Lebih 30 Ribu Buruh di DKI Ter-PHK, yang Lain Bakal Nyusul

Jakarta, KPonline – Data ini mengejutkan. Buruh di DKI Jakarta yang ter-PHK mencapai 30.137 orang pekerja. Mereka berasal dari 3.348 perusahaan.

Sementara itu, yang dirumahkan jumlahnya 132.279 orang pekerja. Dari 18.045 perusahaan. Bisa jadi, mereka yang dirumahkan tidak mendapatkan upah.

Bacaan Lainnya

Data di atas berdasarkan apa yang diumumkan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta melalui akun instagram resminya hingga Sabtu (4/4) malam. Boleh dibilang, ini data resmi pemerintah.

Itu baru di DKI. Lagi pula, baru di awal pandemi. Bisa dipastikan, ke depan jumlahnya semakin besar.

Tentu saja, kita kecewa dengan adanya PHK tersebut. Sudah jauh hari kita mengingatkan pemerintah tentang kemungkinan PHK akibat pandemi corona.

Adanya puluhan buruh yang ter-PHK (ini baru di DKI Jakarta), membuktikan jika pemerintah tidak melakukan upaya sungguh-sungguh untuk mencegah terjadinya PHK. Malah saat ini bersama DPR “ngotot” tetap membahas omnibus law.

Sekali lagi kita mengingatkan, agar Pemerintah dan DPR fokus menangani pandemi (corona) dan menyelesaikan dampaknya. Termasuk ancaman PHK, baik saat ini maupun pasca pandemi.

Jangan mentang-mentang ada kartu pra kerja, lalu seolah-olah PHK dibiarkan.

“Toh nanti yang di PHK mendapatkan kartu pra kerja”, tidak bisa begitu. Anggapan seperti ini salah total. Jika itu orietansinya itu, maka telat. Tidak ada upaya pencegahan.

Dalam situasi seperti ini, jika arah kartu pra kerja adalah pemberian keterampilan; maka tidak akan efekif. Industri sedang mengurangi pekerja. Jadi sudah hampir pasti, buruh yang ter-PHK akan relatif lama bisa mendapatkan pekerjaan kembali.

Tentu saja, insentif yang diberikan melalui kartu pra kerja cukup membantu. Namun pertanyaannya, apakah semua pekerja yang dirumahkan tanpa upah dan yang di PHK bisa mendapatkan kartu pra kerja?

Dengan kata main, harus dipastikan semua mendapat kartu pra kerja. Termasuk yang dirumahkan tanpa digaji. Hal yang lain, prioritas yang diberikan adalah dalam bentuk insentif (uang cash) agar memiliki daya beli. Peningkatan skill bisa menyusul nanti, setelah pandemi usai.

Maka sudahlah. Pemerintah dan DPR RI fokus saja masalah ini. Lupakan omnibus law RUU Cipta Kerja.

Pos terkait