjanya tinggal sehari. Fokus kerja berkurang, di pasangnya hook hoist (katrol) pada material berat seperti yang di suruh oleh Mandor.

Rupanya dia tidak sadar jika rantai yang di gunakan itu tidak mampu untuk mengangkat beban seberat itu. Saat di tepat diatas tungku tiba-tiba material jatuh lantaran rantai putus dan langsung masuk kedalam tungku yang seperti panci besar itu, ditambah material yang sedikit berkarat membuat cairan dalam tungku seberat 5 ton itu muncrat kemana mana dan mengenai sekujur tubuh si Yayak.

Mengerang mulutnya menahan panas, jemarinya tercengkeram tidak bisa di buka, tangannya mengkerut, wajah dan tubuhnya mengalami luka bakar yang sangat serius.

Kawan-kawan sekerjanya panik. Bingung mau berbuat apa. Mandor ketakutan. Bukan karena pekerjanya yang kecelakaan, tetapi karena poin “zero accident” di perusahaanya bisa berkurang yang berakibat nama baik perusahaan bisa tercoreng.

Disaat itu, salah seorang pekerja datang dengan forklift dan palet lalu di letakkanya si Yayak di palet itu lantas dibawa ke klinik perusahaan. Namun lagi-lagi perusahaan tidak memiliki obat obatan yang memadai dengan alasan terkait kesehatan karyawan sudah diserahkan ke BPJS Kesehatan.

Akhirnya dengan terpaksa perusahaan membawanya ke rumah sakit. Yayat sudah tidak sadar karena merasakan rasa sakit yang luar biasa.Di UGD dirinya langsung ditangani oleh dokter, kamar kelas tiga kini dia disana, sprei dari plastik, tangan dan kakinya di atur menggantung agar kulitnya tidak menempel di Sprei itu, cairan tubuhnya menetes.. .Saya tahu, itu sakit yang luar biasa.

Menjelang magrib anak istri Yayak datang dengan hujan tangis dipipi melihat kondisi sang suami.

Malam hari mnjelang pak mandor juga datang sambal membawa selembar surat, diterima sang istri, langsung dibukanya surat itu. Disana tertulis, “terima kasih anda sudah bekerja sama dengan sangat baik di perusahaan ini. Namun karena produksi menurun maka sejak besok anda sudah tidak bisa lagi bekerja di perusahaan kami”

(Sidoarjo 05/09/2017)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *