Lemahnya Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja, Jika Omnibus Law RUU Cipta Kerja Disahkan

Buruh tolak omnibus law RUU Cipta Kerja.

Purwakarta, KPonline – Dalam perjalanannya, draft Omnibus Law Rancangan Undangan-undang Cipta Kerja terus memicu polemik penolakan dikalangan kelas pekerja.

Dan untuk menolak Draft Omnibus Law tersebut, dalam beberapa waktu belakangan ini, para buruh melalui serikat pekerja atau serikat buruh (SP/SB) dan salah satunya Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terus melakukan aksi unjuk rasa di DPR RI, Jakarta.

Bacaan Lainnya

Menurut mereka, tidak seperti yang diatur dalam ketentuan normatif sebelumnya, dalam draft Omnibus Law tersebut ada pengurangan perlindungan terhadap tenaga kerja.

“Seharusnya, Undang-undang itu harus seimbang dalam penempatannya. Begitupun dengan Omnibus Law RUU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan. Isinya harus seimbang antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan pekerja atau buruh,” kata penulis.

Dari namanya, Cipta Kerja bertujuan menyerap tenaga kerja. Namun, bila untuk selanjutnya Omnibus Law tersebut diciptakan bisa berimbas kepada lemahnya perlindungan terhadap tenaga kerja dan pada ujungnya pekerja rentan menjadi objek eksploitasi, untuk apa?

“Memang benar, banyak lapangan pekerjaan baru. Tetapi kedepannya, pekerja atau buruh akan lebih mudah di PHK oleh pemberi kerja,” ucap Said Iqbal dalam Rapat Koordinasi Nasional FSPMI di Puncak-Bogor, beberapa waktu yang lalu.

Karena dalam pasal 59 Undang-undang Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur kepastian jaminan status karyawan tetap/ perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), dalam RUU Cipta Kerja nanti, pasal tersebut dihapus,” sambung Said Iqbal Presiden FSPMI-KSPI di agenda FSPMI tersebut yang berlangsung selama tiga hari (3-5/8/2020).

“Jadi buat apa lapangan pekerjaan baru tercipta, jika pekerja menjadi lebih mudah ter-PHK,” tegasnya.

Kemudian, Ia mengatakan, begitupun juga dengan pesangon yang katanya pemerintah tidak akan menghilangkannya dengan tetap akan memberikan kompensasi terhadap pekerja yang di PHK, bohong semua itu. Baca lagi aturan dalam RUU Cipta Kerja pasal 61a ayat (2). Disitu jelas bahwa kompensasi hanya diberikan, jika pekerja itu sudah mencapai masa kerja minimal satu tahun ke atas. Nah, jika pekerja itu di PHK di bulan ke-11, mana bisa pekerja dapat kompensasi.

Selain daripada itu, di Omnibus Law tersebut ada upaya menghilangkan upah minimun. Presiden FSPMI-KSPI memandang pemerintah hendak menerapkan sistem upah per jam.

Dengan kata lain, pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum.

Draft Catatan dan Analisa Kritis RUU Cipta Kerja Pasal Demi Pasal Yang Dianggap Merugikan Buruh ( Klik Gambar untuk me download).

Pos terkait