Menanggapi Tulisan Zeng Wei Jian tentang Dilema Upah Minimum

Seluruh massa anggota KSPI yang militan dan siap sedia berjuang adalah penentu bagi kemajuan organisasi.

Jakarta, KPonline – Tulisan Zeng Wei Jian berjudul ‘Dilema Upah Minimum’ bukan saja cacat logika, tetapi juga menyesatkan.

Bisa dipahami jika sebagai pendukung Anies – Sandi, Zeng Wei Jian memberikan pembelaan terhadap junjungannya. Tetapi pernyataannya terkait upah minimum, saya kira harus diluruskan.

Bacaan Lainnya

Saya kira Zeng Wei Jian tahu, bahwa buruh yang melakukan kritik keras terhadap kebijakan Anies – Sandi terkait dengan UMP DKI adalah buruh yang secara militan ikut memenangkan Anies – Sandi. Mereka bukan barisan dari kubu sebelah, yang katakanlah, sakit hati dan belum move on.

Itu dulu point pertama yang harus dipahami oleh Zeng Wei Jian. Para buruh yang sebagian besar akan melakukan aksi tanggal 10 November 2017 itu, adalah buruh yang pernah berada dalam barisan yang sama dengan Zeng Wei Jian untuk memenangkan Anies – Sandi.

Hanya saja, bedanya, dukungan buruh terhadap Anies – Sandi bukan dukungan buta. Tetapi sebuah dukungan yang didasarkan pada komitmen untuk menghadirkan sesuatu yang lebih baik bagi masyarakat DKI. Ini bukan tentang pribadi Anies – Sandi. Juga bukan karena buruh menjadi underbow partai atau tokoh politik tertentu. Tetapi murni karena perjuangan suci untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya di Jakarta.

Meskipun baru dilantik 3 Minggu, janji tetaplah hanji.

Zeng mengatakan, Anies – Sandi baru 3 minggu dilantik. Dengan kalimat ini, seolah-olah Zeng ingin mengatakan agar kebijakan Anies – Sandi bisa dimaklumi. Toh masih baru.

Tetapi bagi buruh yang memberikan dukungan atas dasar perjuangan idiologis, tidak bisa begitu. Bagi buruh, sekali berbohong cukuplah dikatakan sebagai pembohong. Dia telah berkhianat kepada kaum buruh yang telah memberikan dukungan kepadanya.

Zeng Wei Jian harus tahu, Anies – Sandi pernah menandatangani kontrak politik dengan buruh, yang salah satu isinya adalah akan menaikkan UMP DKI Jakarta lebih besar dari PP 78/2015. Bukan baru 3 minggu kemarin kontrak politik ini ditandatangani, tetapi sudah berbulan-bulan yang lalu. Dengan demikian, itu artinya, Anies – Sandi jauh-jauh hari sudah paham dengan apa yang diperjanjikannya.

Jangankan 3 minggu, bahkan sehari setelah dilantik, seorang kepala daerah terikat dengan janji yang harus ditepatinya. Jika baru dilantik saja sudah mengingkari, bagaimana kita bisa percaya jika kedepan tidak akan lagi melakukan hal yang sama di kemudian hari?

Jadi, seharusnya bung Zeng, kita sama-sama mengusulkan kepada Museum Rekor Indonesia untuk mencatat agar Anies – Sandi diberikan penghargaan sebagai pasangan Kepala Daerah yang paling cepat melupakan janji politiknya. Baru 3 minggu dilantik, tetapi sudah mengingkari.

Tidak tepat membandingkan UMP DKI Jakarta dengan Nusa Tenggara Barat

Terdengar lucu ketika Zeng Wei Jian membandikan UMP DKI Jakarta sebesar Rp 3.648.035,- dengan UMP Nusa Tenggara Barat yang sebesar Rp 1.631.245,-

Kalau mau membandingkan harus apple to apple. Sebagai Ibu Kota Negara, seharusnya gaji Jakarta dibandingkan dengan gaji Ibu Kota Negara seperti Singapura, Bangkok, Kuala Lumpur, atau Manila. Kecuali kalau Zeng Wei Jian mau membandingkan dengan Phnom Phen. Tetapi apakah iya, Indonesia akan dibandingkan dengan Kamboja?

Berdasarkan data yang dikeluarkan ILO yang tercatat dalam Buku Tren Ketenagakerjaan ILO Tahun 2015 halaman 28, disebutkan bahwa upah rata-rata Kamboja 119 dollar, Laos 121 dollar, Indonesia 174 dollar, Vietnam 181 dollar, Filipina 206 dollar, Thailand 357 dollar, dan Malaysia 506 dollar. Dengan kenaikan upah sebesar 8,71%, maka Indonesia akan semakin jauh tertinggal dengan negara-negara sekitar.

Itu upah berdasarkan rata-rata. Sedangkan berdasarkan data dari www.nwpc.dole.gov.ph, Upah Minimum Tahun 2017 di Indonesia adalah Rp 3.605.272. Sedangkan di Cina sebesar Rp 4.255.658; Thailand Rp 3.409.020; Philipina Rp 3.954.051; Malaysia Rp 3.016.598 (digunakan untuk buruh migran, termasuk TKI); Hongkong Rp 13.446.021; Korea Rp 17.655.535; Australia Rp 42.893.358; dan Jepang Rp 19.021.123. Indonesia jauh tertinggal.

Dan nggak usah jauh-jauh mencari pebanding DKI dengan NTB. Bandingkan saja dengan Bekasi dan Karawang. Upah Minimum DKI tertinggal jauh di bawahnya.

Jadi kalau Zeng Wei Jian mengatakan banyak perusahaan yang pindah ke Cikarang karena upah di DKI sudah kelewat besar, itu sama sekali tidak benar. Bahkan menyesatkan. Bung Zeng harus tahu, upah di Cikarang saat ini lebih besar dari DKI. Di Cikarang upahnya 3,53 juta. Sedangkan DKI hanya 3,3 juta. Jadi kalau banyak perusahaan pindah ke Cikarang, itu bukan karena upah di Cikarang lebih besar.

DKI Jakarta adalah Ibu Kota Negara Indonesia. Dengan nilai PDB yang luar biasa. Berbagai perusahaan multinasional dengan gaji belasan hingga puluhan juta berkantor pusat di sini. Tetapi lihat upah buruhnya? Hanya 3,68 juta.

Boleh juga sih membandingkan dengan Nusa Tenggara Barat. Tetapi pada nilai kenaikkan. DKI hanya naik 8,71% sesuai PP 78/2015. Tetapi NTB naik 11,5%. Dalam hal ini, Gubernur NTB lebih ksatria dengan berani menaikkan UMP di atas PP 78/2015. Anies – Sandi? Justru yag didukung buruh malah tidak memiliki nyali untuk menggunakan kewenangannya untuk menetapkan UMP lebih tinggai dari PP 78/2015 sesuai dengan apa yang pernah dia janjikan.

Mengutip data BPS sebagai pembenaran upah murah itu memalukan, bung Zeng.

Zeng Wei Jian mengutip Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengklaim income Rp 11.000 per hari atau setara Rp 332.119 per bulan masuk kategori tidak miskin. Bagi saya ini memalukan. Orang se-kritis Zeng Wei Jian menggunakan data ini untuk membenarkan pendapatnya.

Banyak orang yang mempertanyakan dan menggugat standar kemiskinan yang digunakan BPS tersebut. Apakah Zeng bisa hidup sebulan dengan Rp 332.119 per bulan? Jangankan untuk sewa rumah. Bahkan untuk makan di Jakarta saja tidak cukup.

Seharusnya Zeng juga mengutip hasil Survei Biaya Hidup dari BPS yang menyebutkan bahwa Jakarta merupakan kota dengan biaya hidup tertinggi se-Indonesia dengan rata-rata biaya hidup di Jakarta Rp 7.500.726 per bulan. Ini hasil survei terakhir, tahun 2012. Kalau di survei sekarang, tentu jauh lebih besar dari itu.

Para penerima UMP itu sebagian besar sudah berkeluarga. Memiliki istri/suami dan anak-anak yang harus dibesarkan. Kebayang bagaimana mereka setiap bulan berjibaku mencari hutangan untuk menutup kebutuhan.

Upah murah menyebabkan daya beli turun dan berakibat PHK besar-besaran

Akibat upah murah dengan adanya PP 78/2015, mengakibatkan daya beli rakyat turun. Sehingga, berdasarkan data BPS, konsumsi rumah tangga turun. Akibatnya target pertumbuhan ekonomi pemerintahan Jokowi (termasuk Ahok saat masih menjabat Gubernur), sehingga banyak pabrik tutup dan dalam 3 tahun sudah ratusan ribu buruh ter PHK.

Itu terjadi bukan karena upah tinggi. Jadi, jangan sesat pikir. PHK bukan karena upah minimum naik tinggi. Pemikiran seperti ini adalah teori usang yang sudah ditinggal dunia. Di negara-negara maju, kesejahteraan Tenaga Kerja ditingkatkan dan dinomorsatukan. Kalau Indonesia mau maju, seharusnya juga begitu.

Berdasarkan data KSPI, sejak PP 78/2015 diterapkan, sudah ratusan ribu buruh yang ter-PHK.

PHK massal gelombang pertama terjadi pada akhir tahun 2015. Ini menimpa buruh sektor tekstil dan garmen. Dimana 65 ribu buruh kehilangan pekerjaan.

Gelombang kedua PHK terjadi pada kurun waktu Januari hingga April 2016, berdampak terhadap 100 ribu buruh di PHK. Terjadi di industri elektronik dan otomotif. Di industri elektronik, PHK terjadi di PT Tosiha, PT Panasonik, PT Philips, PT Shamoin, PT DMC dan PT. Ohsung. Pengurangan kayawan di industri otomotif terjadi pada industri sepeda motor dan roda empat serta turunannya, seperti PT Yamaha, PT Astra Honda Motor, PT Hino, PT AWP, PT Aishin,PT Mushashi, PT Sunstar.

Gelombang ketiga PHK terjadi di sektor ritel, Industri keramik, pertambangan, farmasi, telekomunikasi, dan sebagainya. KSPI memperkirakan, hingga pertengahan tahun ini saja, lebih 50 ribu buruh di PHK. Hal ini seiring dengan laporan pengusaha yang mengatakan sepinya penjualan. Ini ditandai dengan tutupnya 7-Eleven. Bahkan diprediksi, PHK akan terjad di Hypermart, Ramayana, Hero, Giant, Tiptop, dan beberapa industri yang lainnya dengan cara menututup beberapa gerai di beberapa daerah.

Faktanya, data-data ini tidak diumumkan pemerintah. Bahkan pemerintah sibuk menyangkal karena pemerintah takut fakta yang sebenarnya, yaitu kenaikan upah murah menyebabkan daya beli turun yang berakibat perusahaan menutup atau mengurangi drastis jumlah produksi barang dan jasa. Sehingga jalan satu-satunya adalah PHK, bukan seperti bung Zeng bilang, kenaikan upah tinggi penyebab PHK. Salah tuch…

Gelombang satu hingga tiga, penyebabnya adalah daya beli yang menurun. Bagi KSPI dan buruh Indonesia, salah satu penyebabnya upah murah melalui penerapan PP 79/2015.

Paket kebijakan ekonomi tidak bisa mengangkat daya beli, tetapi hanya membuka ruang kemudahan untuk berinvestasi. Tidak diiringi dengan kebijakan peningkatan daya beli. Maka yang terjadi adalah penurunan konsumsi, itulah yang menyebankan terjadinya PHK besar-besaran.

Jadi kalau Zeng Wei Jian setuju dengan upah murah, maka sama saja setuju dengan adanya PHK besar-besaran. Produk dari berbagai perusahaan tidak ada yang membeli, karena rendahnya daya beli masyarakat kita. Jika produk sudah tidak ada yang membeli, itulah akan menjadi alasan utama sebuah perusahaan tutup dan lagi-lagi, buruh yang akan jadi korban.

Surat Edaran Kemnaker Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017 tidak mempunyai kekuatan hukum

Di bagian akhir, Zeng menyebut Surat Edaran Kemnaker Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017. Seolah ingin mengatakan, penetapan UMP DKI sesuai PP 78/2015 ini bukan dosa Anies – Sandi.

Satu hal yang harus diketahui, penetapan UMP adalah kewenangan Gubernur. Ambil contoh Gubernur Nusa Tenggara Barat yang menaikkan UMP sebesar 11,5%. Tahun sebelumnya, Provinsi Aceh, Kalimantan Selatan, dan Papua berani menetapkan UMP lebih tinggi dari PP 78/2015. Bahkan untuk UMP tahun 2016, Ahok juga menetapkan lebih tinggi.

Pertanyannya, bukankah Surat Edaran Kemnaker Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017 juga ditujukan kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat. Tetapi mengapa dia berani menetapkan lebih tinggi, sedangkan Anies – Sandi tidak? Maka saya cuma bisa bilang: “Terlalu…!!”.

===========================
DILEMA UPAH MINIMUM
by Zeng Wei Jian

Whoaa…bakal ada aksi besar buruh tanggal 10 November 2017. Mereka mau cabut mandat Anies-Sandi. Busyet. Padahal, baru 3 minggu dilantik. Masih baru. Pasalnya, soal kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi). Anies-Sandi menaikan UMP menjadi Rp 3.648.035,-

Bandingkan dengan UMP Nusa Tenggara Barat‎ sebesar Rp 1.631.245,-

Di tahun 1890an, New Zealand dan Australia merupakan negara pertama yang merilis UU modern tentang “minimum wage” (upah minimum). Spirit dari regulasi ini: stop the exploitation of workers in the sweatshops.

Pro-kontra upah minimum berlangsung sampai sekarang. Berbagai riset dilakukan.

Charles Brown (1983), dalam “The Journal of Human Resources”, menyatakan bahwa setiap kenaikan 10% minimum wage berarti penambahan 1-3% pengangguran.

Sen, Rybczynski, dan Van De Waal melakukan studi di tahun 2011. Mereka menyimpulkan, “a 10% increase in the minimum wage is significantly correlated with a 3−5% drop in teen employment.”

In 2013 study by labor economists Tony Fang and Carl Lin which studied minimum wages and employment in China, found that “minimum wage changes have significant adverse effects on employment in the Eastern and Central regions of China, and result in disemployment for females, young adults, and low-skilled workers”.

Di sini tragedinya. Kenaikan UMP yang terlalu besar bisa mengakibatkan inflasi harga-harga dan profit.

Minimum wage tidak efektif menghapus kemiskinan. Justeru bisa menciptakan “a net increase in poverty due to disemployment (PHK) effects”.

“Minimum wage” yang terlalu besar merugikan small business. Perusahaan besar punya cadangan modal dan jaringan distribusi kuat cenderung bisa survive.

Menurut Ryan Messmore, UMP tinggi “May cause price inflation as businesses try to compensate by raising the prices of the goods being sold”.

Kenaikan UMP bisa mentriger capital flight dari Jakarta ke daerah-daerah UMP rendah. Sudah bertahun-tahun fenomena itu terjadi. Para pemilik modal membuka pabrik-pabrik di Cikarang, Sukabumi dan kota-kota lain. Alasan ya itu tadi, cari lokasi UMP lebih rendah.

UMP tahun 2017 sebesar 3.648.035 rupiah berarti income sebesar +/- 120 ribu per hari. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim income Rp 11.000 per hari atau setara Rp 332.119 per bulan masuk kategori tidak miskin. Not poor. Catet..!!

Bila Anies-Sandi mau dikudeta gara-gara menaikan UMP sebesar 8,71 persen, sesuai Surat Edaran Kemnaker Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017, maka saya cuma bisa bilang: “Terlalu…!!”.

THE END

Pos terkait