MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Jakarta,KPonline – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir, yang diajukan pada 2 Januari 2020.

Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020 yang ditetapkan pemerintah.

Kasus ini bermula saat Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) keberatan dengan kenaikan iuran itu. Mereka kemudian menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan. Gayung bersambut. MA mengabulkan permohonan itu.

“Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata juru bicara MA, Hakim Agung, Andi Samsan Nganro, di kutip dari CNN Senin (9/3/2020).

Menurut MA, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Pasal 34 yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi:

(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:

a. Rp 42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau

c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020

Kenaikan iuran BPJS kesehatan ini sebelumnya juga di tolak oleh banyak kalangan termasuk buruh .

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dengan tegas menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang secara resmi naik per 1 Januari 2020.

Menurut presiden KSPI Said Iqbal, setidaknya ada lima alasan mengapa pihaknya menokak kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Pertama, kenaikan ini membuat daya beli masyarakat jatuh. Sebagai contoh, untuk peserta kelas III rencananya naik dari 25 ribu menjadi 42 ribu. Jika dalam satu keluarga terdiri dari suami, istri, dan 3 orang anak (satu keluarga terdiri dari 5 orang) maka dalam sebulan mereka harus membayar 210 ribu.

Dengan kata lain, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan membuat daya beli masyarakat jatuh. Apalagi tingkat upah minimum tiap-tiap daerah berbeda.

Kedua, BPJS Kesehatan adalah jaminan kesehatan dengan hukum publik. Ia bukan PT atau BUMN yang bertugas untuk mencari keuntungan.

Ketiga, setiap tahun, iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan buruh selalu ada kenaikan.

Keempat, akan terjadi migrasi kepesertaan dari kelas I ke kelas II atau III. Apalagi jika kemudian berpindah ke asuransi kesehatan swasta dan tidak lagi bersedia membayar iuran BPJS Kesehatan.

Padahal dalam mandatnya, tahun 2019 ini seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali sudah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Kelima, rakyat tidak mampu lagi membayar iuran BPJS Kesehatan. Ketika iuran semakin memberatkan dan akhirnya rakyat tidak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan (sebagai contoh di atas satu keluarga bisa membayar hingga 20% dari penghasilan mereka), sama saja kebijakan ini telah memeras rakyat.