M Nurfahroji : Mengapa Omnibus Law Harus Ditolak?

Bekasi,KSPI – Pengurus PP SPAI FSPMI yang juga menjabat sebagai Direktur Bidang Hukum lembaga pengawas jaminan sosial Jamkeswatch KSPI, M. Nurfahroji menyebutkan buruh harus menolak RUU Omnibus Law Ciptaker. Ada beberapa alasan mengapa pria yang aktif melakukan advokasi pasien yang bermasalah dalam mendapatkan akses kesehatan ini menolak.

Alasan pertama, terkait kontrak pekerja atau PKWT, di mana di RUU Omnibus Law hal itu tidak diatur (jenis pekerjaannya).

Bacaan Lainnya

“Sebab perjanjiannya hanya dengan pengusaha dan pekerja. Maka akan terjadi perjanjian kerja yang mungkin bisa merugikan pekerja di kemudian hari,” ujarnya, Senin (10/8) malam, di sekretariat FSPMI Bekasi, Jawa Barat.

“Kami melihat draft-draft-nya yang merugikan, sedari awal, masuk kerja, keluar kerja pun sangat merugikan buruh. Jika disandingkan dengan UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dengan Ciptaker ini sangat jomplang jauh,” sambungnya.

Kedua, terkait upah. Terkait ini, menurut bang Oji, sapaan akrab beliau, adalah hal yang paling frontal.

“Upah misalkan disampaikan: ‘Oh, masih ada kok UMK.’ Tetapi ketika kita bedah (draft-nya), yang ada malah hanya ada UMP,” terangnya, yang juga merupakan Pengurus Pusat FSPMI.

Upah itu, lanjut dia, selain ada UMP, ada pula UMK, dan ada pula UMS. UMP selama ini hanya ada di daerah Khusus, seperti Jakarta. Sedangkan yang ada Kabupatennya memakai UMK. Dan untuk perusahaan-perusahan besar seperti otomotif, manufaktur atau barang jadi elektronik itu masuknya UMS.

“Nah, ketika nanti Omnibus Law, yang dipakai hanya UMP. Mau tahu UMP Jawa Barat (misal)? Sebelumnya UMK yang terendanya saja Rp4.300.000-an. Nanti ketika disahkannya Omnibus Law maka akan menggunakan UMP. UMP Jawa Barat tahu berapa? Rp1.500.000,” bebernya.

Hal lainnya mengapa Omnibus Law ini harus ditolak, adalah terkait mem-PHK. Padahal, sebelumnya, sebagaimana yang ada di UU 13 Tahun 2003 Pasal 155, baik pengusaha, pekerja, dan pemerintah, itu dengan segala upaya agar jangan sampai terjadinya PHK.

“Tapi di Omnibus Law dihapus. Belum lagi nanti setelah bekerja disebutkan akan mendapatkan Prakerja, itu hanya pemanis saja,” katanya lagi.

Terkait beberapa alasan mengapa Omnibus Law itu mesti ditolak, kang Oji pun menyampaikan bahwa untuk buruh akan terus mengkritisi. Melawan, sampai menang.

Buruh pun direncanakan akan turun ke jalan, mengepung gedung DPR RI serta Kemenko Perekonomian pada tanggal 25 Agustus mendatang. Estimasi buruh yang akan turut serta, menurut kang Oji bisa mencapai 20.000-an buruh, yang datang dari berbagai daerah. Serta akan melakukan aksi serentak di belasan provinsi di Indonesia.(CP/Jim).

Pos terkait