Pencairan JHT Dipersulit, Buruh Jatim Minta Menaker Di copot dan BP Jamsostek Diaudit

Surabaya, KPonline – Pembatasan pencairan dana program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan yang dipatok pada usia 56 tahun, terus menuai polemik dan penolakan yang meluas dari kaum buruh.

Hari ini (16/02), Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), melakukan aksi demontrasi di Kantor DPRD Provinsi Jawa Timur untuk menolak dan meminta mencabut aturan tersebut.

Bacaan Lainnya

Menurut Koordinator Aksi Nuruddin Hidayat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, tidak mencerminkan rasa kemanusiaan dan kepedulian pada kaum buruh.

“Adanya pandemi dan lahirnya Omnibus Law, membuat kehidupan buruh makin terjepit. Sudah lapangan kerja sedikit, outsourcing di segala bidang dan PHK dipermudah, malah ditambah pencairan JHT yang dipersulit. Sungguh ini tidak manusiawi dan tak henti hentinya menyulitkan nasib buruh”, Terangnya.

Tidak sekali ini saja, kebijakan Menaker dirasa tidak berpihak pada nasib buruh, dari mulai persoalan upah minimum, penggunaan TKA, hingga outsourcing yang merajalela. JHT yang notabene hak buruh berupa tabungan, malah dipersulit pencairannya.

Karena kebijakannya yang mencederai dan tidak berpihak pada buruh itu. KSPI meminta Presiden Joko Widodo mencopot Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah dari jabatannya.

“Permenaker 2/2022 ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2015, dimana JHT bisa dicairkan satu bulan setelah tidak bekerja/di PHK. Kok berani-beraninya Menaker membuat kebijakan yang melawan Pemerintah. Dia pantas diberhentikan dan dikecam,” Geramnya.

Dari petisi online, penolakan aturan JHT, setidaknya 401 ribu orang telah menandatangani. Tanggapan netizen di media sosial juga kebanyakan menolak dan meminta aturan ini di kaji ulang. Bahkan dalam kolom komentar, berbagai spekulasi dan dugaan muncul serta mengarah ke BPJS Ketenagakerjaan.

Udin meminta, berbagai spekulasi dan dugaan yang berkembang, segera dijawab oleh BPJS Ketenagakerjaan. Buruh tidak ingin uangnya bernasib seperti Jiwasraya, Taspen dan Asabri.

“Ini adalah dana amanat, menyangkut hidup matinya ekonomi buruh. Karena itu dana simpanan buruh, kita akan meminta dilakukan audit di BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana wujud Prinsip transparansi dan kehati-hatian”, Tutupnya.

Hingga berita ini diturunkan, aksi masih berlangsung. Massa berkumpul di beberapa ruas jalan protokol di Surabaya. Pihak Pemprov dan DPRD Jatim masih melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk menerima perwakilan massa.

Pos terkait