Pemerintah Ngotot Lanjutkan Reklamasi, Bagaimana Sikap KSPI?

Jakarta, KPonline – Bendera Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berkibar ketika berbagai lembaga dan aktivis bergerak menuju kawasan reklamasi tepatnya di Pulau G. Pulau ini dibangun oleh PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land, Minggu pagi, 17 April 2016. Ini menjadi salah satu bukti tekait dengan kesungguhan KSPI dalam menolak reklamasi.

Tidak hanya itu, aksi-aksi menolak reklamasi juga gencar dilakukan. Simultan dengan aksi penolakan terhadap penggusuran dan upah murah.

Bacaan Lainnya

Namun apakah perjuangan KSPI dan berbagai elemen lain untuk menolak reklamasi bisa menghentikan mega proyek ini? Nampaknya belum.

Bendera KSPI berkibar diantara bendera berbagai elemen organisasi yang menolak reklamasi.

Kamis (5/10/2017), Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membenarkan tentang pencabutan penghentian sementara (moratorium) pembangunan 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta.

“Saya sudah tanda tangani (pencabutan moratorium) pada hari Kamis karena semua ketentuan yang berlaku dari semua kementerian dan lembaga yang terlibat itu tidak ada masalah,” kata Luhut.

Itulah yang kemudian melatarbelakangi Tim Advokasi Korban Reklamasi (Tim Akar) mengajukan gugatan class action di Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/10/2017).

Nelayan melakukan gugatan, karena ada dugaan perbuatan melawan hukum terhadap perjanjian No.33 Tahun 2007 dan Nomor 1/AKTA/NOT/VIII/17 tertanggal 11 Agustus 2017.

“Tujuan utama kami menggugat perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan pemprov DKI dalam hal ini dilakukan oleh Sekda Saefullah yang membuat perjanjian kerjasama tentang pengelolaan yang ada di pulau D dengan PT Kapuk Naga Indah,” kata salah satu kuasa hukum para nelayan tekuk Jakarta Mohamad Taufiqurrahman, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Taufiqurrahman mengungkapkan bahwa dalam proyek tersebut adanya dugaan melanggar hukum. Pasalnya dalam proyek tersebut diperjanjian tak melibatkan DPRD DKI Jakarta, lalu proyek reklamasi bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KSPI menilai, reklamasi menghilangkan mata pencaharian nelayan.

Selanjutnya pelanggaran adanya pencemaran lingkungan merusak biota laut dan mengikis penghasilan nelayan petambak dan warga pesisir, serta tidak ada pembentukan tim koordinasi kerjasama daerah sehingga bertentangan dengan pasal 5 Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang petunjuk teknis tata cara kerjasama daerah.

Oleh karena itu, penting untuk mengingatkan pemerintah agar tidak mengutamakan kepentingan pemodal yang telah menggelontorkan uangnya untuk membiayai reklamasi. Bagaimanapun, kepentingan masyarakat yang lebih besar harus diperhatikan.

Sekali lagi, perjuangan untuk menolak reklamasi belum selesai. Bagaimana sikap KSPI?

Pos terkait