Menghadang Omnibus Law di Tengah Kepungan Virus Corona

Bogor, KPonline – Aksi Nasional yang digaungkan oleh MPBI (Majelis Pekerja Buruh Indonesia) yang semula akan digelar pada 23 Maret 2020, bertepatan dengan Sidang Paripurna MPR/DPR, ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Penundaaan Aksi Nasional tersebut dikarenakan, Sidang Paripurna MPR/DPR ditunda, sehingga 3 konfederasi buruh terbesar yang ada di Indonesia, dengan terpaksa juga menunda Aksi Nasional tersebut.

Bacaan Lainnya

Alasan ditundanya Sidang Paripurna MPR/DPR tersebut dikarenakan wabah penyebaran virus Covid-19, yang semakin hari semakin merebak ke hampir seluruh wilayah Indonesia. Sangat mengkhawatirkan memang, jika kita tanpa sengaja tertular atau terjangkit virus Covid-19 disaat berkumpul dan berkerumun ditengah keramaian sebuah aksi unjuk rasa atau aksi demonstrasi.

Dilema, tentu saja. Akan tetapi, bagaimana dengan “virus” Omnibus Law ? Yang sejak dilontarkan oleh Jokowi pada saat pidato pelantikan dirinya sebagai Presiden Republik Indonesia untuk yang kali kedua. Dan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law tersebut, telah mendapatkan penolakan dan perlawanan yang cukup massive dan bertubi-tubi dari kaum buruh.

Di tengah-tengah viralnya tentang wabah dan penyebaran virus Corona atau yang lebih dikenal dengan Covid-19, apakah pergerakan kaum buruh atau kaum pekerja dalam melawan Omnibus Law sudah cukup efektif ? Bahkan jika boleh dikatakan, issue penghadangan dan perlawanan kaum buruh terhadap RUU Cipta Kerja Omnibus Law, seakan-akan ditelan bumi. Issue RUU Cipta Kerja Omnibus Law, tertutup dan “kalah pamor” dengan issue wabah dan penyebaran virus Corona.

Hampir seluruh warga negara +62 merasakan kepanikan yang cukup luar biasa akan virus Covid-19. Padahal, beberapa minggu sebelumnya, RUU Cipta Kerja Omnibus Law cukup viral, dan menjadi buah bibir dimana-mana.

Bahkan beberapa stasiun televisi swasta dan televisi milik pemerintah pun, tak luput menyiarkan secara langsung, diskusi dan bincang-bincang mengenai “Undang-undang Sapu Jagat” tersebut.

Tapi issue RUU Cipta Kerja Omnibus Law secara perlahan tapi pasti, tergerus dengan issue virus Corona. Sehari dan dua, issue wabah dan penyebaran virus Corona melebihi issue RUU Cipta Kerja Omnibus Law. Merangsek kalbu dan sanubari warga plus 62, yang sangat “menggandrungi” keviralan ketimbang issue yang lebih substansial.

Hingga hari ini, issue RUU Cipta Kerja Omnibus Law pun, bukan merupakan sesuatu hal yang “seksi” lagi untuk diperbincangkan. Dia seakan terkubur dengan sendirinya, ditengah kepungan dan serbuan virus Corona.

Hampir semua warga plus 62, yang masuk kedalam kategori kaum buruh atau kaum pekerja menyadari tentang begitu berbahayanya RUU Cipta Kerja Omnibus Law, bagi kaum buruh atau kaum pekerja itu sendiri, dan juga bagi generasi kaum pekerja pada masa yang akan datang.

Akan tetapi, kaum buruh atau kaum pekerja yang hingga hari ini akan terus menghadang dan melakukan perlawanan terhadap RUU Cipta Kerja Omnibus Law, juga harus menghadapi sebuah kenyataan baru. Yaitu, juga harus menghadang dan melawan RUU Cipta Kerja Omnibus Law, ditengah kepungan dan serbuan wabah dan penyebaran virus Corona.

Dibayang-bayangi rasa khawatir dan ketakutan akan penularan virus Corona, kaum buruh atau kaum pekerja juga harus waspada. Kaum buruh atau kaum pekerja juga harus mengantisipasi, dan berjaga-jaga, jikalau RUU Cipta Kerja Omnibus Law disahkan tengah malam, disaat warga masyarakat plus 62 sedang tidur terlelap.

Dan apakah yang akan kita lakukan sebagai kaum buruh atau kaum pekerja dalam menghadang dan melawan RUU Cipta Kerja Omnibus Law, ditengah-tengah wabah penyebaran virus Corona ?

Dunia maya sebagai kawah candradimuka yang baru, bisa saja sebagai wadah kita dalam menyuarakan suara kaum buruh atau kaum pekerja. Media sosial boleh jadi menjadi sarana yang efektif dalam menggalang kekuatan kaum buruh atau kaum pekerja yang ada di negara plus 62 ini.

Akan tetapi, apakah hal tersebut akan efektif pada nantinya ? Bagaimana dengan wakil rakyat yang saat ini masih peduli dengan nasib rakyat banyak ? Ahh, jumlah mereka masih bisa kita hitung dengan jari.

Karena pada kenyataannya, ketukan palu pada Sidang Paripurna MPR/DPR-lah yang akan menentukan, apakah RUU Cipta Kerja Omnibus Law akan menjadi Undang-undang atau tidak. Dan pengesahan, yang ditandai dengan ketukan palu Sidang Paripurna MPR/DPR, hanya bisa kita lawan dan gagalkan melalui aksi parlemen jalanan.

Apakah kita berani menghadang dan melawan RUU Cipta Kerja Omnibus Law, ketika pihak aparat keamanan sudah mengeluarkan maklumat, yang menyatakan akan menindak tegas pelaku pembuat keramaian ? Apakah kita berani menghadang dan melawan RUU Cipta Kerja Omnibus Law, ditengah-tengah kepungan wabah dan penyebaran virus Corona ? Entahlah. Bagaimana dengan kamu ?

Pos terkait