Dampak Pasar Kerja Fleksibel Bagi Buruh dan Serikat Buruh

Jakarta, KPonline – Maraknya praktek outsourcing, kerja kontrak, dan kini pemagangan sesungguhnya bagian dari implementasi pola Labor Market Flexible atau pasar kerja fleksibel yang perlu diantisipasi oleh gerakan buruh secara serius.

Pasar kerja flexibel diterjemahkan sebagai sebuah pola hubungan industrial yang berbasis flexibelitas hubungan kerja ( status kerja kontrak, outsourcing atau magang).

Bacaan Lainnya

Perusahaan kini bukan hanya memangkas para pekerja tetap dengan pekerja outsourcing, kontrak dan magang. Lambat laun, mereka juga ingin memangkas gerakan buruh.

Dengan konsep pasar kerja fleksibel, perusahaan ingin mudah dalam perekrutan karyawan. Dengan status kerja fleksibel, berupah/ gaji rendah, tanpa pesangon dan dengan jaminan sosial seadanya.

Kondisi tersebut akan berakibat pada beberapa hal. Pertama, buruh makin sengasara. Bukan hanya pendapatannya yang dipangkas, buruh juga bekerja dengan tanpa kepastian masa depan, tanpa jaminan sosial yang jelas. Pendek kata, mereka bekerja tapi tetap miskin.

Kedua, pada satu sisi, perlahan namun pasti jumlah pekerja kontrak, oustsourcing dan magang yang rata-rata adalah para pekerja muda kini jumlahnya makin membesar. Lebih besar dari jumlah pekerja tetapnya.

Ketiga, bukan hanya anggotanya yang stagnan. Daya tawar buruhpun makin melemah karena senjata utama buruh yakni mogok kerja takkan efektif jika jumlah pekerja tetap yang mogok jumlahnya sedikit sehingga mesin-mesin produksi masih bisa dijalankan oleh pekerja kontrak/magang.

Keempat, gerakan buruh juga makin melemah. Hal ini dikarenankan para anggota muda yang energik dan semangat, masih berkutat masalah status kerja sehingga tinggalah para pekerja yang makin menua yang kurang semangat di ajak aksi.

Keliga, pola pasar kerja fleksibel juga akan mengganggu sustainable program jaminan sosial terutama jaminan pensiun. Karena dana yang masuk stagnan, sementara kewajiban membayar pensiun ke peserta setiap bulannya terus meningkat.

Oleh karena itu, jangan biarkan kondisi tersebut terjadi. Jangan anda biarkan praktek outsourcing merajalela. Jangan biarkan di divisi anda bekerja perlahan di isi oleh para pekerja yang berstatus fleksibel.

Upaya pengusaha untuk melemahkan gerkaan buruh tidak berhenti, kini mereka gencar merekrut para pengurus serikat pekerja di tingkat cabang / daerah, baik ketuanya, tim advokaai dan pengurus lainnya menjadi HRD. Ditingkat perusahaan juga terjadi, dimana ketua umum atau pengurus inti serikat pekerja di tingkat perusahaan tidak sedikit yang ditawarkan menjadi HRD/manajemen.

Target merekrut para aktivis buruh tersebut sangat jelas yakni ingin menggembosi serikat buruh dari dalam secara perlahan lahan.

Jika sudah begini, maka pengkaderan yang kuat menjadi kata kunci agar serikat buruh menjadi kuat dan melahirkan para penjuang yang cerdas, militan dan konsisten.

Lebih dari itu, dibutuhkan federasi dan konfederasi yang kuat, terlebih Jokowi melalui Komite Ekonomi Industri Nasional ( KEIN) memberi sinyal akan merevisi UU Ketenagakerjaan agar makin fleksibel dan ramah terhadap investasi.

Jakarta, 6 Juli 2017

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *