Pengusaha Dilarang Memutasi Pekerja Ke-Perusahaan Lain Yang Berbeda Badan Hukum

Pengusaha Dilarang Memutasi Pekerja Ke-Perusahaan Lain Yang Berbeda Badan Hukum

 

Labuhanbatu, KPonline, – Terbatasnya jumlah personil Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi (Wasnaker Prov) adalah salah satu faktor penyebab tidak tegaknya Supremasi Hukum dibidang ketenagakerjaan, kondisi ini diperparah lagi dengan keberadaan sebagian Organisasi Serikat Pekerja yang ada diperusahaan yang rata-rata pengurusnya tidak memiliki kemampuan komunikasi dan regulasi, yang berakibat kepada bebasnya perusahaan melakukan perbuatan sewenang-wenang kepada pekerja dengan melanggar hukum serta Hak Asasi Manusia (HAM)” Ujar Anto Bangun, Direktur LSM.TIPAN-RI Labuhanbatu Kamis (07/12) Kepada Media ini saat dikonfirmasi.

 

” Salah satu unsur terbesar dari Harga Pokok Produksi (HPP) adalah biaya dan tunjangan tenagakerja, dan untuk memperkecil HPP agar perusahaan mendapatkan keuntungan yang maksimal,selain mempengaruhi pemerintah untuk tidak menaikkan nilai upah minimum adalah dengan merasionalisasi jumlah tenagakerjanya agar lebih efisien.

 

Rasionalisasi, dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada sebagian tenagakerja bukanlah persoalan yang mudah dan tidak akan dilakukan oleh perusahaan begitu saja, sebab keterkaitannya juga kepada sejumlah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, yang terdiri dari Uang Pesangon (UP),Uang Penggantian Masa Kerja (UPMK) dan Uang Penggantian Hak (UPH), dan untuk menghindari biaya tersebut maka solusi terbaik yang dilakukan perusahaan adalah memutasikan para pekerjanya secara bertahap”Ujar Anto Bangun.

 

Lanjutnya,”

Mutasi adalah untuk menempatkan pekerja dari satu tempat kerja ke tempat kerja lain, dan menurut ketentuan hukum ketenagakerjaan,mutasi pekerja adalah haknya prerogatifnya pengusaha yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun, tetapi meskipun mutasi adalah hak prerogatifnya pengusaha namun pelaksanaanya haruslah berdasarkan asas keterbukaan, bebas, obyektif, adil, dan setara tanpa diskriminasi.

 

Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum” Sebut Anto Bangun yang juga sebagai Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Metal Indonesia (KC.FSPMI) Labuhanbatu.

 

Selain itu, “Pengusaha dilarang keras memutasikan pekerjanya ke perusahaan lain yang berbeda badan hukum walaupun perusahaan lain tersebut masih dalam satu Group.

 

Perusahaan A,B dan C, diketahui masih dalam satu Group atau satu Holding (induk), maka Pekerja diperusahaan A, tidak dapat dimutasikan ke perusahaan B,dan C, demikian sebaliknya.

 

Antara perusahaan, A,B dan C meski masih dalam satu group tetapi ketiganya merupakan intentitas yang berbeda

 

Dengan dimutasikannya Pekerja di perusahaan A, ke perusahaan B atau C, maka secara hukum perjanjian kerja antara pekerja dengan perusahaan, A, putus/berakhir.

 

Padahal perjanjian kerja yang dibuat antara penerima kerja dan pemberi kerja baik hubungan kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) hanya berlaku di perusahaan tempat dimana pekerja tersebut diterima bekerja dan tidak berlaku diperusahaan lain walaupun masih dalam satu group /Holding (induk)

 

Artinya tindakan pengusaha yang memutasikan pekerjanya keperusahaan lain yang berbeda badan hukum, merupakan perbuatan pelanggaran hukum dan HAM, atau sama dengan perusahaan tersebut melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang wajib membayar kompensasi Uang Pesangon (UP) 1,75 ketentuan Peraturan Perundang-undangan tentang ketenagakerjaan” Tegas Bangun.

 

Masih menurut Anto Bangun” Perbuatan perusahaan yang sewenang- wenang ini sangat bisa di dicegah, kalau saja semua pengurus Serikat Pekerja yang ada diperusahaan tersebut, memiliki integritas sebagai pembela, pelindung dan pejuang kesejahteraan pekerja, sebagaimana amanat UU.No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.

 

Hak untuk mendapatkan pembelaan dan perlindungan hukum dari organisasi tidak akan pernah didapatkan oleh pekerja yang dizholimi perusahaan, kalau kapasitas pengurus serikat pekerjanya hanya sebagai, Pecundang, Penjilat, Penikmat dan Pemanfaat (4P) organisasi demi kepentingan pribadi dan Jabatan” Tutup Anto Bangun (MP)