Semarang, KPonline – Sejak kasus pertama positif Covid-19 di Indonesia menimpa 2 warga Depok yang diumumkan secara resmi oleh pemerintah pada Senin (2/3/2020), hingga kini Minggu (22/3/2020) penyebaran virus Covid-19 di Indonesia sudah menyentuh angka 450 orang positif Covid-19 dengan 38 orang diantaranya telah meninggal dunia.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan status penyebaran virus corona sebagai bencana Nasional sejak 15 Maret 2020. Bahkan, Presiden Joko Widodo menghimbau agar kegiatan seperti belajar, bekerja dan beribadah baiknya dilakukan di rumah.
“Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah,” ujar Jokowi pada saat itu.
Namun hal tersebut tidaklah mudah bagi buruh atau pekerja untuk menjalaninya. Banyak dari mereka masih dituntut untuk tetap bekerja, karena perusahaan tidak bisa menerapkan kebijakan kerja dari rumah. Sedangkan perusahaan yang sudah menerapkan kebijakan tersebut, pastinya akan menimbulkan permasalahan hukum baru. Terutama bagi para pekerja harian, pekerja kontrak dan outsourcing yang posisi tawarnya masih lemah dan mudah diberhentikan. Mereka terancam upah yang hanya dihitung per jam, bekerja hanya 15 (lima belas) hari dalam sebulan, pemberian cuti tidak berbayar hingga pemutusan hubungan kerja.
Dilansir dari rilis pers yang dikeluarkan oleh YLBHI tanggal 20 Maret 2020, dari pihak YLBHI sangat menyayangkan keluarnya Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 tertanggal 17 Maret 2020.
Pada Romawi II angka 4 disebutkan, “maka perubahan besaran maupun pembayaran upah pekerja/ buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh”.
Ketentuan ini amat merugikan buruh, karena buruh dalam posisi yang tidak setara dan pemerintah seperti lepas tangan. Akibatnya buruh harus menerima upah yang tidak layak. Padahal upah layak adalah hak asasi manusia yang dilindungi serta menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memajukannya, sebagaimana termaktub dalam Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial Budaya yang sudah diratifikasi Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, buruh/pekerja dibuat kalut serta was-was karena merasa takut upahnya akan dipotong. Pengusaha akan dengan mudahnya memutuskan PHK.
Mengacu pada Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang layak, maka sudah sepatutnya Pemerintah memastikan tidak adanya Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh perusahaan serta pemberian upah yang layak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Sistem pengupahan telah diatur dalam Pasal 90 UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) menyebutkan bahwa “pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89”. Jadi, sudah jelas para pengusaha dilarang membayar upah buruh dibawah upah minimum selama belum ada penangguhan upah dan tetap membayar upah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Demikian pula Pasal 151 ayat (1) UUK menyebutkan bahwa “pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)”. Sehingga, pemerintah memiliki kewajiban melakukan upaya agar tidak ada buruh/pekerja yang di PHK.
Berdasar hal di atas, YLBHI dan 16 LBH Kantor termasuk LBH Semarang membuka Posko Pengaduan Bantuan Hukum Online terkait Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Ketenagakerjaan. Posko ini bertujuan untuk melindungi hak-hak normatif buruh/pekerja, memastikan adanya perlindungan terhadap hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi pekerja, mencegah adanya perlakuan sewenang-wenang dari perusahaan, dan menolak sikap lepas tangan pemerintah atas nasib buruh/ pekerja.
“Masyarakat bisa melakukan pengaduannya melalui LBH Semarang melalui kontak kami di: Instagram: lbhsemarang, Facebook : LBH Semarang, Twitter : @lbhsemarang atau juga bisa melaui Website: www.lbhsemarang.id, Email: office@lbhsemarang.id, Telepon: [024] 86453054 dan WhatsApp: 0882-2890-2001” ucap Herdin Pardjoeangan selaku Kepala Bidang Buruh dan Masyarakat Urban LBH Semarang.
“Posko ini akan dibuka selama 3 (tiga) Minggu sejak 20 Maret 2020 hingga 3 April 2020 dan dapat diperpanjang sesuai kondisi,” lanjutnya kemudian.
(sup)