Luncurkan Kartu Prakerja, Pemerintah Sudah Punya Database?

Jakarta, KPonline – Pemerintah resmi meluncurkan kartu Prakerja dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko, dan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari

Peluncuran didahului dengan penandatangan Nota Kesepahaman dengan mitra resmi Kartu Prakerja, antara lain Tokopedia, Mau Belajar Apa, Bukalapak, Ruangguru, Haruka EDU, Sekolah.mu, Sisnaker, Telkom Indonesia, Link Aja, OVO, dan Bank Negara Indonesia.

Bacaan Lainnya

Dalam rilisnya (21/3/2020), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Kartu Prakerja menjadi solusi alternatif bagi masyarakat yang terdampak COVID-19 untuk mendapatkan skill baru (skilling).

“Selain itu juga dapat meningkatkan keterampilan di bidang yang telah ditekuni (upskilling), atau di bidang yang baru (reskilling),” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menambahkan bahwa Kartu Prakerja diprioritaskan untuk pencari kerja muda.

Dengan bantuan dari Pemerintah, diharapkan tenaga kerja muda dapat lebih kompeten, berdaya saing, dan produktif.

“Selain itu, dengan memilih sendiri pelatihan yang diminati juga dapat mendorong Indonesia menjadi bangsa pembelajar,” katanya.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai realisasi dari program Kartu Pra Kerja terlalu dini. Sebab, hingga saat ini pemerintah belum memiliki skema dan database untuk mendistribusikan “kartu sakti” tersebut.

“(Untuk realisasi 2020) masih terlalu dini, menurut saya bertahap. Boleh dilakukan 2020 tapi pendataan harus dilakukan terlebih dahulu,” ujarnya belum lama ini.

Tauhid menjelaskan, setidaknya pemerintah perlu untuk melakukan persiapan selama satu hingga dua tahun dalam proses pengumpulan data mengenai ketenagakerjaan di Indonesia. Untuk itu, Badan Pusat Statistik (BPS) harus turut dilibatkan dalam proses realisasi wacana Kartu Pra Kerja.

“Untuk realisasi itu pemerintah harus punya database, disinkronkan, karena kalau tidak ada eligibility mengenai siapa yang berhak, akan jadi pertanyaan dan jadi masalah di kemudian hari terkait pertanggungjawaban,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan kerja sama dengan pelaku industri yang memang berisiko mengalami PHK. Kemudian perlu pula dilakukan uji coba program Kartu Pra Kerja sebelum akhirnya dilakukan konfirmasi dan validasi data. “Karena kalau tidak, akan jadi problem sosial yang meletup di kemudian hari,” pungkasnya.

Sebelumnya kartu ini mendapat kritik dari Dahnil Anzal Simanjuntak

Guru honorer yang Rp 300 ribu saja tidak terbayar, BPJS saja tidak terbayar. “

“Kita punya angkatan kerja 131 juta orang dengan jumlah pengangguran terbuka sekitar 7 juta lebih. Belum adik-adik yang SMA dan SMK,” ujar Dahnil.

“Kemudian muncul ada kecemburuan sosial nanti. 58 persen pekerja kita itu bekerja di sektor Informal, rata-rata nggak digaji.”

“Misalnya mereka membantu keluarga, segala macam. Coba Anda bayangkan kemudian ada program ini, kemudian apa dampak sosialnya terhadap mereka. Itu luar biasa,” paparnya

Pos terkait