Memaknai Pernyataan Sri Mulyani Terkait Upah

Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Jakarta, KPonline – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengomentari kenaikan upah minimum. Ini menarik. Setidaknya memberi kita pemahaman, betapa besarnya perhatian pemerintah terhadap upah.

Besar, sampai-sampai Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan surat edaran. Bagi Kepala Daerah yang tidak menetapkan upah sesuai surat edaran, akan dicopot dari jabatannya.

Bacaan Lainnya

Kembali pada Sri Mulyani. Dia menyambut baik kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,03 persen pada 2019. Dia meminta agar kenaikan upah dilihat dari dua sisi, masyarakat dan dunia usaha.

Dari sisi pekerja, sudah pasti kenaikan upah akan berpengaruh positif terhadap daya beli masyarakat. Sehingga, kenaikan upah dapat mengerek tingkat kesejahteraan masyarakat.

Sedangkam dari sisi dunia usaha, kenaikan upah harus juga menaikkan produktivitasnya. Kunci dari kesejahteraan masyarakat terdapat pada kualitas sumber daya manusia. Sebab, dengan meningkatnya kualitas sumber daya manusia, maka produktivitas dunia usaha akan meningkat.

Tanggapan Buruh

Kita setuju, kenaikan upah meningkatkan daya beli. Tetapi kenaikan upah yang seperti apa agar daya beli buruh meningkat?

Dengan kenaikan 8,03 persen, rasanya kita pesimis daya beli akan terdongkrak.

Kita tahu, kenaikan ini didasarkan pada inflansi nasional sebesar 2,88 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,15 persen.

Bandingkan dengan Banten, misalnya. Di provinsi ini, inflansinya sebesar 3,42 persen dan pertumbuhan ekonominya 5,75 persen. Totalnya adalah 9,17 persen.

Dengan demikian, kenaikan upah menggunakan formula ini tidak memberikan rasa keadilan bagi buruh.

Belum lagi kalau kita bicara kebutuhan riil buruh. Dimana kenaikan listrik, makanan, dan transportasi (termasuk BBM) terbilang tinggi.

Kita juga setuju produktivitas ditingkatkan. Produktivitas salah satunya terkait dengan pendidikan.

Pertanyaannya, siapa yang bertanggungjawab? Apakah buruh itu sendiri? Dengan upahnya yang rendah itu harus membayar sendiri biaya pelatihan untuk meningkatkan keterampilan?

Jika begini, beban buruh akan makin berat.

Pos terkait